Mutiara Hikmah Sejarah Rasulullah

Mutiara Hikmah Sejarah Rasulullah

Ketika sejarah hanya menjadi catatan nama-nama, tanggal lahir, tahun-tahun yang usang dimakan waktu, maka sejarah tak akan memberi nilai hidup bagi kehidupan siapapun. Ia benda mati yang akan dibawa menuju kematian tanpa jejak-jejak makna.

Tapi jika sejarah itu dipelajari, diteliti, diamati, diresapi, didaur-ulang dalam kenyataan hidup, diolah menjadi bimbingan dan petunjuk kehidupan, disulap menjadi cermin masa lalu yang tak lain adalah guru-guru sejati bagi kehidupan setiap masa, maka sejarah secara umum, dan sejarah Nabi secara khusus, akan menjadi sesuatu yang sangat bernilai. Yang tak akan pernah membuat orang bosan untuk terus membaca dan mempelajarinya.  Kesadaran untuk itu harus ada pada kita semua.

Sejarah Nabi adalah kehidupan semesata. Dalam perikehidupan beliau, ada teladan, ada pengajaran, ada petunjuk, ada pendidikan. Bahkan dalam lintas kehidupan beliau ada biografi istimewa yang tercatat dari perjalanan hidup beliau, mulai saat-saat menjelang kelahirannya, saat beliau dilahikan, tumbuh berkembang menjadi dewasa, menikah, hingga masa-masa sulit dalam kehidupan beliau ke kota Madinah.

  • Masyarakat Arab Sebelum Islam

Gelap. Begitulah gambaran kehidupan bangsa Arab sebelum Islam. Semua jenis kemusyrikan berkerumun di sudut-sudut kota Mekkah, bahkan di wilayah suci Baitullah, Ka’bah Al-Mukarramah.

Walaupun terdapat penganut ajaran Ibrahim, jumlah mereka sangat sedikit. Kalangan ahli kitab, terutama penganut Nasrani, jumlahnya pun tak banyak.

Namun di balik itu semua, bangsa Arab bukanlah bangsa bodoh. Mereka bangsa dengan latar belakang ilmu pengetahuan paling membanggakan di masanya. Setidaknya, sejarah mencatat beberapa jenis pengetahuan yang amat dikuasai bangsa Arab:

  1. Ilmu Mawaaqi’un Nujum (astronomi).
  2. Ilmu Mahabitus Sahaab (meteologi dan geofisika).
  3. Ilmu Nasab.
  4. Ilmu Qiyafah (ilmu mengenali jejak di tanah).

Selain peninggalan ilmu, bangsa Arab juga meninggalkan catatan sejarah lewat karakter masyarakatnya yang unik. Ada beberapa karakter bangsa Arab yang mampu mengubah sejarah:

  1. Kegemaran menghormati tamu (Ikramuh Dhuyuf)
  2. Keberanian yang nyaris tak masuk akal (Asy-Syaja’ah Al-Mufrithah)
  3. Kebiasaan membalas dendam (Al-Akhdzu bits-Tsa’ri)
  4. Kepatuhan terhadap pemimpin (Al-Wafa’ bil ‘Ahdi)
  5. Kekuatan daya hafal (Adz-Dzaka’ wa Quwwatudz-Dzakirah).

Kehadiran Islam dan diutusnya Nabi saw. di kalangan bangsa Arab, menjadi peristiwa yang mengubah dunia seutuhnya. Bangsa Arab kala itu adalah bangsa dan masyarakat  dengan segudang tradisi ilmu yang paling mencengangkan.

Bicara soal tradisi, karakter dan budaya, geografis serta peta kekuatan dunia, bangsa Arab saat itu berada di persimpangan antara dua kekuatan asing: Persia dan Romawi. Kehadiran Islam di tengah bangsa Arab memiliki nilai yang tak tergantikan. Oleh karena itu, dipilhnya jazirah Arab sebagai negeri turunnya wahyu adalah hal yang sungguh menjadi dasar perubahan sejarah dunia dari dunia yang gelap menuju dunia yang bermandikan cahaya hidayah.

