Ma’had Aly – Seiring dengan berjalannya waktu dan zaman, mengakibatkan banyak perubahan terhadap perilaku budaya dan esensi keagamaan dalam kehidupan manusia. Islam memberikan perubahan peradaban yang besar di jagat raya ini dari sisi keamanan, kenyamanan, kedamaian, serta kasih sayang terhadap umatnya dan semua ciptaan Tuhannya, karena Islam diamanatkan pada seorang yang memiliki sifat mulia dan berasal dari nasab yang mulia dan terpandang di antara kaumnya, penuh kasih sayang serta berbudi pekerti luhur telah tertanam dalam dirinya, maka hal itu memberi dampak positif terhadap umatnya dan esensi Islam sendiri.
Islam memberikan perubahan amat besar dalam peradaban manusia, seperti sebelum datangnya Islam masa jahiliyah, saat itu tidak adanya pembimbing (utusan bagi umatnya), atau lebih dikenal sebagai masa fatrah yakni terputusnya masa satu ke masa selanjutnya. Adat dan kebudayaan, tauhid yang sudah tidak lagi lurus dari ajaran sebelumnya serta kondisi krisis moral masyarakat Arab.
Salah satu tradisi Arab saat itu ialah tradisi pernikahan, di antaranya pernikahan di mana masyarakat beramai memasuki satu rumah perempuan untuk berhubungan badan, dan ketika perempuan itu hamil ia bebas menentukan siapa ayahnya. Ada pula pernikahan serupa yang beramai menggaulinya, namun penentuan yang akan dinikahi oleh si perempuan tergantung dari kemiripan wajah dari anak yang dilahirkannya.
Namun adat pernikahan itu dihilangkan begitu Nabi Muhammad saw. diutus menjadi Nabi dan rasul oleh Allah swt. Kondisi masyarakat yang jauh dari nilai kemanusiaan, derajat seorang wanita yang direndahkan serta anak perempuan dikubur dalam keadaan hidup dengan dalih kelak dapat mengecewakan, merusak keturunan dan tidak memberikan manfaat di kalangannya. Hak dan kebebasan yang seharusnya mereka miliki, namun semua sirna karena kebodohan mereka sendiri.
Identitas mereka dikenal dengan peradaban bodohnya, namun di sisi lain kaum Arab memiliki kelebihan dan menjadi hal istimewa hingga nyawa dipertaruhkan demi kehormatan. Salah satu sisi kemuliaan yang mereka milliki dari segi ekonomi, saat itu mereka mendapat keuntungan yang sangat besar dari hasil tanaman, bajak sawah, serta ternak hewan dalam perdagangan. Mereka memang bodoh namun mereka juga mengutamakan kenyamanan dan keamanan bagi kaumnya. Mereka memuliakan tamu, menjamu dan memberi hidangan yang istimewa. Walau pada dasarnya tidak memiliki banyak harta, namun mereka berikan penyambutan yang baik karena ingin memberi rasa nyaman pada tamu. Mereka juga menepati janji, karena bagi mereka janji bagaikan sebuah agama yang harus dijaga. Mereka juga saling membanggakan diri atau meninggikan derajat nasab mereka masing-masing.
Pada potret pertama menggambarkan satu sisi peradaban masyarakat Arab yang berada dalam kejahiliyahan, juga menggambarkan kemuliaan mereka dalam menjunjung tinggi jati diri sebuah kabilah. Namun kebodohan mereka musnah dengan diutusnya Nabi saw., beliau mengganti kebiasaan jahiliyah dengan tradisi Islam yang mengutamakan etika serta esensi dalam beragama. Pada saat itulah peradaban kebudayaan Arab berubah begitu Rasul mengajarkan nilai etika kemanusiaan dan mengesakan Tuhan.
