Sejarah Peradaban pada Masa Rasulullah saw

Sejarah Peradaban pada Masa Rasulullah saw

Peradaban atau kebudayaan pada masa Rasulullah saw. yang paling berpengaruh adalah perubahan sosial. Suatau perubahan mendasar dari masa kebobrokan moral menuju moralitas yang beradab. Saat di Makkah kaum muslim tidak mampu membentuk sebuah masyarakat Islam karena jumlah mereka yang sangat sedikit. Maka, sejak berada di Madinah, Rasulullah saw. meletakkan asas-asas masyarakat Islam yang agung, sebuah masyarakat yang sejak lama telah ditunggu oleh sejarah. Asas-asas paling penting dari masyarakat baru itu ialah sebagai berikut.

Saat pembangunan masjid Nabawi, dikisahkan bahwa unta tunggangan Rasulullah saw. berhenti di suatu tempat, maka Rasulullah memerintahkan agar di tempat itu dibangun sebuah masjid. Rasulullah ikut serta dalam pembangunan masjid tersebut. Beliau mengangkat dan memindahkan batu-batu masjid itu dengan tangannya yang mulia. Saat itu, kiblat dihadapkan ke Baitul Maqdis. Tiang masjid terbuat dari batang kurma, sedangkan atapnya dibuat dari pelepah daun kurma. Adapun kamar-kamar istri beliau dibuat berada di samping masjid. Tatkala pembangunan selesai, Rasulullah saw. memasuki pernikahan dengan Aisyah pada bulan Syawal. Sejak saat itulah, Yatsrib dikenal dengan Madinatur Rasul (kota Rasul) atau Madinah al-Munawwarah (kota yang bercahaya). Kaum muslimin melakukan berbagai aktivitasnya di dalam masjid ini, baik beribadah, belajar, memutuskan perkara, berjual beli maupun perayaan-perayaan lainnya sehingga tempat ini menjadi salah satu faktor yang sukses mempersatukan mereka.

Persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshar, Rasulullah saw. mempersaudarakan di antara kaum muslimin. Mereka kemudian saling berbagi semua yang mereka miliki, bahkan berbagi rumah juga istri-istri dan harta mereka. Persaudaraan ini terjadi lebih kuat daripada hanya persaudaraan yang berdasarkan keturunan. Dengan persaudaraan ini, Rasulullah saw. telah menciptakan sebuah kesatuan yang berdasarkan agama sebagai pengganti dari persatuan yang berdasarkan kabilah.

Kesepakatan untuk saling membantu antara kaum muslim dan non-muslim, Nabi Muhammad saw. hendak menciptakan toleransi antargolongan yang tinggal di Madinah, oleh karena itu Nabi membuat perjanjian antara kaum muslimin dan non-muslimin. Di Madinah, ada tiga golongan manusia, yaitu kaum muslimin, orang-orang Arab, kaum non-muslim, dan orang-orang Yahudi (Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan Bani Qainuqa’). Rasulullah melakukan satu kesepakatan dengan mereka untuk terjaminnya sebuah keamanan dan kedamaian. Juga untuk melahirkan sebuah suasana saling membantu dan toleransi di antara golongan tersebut.

Menurut Ibnu Hisyam, isi perjanjian tersebut antara lain yaitu: (1) Pengakuan atas hak pribadi keagamaan dan politik. (2) Kebebasan beragama terjamin untuk semua umat. (3) Mereka harus bahu-membahu menangkis semua serangan terhadap kota mereka (Madinah) sebagai kewajiban penduduk Madinah, baik muslim maupun non-muslim, dalam hal moril maupun materiil. (4) Rasulullah saw. adalah pemimpin umum bagi penduduk Madinah. Kepada beliaulah dibawa segala perkara dan perselisihan yang besar untuk diselesaikan.

Islam adalah agama dan Negara, peletakan asas-asas politik, ekonomi, dan sosial sudah sepantasnya jika diletakkan dasar-dasar Islam. Maka, turunlah ayat-ayat al-Qur’an pada periode ini untuk membangun legalitas dari sisi-sisi tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah saw. dengan perkataan dan tindakannya. Maka, hiduplah kota Madinah dalam sebuah tata peradaban yang mulia dan penuh dengan nilai-nilai utama. Terikat sebuah persaudaraan yang jujur dan kokoh, ada solidaritas yang erat di antara anggota masyarakatnya. Dengan demikian, inilah masyarakat Islam pertama yang dibangun oleh Rasulullah saw. dengan asas-asasnya yang abadi.