  • Nasab Keturunan Rasulullah saw.

Bangsa Arab seluruhnya berasal dari garis keturunan Qahthan yang tak lain adalah keturunan Isma’il bin Ibrahim as. Nabi saw. sendiri memiliki keturunan dari jalur Qahthan dan Adnan. Sebagai Nabi terakhir, Allah memilih Nabi-Nya dari wilayah terbaik dan jalur keturunan terbaik. Dibesarkan dan diasuh di lokasi terbaik dan lingkungan terbaik., itulah makna sesungguhnya dari isthifaa (pilihan), saat Allah memilihnya untuk menjadi pembawa risalah (kerasulan) terakhir di muka bumi. Nabi akhir zaman, khatamul anbiyaa’ wal mursalin.

Nasab Nabi Muhammad secara ringkas adalah sebagai berikut:

  1. Muhammad
  2. Bin Abdullah
  3. Bin Abdul Muthalib
  4. Bin Abdu Manaf
  5. Bin Qushay
  6. Bin Kilab
  7. Bin Murrah
  8. Bin Ka’ab
  9. Bin Lu’ay
  10. Bin Ghalib
  11. Bin Fihr
  12. Bin Malik
  13. Bin Nadhr
  14. Bin Kinanah
  15. Bin Khuzaimah
  16. Bin Mudrikah
  17. Ilyas
  18. Bin Nazar
  19. Bin Ma’ad
  20. Bin Adnan
  • Kelahiran Rasulullah saw.

Inilah kelahiran semesta, bumi dan langit seolah dilahirkan kembali. Ada peradaban besar mengintip, dari sebuah sudut kota Mekkah di sebuh rumah yang diisi oleh seorang perempuan muda yang baru beberapa bulan ditinggal wafat suami tercinta. Wanita itu bernama Aminah, perempuan yang ditakdirkan untuk menjadi ibu dari manusia paling mulia di muka bumi ini.

Saat itu menurut sebagian ulama adalah hari Senin, 9 Rabi’ul Awwal. Sebagian lagi mengatakan  12 Rabi’ul Awwal, namun para ulama sepakat bahwa itu adalah Tahun Gajah.

Di tahun gajah, seorang ambisius bernama Abrahah bin Ash-Shabbah Al-Habasyi Al-Asyram membangun sebuah gereja di kota Shan’a, Yaman. Ia berniat memindahkan Ka’bah ke lokasi tersebut. Tujuannya agar umat manusia beralih dari berhaji ke Mekkah menjadi berhaji ke Shan’a, kemudian menyatakan niatnya itu kepada raja An-Najasyi. Abrahah sendiri adalah komandan besar pasukan An-Najasyi. Asalnya dari Yaman, tapi mengabdi pada raja Najasyi.

Niat busuknya kemudian terdengar oleh seorang pria dari Kinanah. Pria itu murka dan mendatangi gereja yang baru saja dibangun itu pada suatu malam, kemudian meluluhlantakkannya. Peristiwa itu sampai ke telinga Abrahah dan membuatnya menjadi sangat murka. “Aku bersumpah, akan kuhancurkan Ka’bah,” teriaknya histeris.

Berangkatlah Abrahah besrta pasukannya dengan membawa 8 ekor gajah besar dan seekor lagi yang paling besar dengan diiringi sejumlah besar pasukan tempur. Dengan kekuatan dahsyat itu mereka ingin menghancurkan Ka’bah. Namun takdir berkata lain, merekalah yang hancur lebur.

Allah mangirimkan serombongan burung Ababil, burung berwarna putih kemutih. Burung itu masing-masing membawa tiga butir batu yang sangat panas, al-Qur’an menyebutkan bebatuan dari Sijjil. Burung-burung itu melemparkan bebatuan yang mereka bawa pada pasukan Abrahah. Dan bala tentara gajahpun luluh lantak. Semua tentara tewas, kecuali Abrahah. Ia berlari meninggalkan medan pembantaian tersebut. Namun di tengah jalan Allah mengirimkan penyakit aneh yang menyerang tubuhnya, kemudian iapun tewas.