Di saat ajaran Islam telah menggantikan semua ajaran mereka, peradaban pun berubah dan memberikan dampak positif bagi masyarakat Arab. Penindasan dan pembunuhan tanpa hak pun sirna, hak-hak manusia dalam kehidupan telah mereka dapati kembali. Rasul mengganti ajaran atau syariat Nabi sebelumnya dengan syariat yang beliau ajarkan kepada umatnya, salah satunya ialah ibadah seperti shalat 5 waktu. Kisah sahabat Muadz bin Jabal yang tatkala itu bersujud kepada Nabi, lalu Nabi menanyakan sebabnya, sahabat Muadz pun menjawab bahwa ia pernah melihat seorang prajurit yang sujud kepada rajanya atau pemimpinnya, lalu Nabi memerintahkan sahabat Muadz untuk bangun dan melarang agar tidak mengulanginya kembali, karena hal itu tidak ada dalam syariat Nabi. Namun jika kembali ke zaman sebelumnya, hal itu dilakukan para malaikat yang diperintahkan untuk sujud kepada Nabi Adam as., Nabi Yusuf as. sujud kepada saudara dan ayahnya. Namun hal itu memang dilakukan sahabat Muadz karena sikap tawadhu’ dan bentuk penghormatannya terhadap Rasul. Jika saja Rasul memperbolehkan hal tersebut, Rasul khawatir akan umatnya menyamakan dirinya sebagai Tuhan dan bisa menyebabkan kesyirikan.
Dari penjelasan tersebut, Islam yang penuh kasih sayang menghapus segala kerusuhan yang terdahulu hingga hal tersebut hilang namun kini seolah dunia ini kembali ke masa jahiliyah. Peperangan di Timur Tengah yang tak kunjung usai, pembunuhan di mana-mana, serta kerusuhan yang terjadi menimbulkan pertanyaan besar. Apakah itu yang disebut Islam, agama yang penuh kasih sayang?
Islam tetaplah Islam, esensi dan makna Islam tidak berubah, namun yang perlu dibahas adalah individu muslim sendiri, mungkin banyak faktor yang memengaruhinya. Adanya pemahaman keliru yang memmengaruhi pemikiran dan kepercayaannya hingga mereka tidak yakin terhadap apa yang mereka yakini dahulu. Paham yang menyimpang dari ajaran Islam, fanatisme yang berlebihan terhadap sesuatu, membuat peradaban ini kembali kehilangan nilai esensi Islam serta pelaku sejatinya (muslim).
Islam tetap agama yang mulia dan rahmatan lil ‘alamin, hanya saja minimnya kesadaran dan implementasi diri seorang muslim dalam menjalankan agama Islam. Jika saja muslim mengetahui hakikat Islam, maka mereka sadar dan merasakan kenikmatan serta keistimewaan dalam beragama, tidak akan ada rasa dalam benak muslim untuk membuat kerusuhan serta kerusakan lainnya di muka bumi, karena perilaku tersebut tidak pernah Rasul lakukan. Dalam peperangan pun beliau tidak asal menyerang dan membunuh, melainkan melalui cara dan strategi yang jitu dalam menaklukkan lawan yang menentang Islam. Dengan demikian, orang muslim yang taat aturan dan ajaran rasulnya akan menaruh rasa hormat yang besar kepada junjungannya. Oleh karena itu, sujud kepada Nabi dapat digantikan dengan menjalankan segala perintahnya dan mengikuti sunah beliau, baik perbuatan perkataan maupun sifat beliau.
Dalam potret kehidupan inilah peranan Islam dalam peradaban kehidupan manusia sangat besar, yang memberikan dan menunjukkan tujuan Islam bagi peradaban dunia. Terlebih negara Indonesia yang mayoritas muslim, harus menjaga dan menanamkan nilai nilai keislaman dalam kehidupan dan tetap menunjukkan toleransi terhadap agama lain, sehingga esensi Islam rahmatan lil ‘alamin tetap terjaga.
Oleh Ali Imron, Semester VI