MAHADALYJAKARTA.COM- Pada Senin, 2 September 2024, diselenggarakan acara Mastama (Masa Ta’aruf Mahasantri) di Pendopo lantai 2 Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta. Kegiatan ini diawali dengan pembukaan Mastama yang berlangsung dari pukul 09.00 hingga 11.30. Acara dimulai dengan pembacaan Surah Al-Fatihah, dilanjutkan dengan tilawah Al-Qur’an, serta menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Hymne Mahad Aly.
Di antara tamu undangan yang hadir adalah Pengasuh Pondok Pesantren, KH. Mahrus, Ibu Nyai Hj. Nur Jazilah, Ning Zidna, Ning Nurul Izzah, para mudir Ma’had Aly, serta beberapa ustaz dan ustazah. Pembawa acara memandu jalannya kegiatan dalam bahasa Arab dari awal hingga akhir. Seusai menyanyikan Hymne Ma’had Aly, acara dilanjutkan dengan sambutan dari Ketua BEM MAS 2024 yang juga disampaikan dalam bahasa Arab.
Ahmad Mahrus Iskandar, B.Sc., memberikan sambutan kepada mahasantri baru dengan sangat antusias. Beliau menuturkan bahwa mahasantri tidak terlepas dari perjuangan para ulama. Para masyayikh membangun sebagian pesantren mereka dengan manhaj/metode khusus bagi santri kelas atas, namun tetap berada di dalam pesantren dan mengikuti peraturan pemerintah. Tujuannya adalah agar pemerintah mengakui keberadaan mahasantri sebagai generasi penerus bangsa yang memiliki ciri khas tersendiri.
Beliau juga menyampaikan bahwa di antara para ulama yang membimbing mahasantri adalah KH. Nur Muhammad Iskandar, S.Q. Pada tahun 2015, Ma’had Aly akhirnya diakui oleh pemerintah untuk dikembangkan menjadi pusat kaderisasi ulama. Namun, sebagai generasi penerus bangsa yang berilmu, kita juga harus mengutamakan adab. Sebab, ilmu yang dibarengi dengan adab akan membawa manfaat, sedangkan ilmu tanpa adab akan mendatangkan kerusakan.
Selain wejangan dari Gus Mahrus, Lora Husein Basyaiban juga memberikan motivasi tentang cara menjaga diri dari gemerlapnya dunia luar, khususnya bagi para gen-z. Ia mengatakan, “Saya juga sebenarnya sangat sulit untuk menghindari diri dari godaan dunia luar. Karena saya memiliki penghasilan yang melebihi orang-orang seusia saya, privilage yang baik, dan sebagainya. Pada akhirnya, saya menyadari bahwa yang menyelamatkan saya dari godaan luar bukanlah sekadar dengan ngaji saya.”
“Ada beberapa variabel yang membantu kita tercegah dari godaan dunia luar, seperti shalat, doa dari para kyai, dan sebagainya. Namun, ada satu hal yang paling berpengaruh, yaitu pertemanan yang baik,” lanjutnya. “Dari teman, kita bisa terpengaruh. Misalnya, jika teman kita sombong, kita bisa ikut sombong. Jika teman kita kaya, kita juga bisa ikut kaya. Dan jika teman kita saleh, kita pun akan ikut saleh juga.”
Pemuda yang kerap disapa Kadam Sidik pun menceritakan kisahnya saat berada di Cianjur. “Saya memang suka membaca sejak SMA, tetapi bukan berarti saya terlalu kutu buku. Pernah kemarin saya pergi ke Cianjur. Di sana, banyak sekali orang-orang yang sangat rajin membaca. Bahkan, ada peraturan di sana bahwa saya harus membaca minimal 50 halaman dalam satu hari.
Di situ, saya merasa sangat kesulitan. Namun, karena lingkungan saya dipenuhi dengan orang-orang yang suka membaca, itu menimbulkan semangat dalam diri saya untuk membaca. Minimal, saya tidak ingin malu kepada teman-teman saya. Akhirnya, dalam waktu satu bulan, saya sudah terbiasa membaca 50 halaman dalam satu hari.
Dari sini, saya bisa menyimpulkan bahwa teman yang baik sangatlah penting. Kita harus mencari teman yang baik, yang selalu mengingatkan kita,” tuturnya.
Acara pun ditutup dengan doa yang dipimpin oleh Bu Nyai H. Nur Jazilah, kemudian dilanjutkan dengan sesi foto bersama. Kegiatan berjalan dengan lancar dan khidmat.
Kontributor: Leni Ajeng Musafiroh