Allah melindungi Ka’bah, padahal para penduduk sekitarnya adalah kaum penyembah berhala. Yang menyerang Ka’bah adalah kaum Nashrani, ahli kitab, yang bagaimanapun tetap jauh lebih baik dari kaum musyrikin Mekkah. Tentu saja itu terjadi atas banyak hikmah yang keseluruhannya hanya diketahui oleh Allah swt.

Ka’bah memang sudah dipersiapkan untuk menjadi kiblat kaum muslimin. Kota Mekkah-disamping kota Madinah-sudah diplot menjadi tanah  Al-haram, tanah suci umat Islam. Di situ pula akan lahir Rasulullah saw., akan lahir para pembela Islam, para sahabat, Ummaatul Mukminin. Maka, menyerang dengan tujuan menghancurkan Ka’bah adalah sebuah kekeliruan besar yang harus dibayar mahal dengan darah dan nyawa. Raja An-Najasyi tahu benar akan perihal tersebut, dan itu pula lah yang mendorongnya untuk masuk Islam pada akhirnya.

  • Masa Nabi saw. Diasuh dan Disusui

Ia bernama Halimah, lengkapnya Halimah As-Sa’diyah atau Halimah binti Abu Dzuaib As-Sa’diyah. Ia berasal dari suku Hawazin, dari dusun Bani Sa’ad bin Bakar. Perempuan itu adalah salah satu dari ratusan perempuan yang sedang berebut nasib. Mereka ingin menyusui anak-anak kaum bangsawan kota Mekkah dan berharap mendapatkan uang yang memadai untuk menyambung hidup.

Akhirnya ia dapati Aminah sedang menggendong bayinya, Muhammad kecil. Bayi kecil dan mungil itu menarik perhatian Halimah, ia menawarkan dirinya untuk menyusui Muhammad kecil. Aminah yang memang sedari tadi mencari orang yang mau menyusui bayinya tentu langsung menyetujui penawaran Halimah.

Halimah merasa sangat bahagia bisa membawa pulang Muhammad kecil, entah mengapa ia merasa begitu menyukai bayi tersebut, dan sama sekali tak sadar bahwa dirinya tengah menggendong sumber berkah ke dusunnya.

Kehidupan Halimah mulai berubah, banyak sekali keajaiban yang dirasakan setelah ia membawa pulang Muhammad ke rumahnya. Allah menganugerahkan berkah yang tak terkira karena Halimah telah mau menyusui sang manusia pilihan, manusia terbaik di kolong langit.

Dua pria berpakaian putih mendatangi Muhammad saw. kecil yang masih dalam pengasuhan Halimah. Kedua pria itu tiba-tiba memegangi tubuh beliau, merebahkannya di atas tanah, kemudian membelah dada beliau.

Kedatangan dua pria yang tak lain adalah malaikat itu bertujuan untuk mensucikan hati Nabi saw. Mereka mengeluarkan sebentuk darah beku dari jantung beliau, yakni bagian yang biasa dimasuki setan. Darah beku itu dicuci dengan air zam-zam, kemudian dimasukan kembali ke dalam dada beliau.

Setelah kejadian tersebut, Halimah memutuskan untuk mengembalikan Muhammad saw. kepada Aminah karena khawatir akan kejadian yang baru saja menimpanya.

  • Masa Kecil Rasulullah Saw.

Muhammad kecil tinggal bersama ibunda Aminah dan kakeknya, Abdul Muthalib bin Hasyim. Namun, saat usia beliau enam tahun, ibunda Aminah wafat. Sang ibu wafat di wilayah Al-Abwa yang terletak di antara kota Mekkah dan Madinah.

Sepeninggal ibunya, Rasulullah saw. tetap tinggal bersama kakeknya, Abdul Muthalib. Tapi sebenarnya selain kakek, ada perempuan lain yang ikut membantu mengasuh beliau. Ia adalah Ummu Aiman, mantan budak Abu Lahab yang kemudian dimerdekakan.

