Mengenal Secara Singkat Mazhab Asy’ariyah dan Maturidiyah

Mengenal Secara Singkat Mazhab Asy’ariyah dan Maturidiyah

Ma’had Aly – Seiring berjalannya waktu, kehidupan manusia pun berubah, begitu juga pemikiran manusia yang banyak berubah. Dan muncul berbagai macam golongan aliran pemikiran dalam dunia Islam telah memberikan warna tersendiri di dalamnya. Dan pemikiran-pemikiran ini mulai bermunculan setelah wafatnya Rasulullah saw. Semua kemunculan pemikiran ini didorong oleh beberapa faktor, di antaranya adalah faktor politik yang terjadi saat kepemimpinan Sayyidina Ali dengan pengikut Muawiyyah, sehingga muncul golongan baru yang disebut Khawarij, muncul juga golongan lain kontra dengan golongan lainnya, dan kesemuanya ini berbeda pemikiran. Ada yang masih dalam koridor al-Qur’an dan Sunnah, tetapi ada juga yang jauh menyimpang dari al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw.

Ada beberapa golongan di kalangan umat Islam yang mulai bermunculan. Kelompok kelompok ini merasa bahwa mereka paling benar, dan cenderung menyalahkan yang lain karena tidak sependapat dengan golongan mereka.

Dari semua ini muncul perselisihan antara umat Islam di berbagai belahan dunia. Dari sinilah muncul tokoh pembaharu Islam yang sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw., yaitu Imam al-Asy’ari dan Imam Maturidi. Orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada Imam Asy’ari menyebut diri mereka dengan nama Asy’ariyah atau Asy’ariyin. Dan mereka yang menisbatkan dirinya kepada Imam Maturidi dengan nama Maturidiyah. Dan kedua golongan inilah yang disebut dengan “Ahlussunnah Wal Jama’ah”.

Sejarah Mazhab al-Asy’ariyah

Asy’ariyah merupakan sebuah paham teologis yang dibangun oleh Abul Hasan bin Ismail, yang dikenal dengan nama Asy’ari. Asy’ariyah sebagai bentuk penjabaran doktrin akidah Islam yang sangat dikenal pada masa itu. Mazhab al-Asy’ari adalah mazhab teologis yang dinisbatkan terhadap pendirinya, al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari. Mazhab ini diikuti mayoritas kaum muslim Ahlussunnah wal Jama’ah dari dulu hingga kini.

Golongan Ahlussunnah itu adalah mereka yang secara akidah mengikuti mazhab Abul Hasan al-Asy’ari dan dalam fikih mengikuti mazhab yang empat. Mazhab akidah yang kemudian dikenal dengan akidah Asy’ariyah diikuti oleh mayoritas ulama hadits ternama dan ulama fikih utama seperti Imam al-Baihaqi, Imam al-Ghazali, Imam Fakhrudin, dan beberapa imam lain.

Lahirnya Mazhab al-Asy’ari

Al-Imam Abu Hasan al-Asy’ari hidup pada paruh kedua abad ketiga dan paruh pertama abad ke 4 H. Pada saat ini kita bisa mengetahui beberapa peristiwa penting yang terjadi. Saat itu menjadi masa keemasan dalam dunia ilmu keislaman, terutama dalam ilmu teologi (pemikiran, pengetahuan ketuhanan). Masa ini adalah masa kebebasan berpikir bagi setiap orang, inilah yang membuat ilmu teologi mengalami perkembangan. Setiap orang boleh menyampaikan pandangannya terhadap suatu hal, dengan syarat mereka punya bukti dan argumentasi atas apa yang ia ucapkan.

Dari kebebasan berpendapat ini muncul berbagai aliran baru yang berkembang cukup pesat, yang menjadi tantangan dan ancaman bagi aliran yang sudah terdahulu muncul. Seperti yang dikatakan Abu al-Ma’ali Azizi bin Abdul Malik Syaidzalah (w. 494 H/ 1100 M ) berikut ini;

Setelah tahun 260 H berlalu, tokoh-tokoh ahli bid’ah angkat kepala dan masyarakat awam berada dalam ancaman, bahkan ayat-ayat agama mulai terhapus bekasnya dan bendera kebenaran mulai terhapus kabarnya”.

Dari apa yang telah disampaikan di atas ini mengabarkan kepada kita bahwa sudah merebaknya sekte aliran-aliran dalam Islam yang terjadi pada paruh kedua abad 3 H. Dan aliran bid’ah yang paling kuat saat itu adalah Mu’tazilah yang hampir dijumpai di setiap daerah saat itu.

