Rapat Panja Komisi VIII DPR RI : Ma’had Aly Minta Pengawalan Anggaran Pendidikan Tinggi Pesantren

Rapat Panja Komisi VIII DPR RI : Ma’had Aly Minta Pengawalan Anggaran Pendidikan Tinggi Pesantren

Jakarta – Kiai Nur Salikin, salah satu Badan Pengurus Harian Asosiasi Ma’had Aly se-Indonesia (BPH AMALI) mengajukan beberapa poin terkait rasionalisasi kebuthan program kepada Panja (Panitia Kerja) Komisi VIII DPR RI. Program tersebut mencakup dua poin besar, yakni terkait Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sarana dan Prasana yang ada di Ma’had Aly. Hal ini ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat yang diadakan oleh Panja Komisi VIII DPR RI mengenai Pengawasan Pendidikan Keagamaan di ruang rapat Komisi VIII DPR RI, Jakarta Pusat. Rabu (15/6/22).

“Yang pertama sumber daya manusianya, terkait regulasi dosen dan setifikasi dosen, kami mohon betul untuk dikawal, ini status dosen Ma’had Aly itu belum diperjelas karena belum ada regulasi, apalagi sertifikasi dosen. Karena, kalau dosennya aman, insyaallah pasti santrinya juga aman,” tutur Mudir (Rektor) Ma’had Aly Sa’iidusshiddiqiyah Jakarta memulai pengajuan.

Selanjutnya masih terkait SDM, poin yang kedua adalah peningkatan mutu dosen. Perlunya aturan jelas terkait Akses Dana Abadi Pesantren, sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan SDM dosen dan alumni Ma’had Aly, khususnya untuk melanjutkan S2/S3.

“Mohon maaf, saya (red-di tahun) 2021 itu sebenarnya senang karena ada Perpres (Peraturan Presiden) terkait Dana Abadi Pesantren, tetapi tidak terkucur sama sekali untuk peningkatan SDM dosen di Ma’had Aly, undang-undangnya jelas menyebut Ma’had Aly,” tegas Kiai kelahiran Grobogan tersebut.

Poin yang ketiga yang diajukan adalah bahwasannya perlu adanya benchmarking (penolokukuran) dan short course (kuliah/pendidikan singkat) untuk menambah wawasan para dosen dan pemangku kepentingan Ma’had Aly guna membenahi kualitas SDM Ma’had Aly.

Yang keempat adalah terkait perlunya bantuan penyelenggaraan Bahtsul Masail dan pengembangan mahasantri (terutama dalam bidang multimedia), karena kedua hal tersebut termasuk program utama Ma’had Aly untuk memberikan respon cepat terhadap masalah-masalah masyarakat.

“Kemarin dikukuhkan oleh Menteri Agama namanya Majelis Masyayikh, BAN-PT (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi) Ma’had Aly. Karena kita memang berbasis khusus, yakni turats (kitab kuning), insyaallah tidak ada radikal dengan berbasis kitab kuning, makanya berbeda akreditasinya,” jelas salah satu dosen Ma’had Aly Sa’iidussiddiqiyah Jakarta tersebut.

Itulah poin kelima yang ia angkat, yakni bahwasannya harus ada fasilitas pendampingan penjaminan mutu Ma’had Aly melalui Majelis Masyayikh (BAN-PT) untuk meningkatkan dan mengontrol kualitas lulusan.

“Majelis Masyayikh itu sudah diketok palu oleh Pak Menteri, namun kelihatan anggarannya masih pending entah ke mana? Majelis Masyayikh itu dipimpin para kiai sepuh yang mengawal, ibaratnya garis besar haluan Ma’had Aly. Ini saya bingung sudah diketok tapi anggarannya mentok,” imbuh Kiai Salikin.

Kemudian terkait sarana dan prasarana, Kiai Salikin mengungkapkan tentang minimnya bantuan dari pemerintah dalam memberikan bantuan. Baik ruang kelas, rehabilitasi, perpustakaan ataupun fasilitas lain sebagai penunjang pembelajaran. Di mana hampir semua Ma’had Aly di Indonesia menggunakan ruang belajar seadanya dan belum memiliki fasilitas yang memadai. Padahal jelas, Ma’had Aly merupakan lembaga Pendidikan Keagamaan yang harus dijamin dan difasilitasi oleh pemerintah dalam UU Pesantren tahun 2019.

Masih dalam sesi yang sama, Kiai Salikin juga menjelaskan mengapa poin-poin di atas tersebut penting untuk dibahas. Hal tersebut dikarenakan Ma’had Aly merupakan lembaga kaderisasi pesantren, Ma’had Aly adalah ruhnya pesantren. Disebut ruhnya pesantren dikarenakan mahasantri Ma’had Aly rata-rata akan mengajar di pesantren. Itu berarti jika Ma’had Aly terkoyak, maka pasti pesantren juga akan terkoyak. Berdasarkan data emis terbaru (update per-30 Mei 2022) disebutkan bahwa di dalam Ma’had Aly terdapat 15.899 mahasantri, 1178 dosen, dan terdapat pada 74 kampus/pesantren. Hal ini berarti jika dirata-rata setiap pesantren mempunyai 3000 santri, maka totalnya ada 222.000 santri aktif. Belum terhitung pesantren-pesantren dengan skala lebih besar seperti Pesantren Lirboyo (23.000 santri), Ploso (18.000 santri), Situbondo (13.000 santri), dan lain-lainnya. Artinya, ketika kita mengubah mahasantri dalam artian memberikan fasilitas yang terbaik untuk mereka, ini berarti kita bisa membenahi sekian ratus ribu orang.

“Makanya mumpung kami ada di sini saya mohon betul untuk mengawal, insyaallah pasti maslahatnya banyak, untuk persatuan Indonesia,” pinta Kiai Salikin.

Pada kesempetan tersebut, Kiai Salikin juga mengucapkan beribu-ribu terima kasih karena sudah diundang dan diikutsertakan dalam Rapat Dengar Pendapat yang diadakan Panja Komisi VIII DPR RI ini. Selain Kiai Nur Salikin sebagai Mudir (Rektor) Ma’had Aly Sa’iidussiddiqiyah Jakarta, turut hadir pula dalam rapat tersebut Rektor UIN Sunan Gunung Jati Bandung-Jawa Barat, Rektor IAIN Pontianak-Kalimantan Barat, Rektor Institut Agama Kristen Ambon-Maluku, Rektor Sekolah Tinggi Agama Budha Negeri Sriwijaya Tangerang, Rektor Institut Agama Hindu Negeri Gde Pudja Mataram-NTB, dan Pimpinan Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri Pontianak Kubu Raya-Kalimantan Barat.

 Pewarta: Mamluatul Hidayah

Leave a Reply