Dua tahun dalam pengasuhan sang kakek, tinta takdir menentukan garisnya. Sang kakek meninggal dunia. Saat itu usia Nabi saw. genap 8 tahun. Sesuai pesan terakhir Abdul Muthalib, Muhammaad saw. diasuh oleh pamannya, Abu Thalib.

Di masa kecil, ada dua jenis pekerjaan yang sudah dikenal oleh Muhammad saw. yakni menggembala kambing dan menerima barang titipan masyarakat Mekkah. Sebagai pemegang amanah, Muhammad dikenal sangat jujur, dan dapat dipercaya. Karena itu, ia mendapat gelar Al-Amin (orang yang dapat dipercaya) dari masyarakat kota Mekkah.

Dunia dagang adalah dunia yang juga diperkenalkan pada Muhammad saw. sejak usia dini. Perjalanan dagang pertama yang dilakukan Muhammad saw. bersama pamannya, Abu Thalib yaitu ke negeri Syam atau Syiria.

Saat tiba di Syam, mereka bertemu dengan seorang pendeta Nasrani yang bernama Buhaira. Pendeta itu melihat tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad. Ia kemudian menyarankan pada Abu Thalib untuk segera pulang dan tidak meneruskan perjalanan karena khawatir jika ini diketahui oleh orang-orang Yahudi, mereka akan berusaha membunuh Muhammad saw. Abu Thalib pun mengikuti saran pendeta tersebut dan kembali ke Mekkah.

Saat tumbuh dewasa, Nabi Muhammad saw. kembali pergi berdagang ke negeri Syam, beliau mengelola usaha dagang seorang janda kaya bernama Khadijah. Dalam menjalankan bisnis Khadijah, Muhammad saw. ditemani oleh Maisarah, pemuda berkulit sawo matang, pelayan sekaligus budak Khadijah.

Dalam perniagaan tersebut, Muhammad saw. dan Maisarah pulang membawa keuntungan yang berlipat dibandingkan keuntungan yang diraih Khadijah dalam bisnis-bisnis sebelumnya.

  • Pernikahan Muhammad Saw. dan Khadijah

Muhammad saw. tumbuh bukan saja sebagai pemuda yang bersih dari perilaku buruk jahiliyah, sebagai pemuda yang jujur, amanah dan gigih bekerja, namun juga sebagai pemuda yang tampan, dan berpenampilan menarik.

Dengan segala keistimewaan yang dimiliki Muhammad saw., tak heran banyak yang ingin menikahkan puterinya dengan beliau.  Namun kesempatan itu milik seorang wanita cantik yang cerdas dan berkarakter istimewa. Wanita beruntung itu adalah Khadijah, partner bisnis beliau sebelum menikah. Wanita Quraisy yang akan menjadi partner utama Rasulullah dalam meniti jalan menuju revolusi terbesar umat manusia. Wanita pertama dari ummahatul mukminin. Wanita yang paling dicintai Rasulullah saw. melebihi manusia manapun di dunia ini.

  • Turunnya Wahyu dan Bermulanya Dakwah As-Sirriyyah

Tepat di bulan Ramadhan, Muhammad saw. tengah berada di gua Hira saat beliau menerima wahyu yang pertama, QS. Al-Alaq ayat 1-5.

Selang kurang lebih 3 tahun dari wahyu pertama yang diterima Muhammad saw., malaikat Jibril datang kembali untuk memperteguh keyakinan beliau, menyampaikan kabar gembira bahwa beliau benar-benar manusia pilihan yang diutus Allah untuk menyampaikan risalah-Nya. Rasulullah merasa gentar, beliau bergegas pulang dan meminta kepada Khadijah untuk menyelimutinya. Kemudian turun firman Allah QS. Al-Muddatstsir ayat 1-4:

Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan!  Dan Rabbmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah

Di sinilah awal diperintahkannya Rasulullah saw. untuk berdakwah. Lalu turun firman Allah QS. Asy-Syu’araa ayat 214:

Berikanlah peringatan sanak keluarga dan karib kerabatmu.