Secara sistematik, proses peradaban yang dilakukan oleh Nabi pada masyarakat Islam di Yastrib yaitu: (1) Nabi Muhammad saw. mengubah nama Yastrib menjadi Madinah (Madinah ar-Rasul, Madinah an-Nabi, atau Madinah al-Munawwarah). Perubahan nama yang bukan terjadi secara kebetulan, tetapi perubahan nama yang menggambarkan cita-cita Nabi Muhammad saw. yaitu membentuk sebuah masyarakat yang tertib dan maju. (2) Membangun masjid, masjid bukan hanya dijadikan pusat kegiatan ritual peribadahan saja, tetapi juga menjadi sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dengan musyawarah dalam merundingkan masalah-masalah yang dihadapi. Di samping itu, masjid juga menjadi pusat kegiatan pemerintahan. (3) Nabi Muhammad saw. membentuk kegiatan mu’akhat (persaudaraan), yaitu mempersaudarakan kaum Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Makkah ke Yastrib) dengan Anshar (orang-orang yang menerima dan membantu hijrahnya kaum Muhajirin di Yastrib). Kejadian itu diharapkan dapat mengikat kaum muslimin dalam ikatan persaudaraan dan kekeluargaan. Nabi Muhammad saw. membentuk tata persaudaran yang baru, yaitu persaudaraan seagama, di samping bentuk persaudaraan yang sudah ada sebelumnya, yaitu bentuk persaudaraan berdasarkan darah. (4) Membentuk persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. (5) Nabi Muhammad saw. membentuk pasukan tentara untuk mengantisipasi gangguan-gangguan yang dilakukan oleh musuh.

Masjid merupakan tempat terjadinya agenda-agenda politik kerasulan yang telah diletakkan dan beliau bertindak sebagai utusan Allah, kepala negara, komandan tentara, dan pemimpin kemasyarakatan. Semua yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. di kota itu merupakan refleksi dari ide yang terkandung dalam perkataan Arab Madinah, yang secara etimologis berarti tempat peradaban, yaitu padanan perkataan Yunani polis, (seperti dalam nama kota Constantinopel). Dan Madinah dalam arti itu sama dengan hadarah dan tsaqarah, yang masing-masing sering diterjemahkan, berturut-turut, peradaban dan kebudayaan, tetapi secara etimologis mempunyai arti pola kehidupan menetap sebagai lawan badawah yang berarti “pola kehidupan mengembara”, nomad. Oleh karena itu, perkataan Madinah, dalam peristilahan modern, merujuk pada semangat dan pengertian civil society, suatu istilah Inggris yang berarti “masyarakat sopan, beradab, dan teratur” dalam bentuk negara yang baik. Dalam arti inilah harus dipahami kata-kata hikmah dalam bahasa Arab, (al-insanu madniy-un bi ath-thab’-i) “manusia menurut naturnya adalah bermasyarakat budaya” merupakan padanan adagium terkenal Yunani bahwa manusia adalah zoon politicon.

Munawir Syadzali menguraikan bahwa dasar-dasar kenegaraan yang terdapat dalam Piagam Madinah adalah: (1) Umat Islam merupakan satu komunitas (umat) meskipun berasal dari suku yang beragam. (2) Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara anggota komunitas Islam dengan komunitas-komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsip yaitu: (a) bertetangga baik, (b) saling membantu dalam menghadapi musuh bersama, (c) membela mereka yang dianiaya, (d) saling menasihati, dan (d) menghormati kebebasan beragama.

 

Oleh : Mukhtir Rotul Rodho

This Post Has 3 Comments

  1. Syahid

    Bgua

  2. Nur nunung

    Sangat membantu,
    terutama bagi siswa siswi yang mempelajari tentang sejarah Islam, dan tidak menutup kemungkinan juga bagi masyarakat, agar mereka ingat bagaimana perjuangan Rosulullah SAW ketika itu, dan juga sebagai motifasi bagi tokoh agama di zaman sekarang, supaya mereka bisa meniru perbuatan yg telah dicontohkan oleh Rosulullah SAW.

Leave a Reply