Merebaknya aliran bid’ah ini ditandai dengan menguatnya aliran Mu’tazilah sejak memperoleh dukungan dari tiga Khalifah bani Abbasiyah sebelum al-Mutawakkil, yaitu Khalifah al-Ma’mun, al-Mu’tasim, dan al-Watsiq. Dan aliran Mu’tazilah lebih berkembang setelah meninggalnya al-Mutawakkil, perkembangan pesat ini menjadikannya ideologi sebagian sekte aliran seperti Khawarij, Syiah, di berbagai daerah.

Menyebarnya aliran Mu’tazilah inilah yang menyebabkan benturan yang terjadi diantara ulama fikih dengan ulama ahli hadits yang perhatiannya tercurahkan kepada ilmu agama dengan dalil dan argumentasi yang didasarkan pada tafsir al-Qur’an, hadits, ijma’, dan analogi (qiyas).

Dari maraknya perkembangan aliran Mu’tazilah inilah lahir beberapa ulama yang tampil menengahi antara Ahlussunnah dengan Mu’tazilah yaitu al-Imam Abu Mansur al-Maturidi al-Hanafi (w. 333 H/ 944 M) yang tinggal di Samarkand, Uzbekistan, dan Imam Abu Ja’far at-Thahawi al-Hanafi (239-321 H/ 853-933 M) dimana mereka sejalan dan sependapat dengan al Imam Asy’ari yang ingin memadukan antara Ahlussunnah dengan Mu’tazilah. Hanya saja dari gerakan pemikiran keduanya ini (al-Maturidi dan Abu Ja’far), hanya gerakan al-Maturidi yang bermetamorfosa menjadi mazhab teologi dalam dunia Islam.

Biografi  Abu al-Hasan alAsy’ari ( 260-330 H/ 873-947 M )

Nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan Ali bin Ismail bin Abi Bisyri Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asy’ari. Nama Asy’ari merupakan nisbat kepada Asy’ar, nama seorang lelaki dari suku Qahthan yang kemudian menjadi nama suku dan tinggal di Yaman. Dari suku inilah lahir Imam Asy’ari yang dikenal alim, sehingga termasuk fuqaha’ di kalangan para sahabat Nabi Muhammad saw. Imam Asy’ari lahir pada 22 tahun sebelum Hijriyah dan wafat tahun 44 Hijriyah/ 665 Masehi.

Sejarah Mazhab Maturidiyah

Aliran Maturidiyah didirikan oleh Abu al-Mansur al-Maturidi. Aliran ini hampir sama seperti aliran Asy’ariyah, yaitu sebagai penolakan terhadap pemikiran Mu’tazilah yang tidak sesuai dengan al-Qur’an dan sunnah yang ditinggalkan oleh Rasulullah saw. Walaupun pandangan keagamaan yang dianut oleh al-Maturidi hampir sama dengan Mu’tazilah.

Dalam buku yang diterjemahkan oleh Abd Rahman Dahlan dan Ahmad Qari menjelaskan bahwa pendiri aliran Maturidiyah yakni Abu Mansur Al-Maturidi yang kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini.

Dalam aliran ini argumentasi dan dalil aqli kalami selalu digunakan dalam membantah perselisihan seperti Mu’tazilah, Jahmiyah dan lain-lain untuk menetapkan hakikat agama dan akidah islamiyah.

Pemikiran Maturidiyah

  • Akal dan wahyu

Menurut al-Maturidi mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal.

  • Perbuatan manusia

Segala sesuatu yang berkaitan dengan perbutan manusia, dan segala sesuatu ciptaan itu kehendak Allah swt., dengan demikian tidak ada pertentangan dengan kodrat Allah swt. yang menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiar yang ada pada manusia. Kemudian karena daya diciptakan dalam diri manusia dan perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan manusia sendiri dalam arti yang sebenarnya, tentu daya itu juga daya manusia.

  • Sifat Tuhan

Allah swt. itu memiliki sifat-sifat seperti kalam, sama’, bashar dan sebagainya itu mulzamah (suatu keharusan) bagi Allah swt. Tuhan sekalian semesta alam.

  • Melihat Tuhan

Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia  kelak di akhirat dapat melihat Tuhan.

Referensi

Al Hafizh ibn Asakir, Tabyin Kidzb al-Muftari, Damaskus: At-Taufiq, 1347 H.

Hamad dan Fauzi al-Anjari Sinan,  Ahlusunnah al-Asy’ariyah.

Muhammad Abdul Mujieb, dkk, Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali Mudah memahami dan Menjalankan Kehidupan Spiritual, Jakarta: Hikmah PT Mizan Publika, 2009.

Muhammad Ibnu Khaldun, Muqaddimmah Ibnu Khaldun.

Tim Aswaja NU Center PWNU Jatim, Khazanah Aswaja, Surabaya: Aswaja NU Center PWNU Jatim, 2016.

 

Oleh : Nur Sa’adah Sugiati, Semester VI

Leave a Reply