Tak mudah mengenalkan dakwah pada masyarakat Arab kala itu. Masa di mana kehidupan jahiliyyah yang begitu melekat pada sendi-sendi masyarakat Mekkah. Tak mungkin jika dakwah dikumandangkan terang-terangan. Maka bermulalah dakwah dengan cara sembunyi-sembunyi atau Ad-Da’wah As-Sirriyyah.

Beliau mulai fokus mengembangkan dakwah dikalangan kerabat. Namun dakwah sirriyyah yang masih berkutat dari sekitar kerabat Rasulullah saw. pun ternyata tak sepi dari pertentangan. Di antara yang menentang hebat bahkan datang dari orang-orang terdekat Rasulullah saw. seperti Abu Lahab, paman beliau sendiri.

Namun jika dicermati secara halus, misi dakwah Rasulullah di awal langkahnya menuai keberhasilan yang luar biasa. Orang-orang yang telah memeluk Islam di antaranya adalah, Khadijah, Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, Mushab bin Umair, Hamzah bin Abdul Muthalib, Fatimah binti Rasulullah, Ummu Aiman, Utsman bin Affan, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, serta beberapa muslim utama lainnya dari kalangan para sahabat Nabi yang mulia.

  • Awal Ad-Dakwah Al-Jahriyah

Masuk Islamnya Umar bin Khattab, menjadi awal perubahan wajah dakwah Islam.  Keislaman Umar bin Khattab dan Hamzah bin Abdul Muthalib, dua tokoh yang terkenal dengan kegagahannya itu telah membesarkan hati kaum muslimin. Hal itu membuat pergerakan dakwah mulai terbuka. Allah memerintahkan Nabi saw. memperkuat dakwahnya. Semenjak itu, dimulailah fase dakwah jahriyyah (dakwah terang-terangan). Tak ada lagi muslim yang menyembunyikan keislamannya.

  • Pembelaan Abu Thalib

Adalah hal yang sangat menyesakkan ketika dakwah Rasulullah dibela habis-habisan oleh pamannya, Abu Thalib, namun hingga akhir hidupnya ia tak pernah mau masuk Islam. Pembelaan Abu Thalib adalah salah satu bagian terpenting dalam pengembangan dakwah Islam pada awal kenabian. Tak heran jika Rasulullah berkanan memohon keringanan azab bagi pamannya itu, betapapun ia mati sebagai kafir dan belum memeluk Islam hingga hembusan nafasnya yang terakhir.

  • Nasib Kaum Duafa

Meski dakwah terang-terangan telah bergulir, masih ada saja kaum muslimin yang mengalami penganiayaan. Terutama bagi mereka yang berstatus budak atau mustadh’afiin, di mana wilayah hidup mereka terkekang oleh kuasa tuan-tuan mereka. Maka sosok seperti Bilal bin Rabba, Khabab bin Al-Arats, Ammar bin Yasir, Shuhaib, Amir bin Fuhairah dan Salim Maula Abi Hudzairah adalah bagian dari sejarah Islam yang sangat mengharukan. Ketabahan dan keteguhan kaum lemah yang dengan ketidakberdayaanya, mencoba untuk  menegakkan panji-panji Islam, kalimat laa ilaaha illallah muhammadur rasulullah”. Benar-benar hal yang sungguh mengagumkan.

  • Pengepungan terhadap Keluarga Nabi Saw.

Peristiwa pengepungan Nabi dan keluarga besarnya di salah satu lembah di kota Mekkah atau yang dikenal dengan sebutan al-Hishaar, adalah catatan buram dari perilaku masyarakat Mekkah yang panik melihat perkembangan dakwah Rasulullah saw. Mereka membuat perjanjian untuk tidak melakukan hubungan bisnis atau apapun dengan kalangan Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Bahkan memutus hubungan persaudaraan, melarang siapapun menikahi anggota keluarga besar kedua Bani tersebut, sampai mereka mau menyerahkan Rasulullah saw. pada mereka. Perjanjian itu ditulis di sebuah lembaran dan ditempelkan di dinding Ka’bah.

Tak hanya kaum muslimin yang berada dalam posisi terkekang, bahkan orang-orang non muslim dari kalangan Bani Hasyim dan Bani Muthalib yang bersimpati pada mereka juga ikut merasakan pahitnya hidup dalam pengasingan selama tak kurang dari tiga tahun. Sebagian dari mereka kemudian masuk Islam sebelum Nabi saw. hijrah ke Madinah dan sebagian lagi saat Fathu Makkah atau penaklukan kota Mekkah.

  • Pelebaran Dakwah ke Thaif

Pada tahun 10 kenabian, Nabi mencoba menawarkan kebenaran Islam di kota Thaif. Kota itu bersebelahan dengan kota Mekkah. Di dalamnya berkerumun para penyembah berhala seperti halnya kota Mekkah. Tapi di sana juga bercokol sisa-sisa penganut Nasrani. Sebagian sudah bertransformasi menjadi penginjil-penginjil palsu, tapi sebagian kecil masih menganut ajaran asli Nabi Isa.

Namun berbeda dengan yang beliau harapkan, dakwah awal beliau mengalami penolakan. Saat beliau pergi menemui beberapa pemuka Bani Tsaqif untuk meminta perlindungan, beliau malah mendapatkan cemooh dan ejekan. Rasullah kemudian pergi meninggalkan kota Thaif. Namun di perjalanan telah berbaris anak-anak, kaum remaja dan budak belian dengan batu-batu kecil di tangan mereka. Saat beliau lewat, mereka melempari tubuh beliau dengan batu-batu tersebut hingga tubuh penuh luka, ditambah kondisi hati beliau yang penuh dengan kekecewaan.

  • Bai’at Al-Aqabah

Apa yang dipicu oleh semangat dakwah Thaif, akhirnya berujung pada sebuah momen dakwah penting lain yang menjadi cikal bakal periode Al-Madinah, yaitu Bai’at Al-Aqabah.

Saat itu Nabi semakin gencar mensyiarkan Islam kepada para pendatang yang mampir di kota Mekkah, terutama di musim-musim haji atau di hari ramainya kota Mekkah, di mana berbagai pedagang dari luar berdatangan ke kota tersebut.

Namun dakwah tersebut bukan tanpa aral dan rintangan. Nabi menyebarkan kebenaran Islam kepada kepada pengunjung tanah Haram. Namun tak sedikit dari mereka yang datang dari Yaman atau Mesir, saat pulang ke negerinya justru membawa kabar tidak benar tentang Rasulullah.

Hingga pada akhirnya, Allah mempertemukan Nabi dengan orang-orang dari Yatsrib, tepatnya suku Khazraj yang saat itu hanya enam orang. Beliau mengajak mereka masuk Islam dan menjelaskan hakikat Islam yang sesungguhnya dan dengan mudah mereka serta merta menerimanya. Mereka berkata akan kembali ke kota mereka dan menyebarkan Islam, menjelaskan kepada penduduk Yatsrib tentang kerasulan Muhammad saw. dan mereka berjanji akan kembali menemui Nabi saw. di tahun depan.

Nabi merasa senang dengan pernyataan mereka tersebut. Maka terjadilah perjanjian Al-Aqabah yang pertama. Isi dari perjanjian tersebut adalah:

  1. Tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun.
  2. Menaati perintah Allah.
  3. Menjauhi larangan Allah.

Dalam riwayat lain, perjanjian itu disebutkan lebih rinci:

“Kami berjanji untuk beribadah kepada Allah, dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun; untuk tidak berzina, tidak mencuri dan tidak membunuh anak-anak kami. Tidak melakukan dusta, tidak membantah beliau dalam melaksanakan kebajikan. Kalau kami taati, kami akan masuk surga. Kalau tidak kami taati sebagian darinya, maka kami akan diberi hukuman di dunia atau menggantinya dengan kafarat. Kalau kami menyembunyikan perjanjian ini, maka urusan kami akan dikembalikan kepada Allah: kalau Allah bekehendak, Allah bisa mengazab atau mengampuni kami”.

Keenam orang itu kembali ke Yatsrib  dan menyebarkan Islam. Sejarah mencatat bahwa hasil dakwah keenam orang tersebut sungguh mengagumkan. Mulai dari kalangan duafa, hingga kaum pembesar, pedagang dan tokoh-tokoh masyarakat berbondong-bondong masuk Islam.

  • Baiat Al-Aqabah Kedua

Bai’at Al-Aqabah mempunyai makna serius bagi dinamika dakwah Islam. Bukan sekadar titik tolak transformasi dakwah dalam membentuk negara Islam pertama di Madinah yang kala itu masih bernama Yatsrib, tapi juga sebagai pola dasar yang sangat mengagumkan. Pada generasi pendakwah Islam melalui instruksi, edukasi, yang sederhana dan esensial bagi jiwa-jiwa muslim muda yang penuh semangat. Semangat-semangat itu menerawangi cakrawala hidup yang membiaskan terang, setelah lama mendekam di kegelapan.

Jiwa-jiwa yang berada di dalamnya enggan berdamai dengan kebatilan. Sekali mengenal pribadi agung Rasulullah saw. hati mereka bukan saja terpikat, tapi juga terpancing pada keinginan untuk menyatu dengan misi hidup beliau yang mulia. Maka terjadilah Bai’at Al-Aqabah yang kedua.

Seperti perjanjian Aqabah yang pertama, perjanjian kedua ini juga melahirkan beberapa kesepakatan sebagai berikut:

  1. Berjanji untuk taat kepada Rasulullah saw. dalam hal yang mereka sukai atau dalam hal yang mereka benci.
  2. Mau berinfak dalam kondisi susah dan senang.
  3. Mau menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
  4. Menegakkan agama Allah dan tidak terpengaruh terhadap celaan orang.
  5. Mau melindungi Rasulullah saw. layaknya melindungi anak dan istri.
  • Hijrah ke Habasyah

Hijrah ke Habasyah merupakan momentum awal dari proses hijrah yang menjadi syarat mutlak berdirinya masyarakat Islam. Hijrah ke Habasyah sendiri terjadi dua kali. Pertama, saat Nabi bersama keluarga besar Bani Hasyim dan Bani Muthalib terkurung di lembah Syi’b dan saat itu Nabi memerintahkan sebagian sahabat berhijrah berdakwah di negeri seberang.

Saat pulang, mereka kembali menerima intimidasi dan siksaan kaum musyrikin, sehingga Nabi saw. memutuskan untuk kembali menghijrahkan mereka ke Habasyah, karena di sana ada seorang raja yang tidak pernah mendzalimi siapapun.

Negeri Habasyah betapapun mereka adalah penganut Nasrani, tapi mereka ramah menerima kehadiran kaum muslimin. Terlebih banyak di antara mereka yang masih menganut ajaran Nasrani yang murni. Kemurnian itu membuat keyakinan mereka sesungguhnya nyaris tak ubah keyakinan Islam itu sendiri. Dalam keyakinan itu termasuk sebuah kepercayaan akan datangnya Nabi akhir zaman dan Nabi itu tak lain adalah Muhammad saw.

Semua yang Rasulullah saw. lakukan, tak lain adalah jalan menuju sebuah poros pergerakan dakwah yang paling krusial, yaitu hijrah. Maka beberapa kejadian hijrah pada masa awal Islam yang berakhir pada hijrah ke Madinah menjadi bentangan ufuk untuk menyambut terbitnya Islam.

JUDUL BUKU                      : Mutiara Hikmah Sejarah Rasulullah

PENULIS                               : Abu Umar Basyir

PENERBIT                           : Shafa Publika

JUMLAH HALAMAN          : 304

Diresume oleh Halimatussa’diyah semester VI

Leave a Reply