ArtikelSejarah

Lentera Islam di Malagasy: Sejarah dan Dinamika Sosial Keagamaan di Selatan Afrika

MAHADALYJAKARTA.COM—Pernahkah anda menonton film The Penguins of Madagascar? Film yang mengisahkan kehidupan hewan kebun binatang beserta 4 pinguin cerdas tersebut cukup populer di kalangan anak-anak. Film berlatar di sebuah pulau yang bernama Madagaskar. Ternyata Pulau Madagaskar yang menjadi latar tempat film kartun tersebut benar-benar ada, lho. Bahkan islam pun sempat tumbuh subur di pulau Malagasy tersebut. 

Madagaskar adalah pulau terbesar keempat di dunia. Selain pulau utama, beberapa pulau kecil di sekitarnya juga diklaim oleh republik ini, yaitu Pulau Juan de Nova, Pulau Europa, Kepulauan Glorioso, Pulau Tromelin Island, dan Bassas da India. Walau secara geografis berdekatan dengan Afrika, sejarah geologi, biologi, dan demografi Madagaskar berbeda dengan wilayah daratan utama benua itu.

Madagaskar dihuni oleh sekitar 22 juta jiwa. Dari jumlah itu, menurut CIA Factbook, tujuh persennya adalah Muslimin. Berbeda dengan data dari Islamic Focus Newspaper yang menyebut, jumlah Muslimin di Madagaskar mencapai 10 persen hingga 15 persen dari total populasi. Sementara PEW Research Center menyatakan, terdapat sekitar 215 ribu Muslim di pulau ini.

Terlepas dari ketepatan jumlah Muslimin di Madagaskar, eksistensi Islam di negara bekas jajahan Prancis tersebut tak perlu diragukan. Populasi Muslim sebagian besar tinggal di bagian barat pulau yang dulu bernama Republik Malagasy tersebut.

Islam masuk ke Madagaskar melalui serangkaian gelombang migrasi dan perdagangan. Para pedagang, ulama, dan pelaut Muslim dari dunia Arab, Persia, dan Kepulauan Melayu memainkan peranan besar dalam penyebaran agama Islam ini. Interaksi yang damai dan berkelanjutan antara para pendatang Muslim dan masyarakat pribumi menciptakan hubungan yang harmonis dan berimbas pada kehidupan masyarakatnya yang tersentuh oleh Islam.

Hingga saat ini, jejak Islam masih terlihat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Madagaskar, termasuk dalam bahasa, adat istiadat, serta sistem kepercayaan. Namun demikian, penyebaran dan eksistensi Islam di pulau ini tidak terlepas dari tantangan, baik yang berasal dari dalam komunitas Muslim sendiri maupun dari luar.

Awal Masuknya Islam

Kehadiran Islam di Madagaskar diawali oleh gelombang migrasi umat Muslim dari Semenanjung Arab sekitar abad ke-6 hingga ke-9 Masehi. Mereka datang untuk berdagang. Melalui jalur laut yang menghubungkan Teluk Persia dengan pesisir timur Afrika, para Pelaut Muslim akhirnya berlabuh di Madagaskar. Para pendatang ini membawa serta ajaran Islam, yang kemudian ditularkan kepada masyarakat lokal yang masih memeluk animisme.

Para pendatang Muslim tersebut tidak hanya berdakwah, tetapi juga menjalin hubungan sosial dan ekonomi dengan penduduk setempat. Mereka menikah dengan penduduk lokal, membentuk komunitas, dan mendirikan masjid-masjid serta madrasah. Hal ini memperkuat posisi Islam sebagai agama yang hidup dan berkembang secara damai di tengah masyarakat Madagaskar.

Selain dari Arab, Islam juga masuk ke Madagaskar melalui para pedagang dari Melayu pada abad ke-10. Kelompok ini diyakini sebagai pihak yang memberi nama “Wak Wak” kepada Madagaskar, sebagaimana disebutkan dalam banyak literatur Arab klasik. Kehadiran mereka menunjukkan bahwa jaringan perdagangan maritim Nusantara turut berperan dalam penyebaran Islam di wilayah Samudra Hindia.

Gelombang ketiga datang dari Persia. Mereka membawa serta budaya dan peradaban Islam yang lebih maju. Mereka meninggalkan berbagai peninggalan budaya, termasuk manuskrip Arab, sistem pemerintahan kesultanan, dan warisan arsitektur ala Persia. 

Dengan demikian, kehadiran Islam di Madagaskar tidaklah terjadi dalam satu waktu, melainkan merupakan hasil dari proses panjang yang melibatkan berbagai bangsa dan budaya Muslim. Proses ini membentuk identitas keislaman yang unik di Madagaskar, yang merupakan perpaduan antara tradisi lokal dan ajaran Islam dari berbagai dunia Islam. 

Relasi Dengan Dunia Melayu

Salah satu hal yang menarik dari sejarah Islam di Madagaskar adalah hubungannya dengan dunia Melayu. Banyak suku asli Madagaskar, seperti suku Tanakarani dan Tasmihiti, memiliki akar genealogi yang mengarah ke Kepulauan Melayu. Hubungan ini diduga kuat terbentuk akibat migrasi pelaut Melayu yang akhirnya menetap di Madagaskar.

Pelaut Melayu yang dikenal memiliki kemampuan navigasi tinggi turut membawa serta ajaran Islam yang mereka anut. Mereka tidak hanya berdakwah, tetapi juga berkontribusi dalam membangun struktur sosial dan budaya di Madagaskar, seperti bahasa, pakaian, dan sistem kepercayaan masyarakat lokal yang banyak dipengaruhi oleh tradisi Melayu-Islam.

Kerjasama antara komunitas Muslim Madagaskar dan dunia Melayu berlanjut hingga era modern. Banyak pelajar dari Madagaskar yang menuntut ilmu ke Mekkah, Mesir, dan juga ke Nusantara. Mereka menjadi agen penting dalam revitalisasi ajaran Islam di pulau ini.

pada masa kolonial, Belanda banyak mengangkut para buruh dan pekerja dari Nusantara ke Afrika Selatan dan Madagaskar. Mayoritas para pekerja dan buruh beragama islam sehingga mereka turut berperan dalam islamisasi di ujung benua Afrika dan Pulau Madagaskar. 

Koneksi historis ini menunjukkan bahwa Islam di Madagaskar bukanlah entitas yang terpisah dari perkembangan Islam di Asia Tenggara. Sebaliknya, ia merupakan bagian dari jaringan keislaman yang aktif membentuk identitas budaya dan keagamaan masyarakat Madagaskar.

Identifikasi dalam Literatur Arab Klasik

Kepulauan Madagaskar dikenal dalam literatur Arab klasik dengan dua nama utama: “Jazā’ir Wāq al-Wāq” dan “Jazā’ir al-Qamr”. Nama-nama ini muncul dalam berbagai karya pengembara dan ilmuwan Muslim seperti Al-Qazwīnī, Al-Idrisi, dan Al-Damshiqī, serta kisah populer seperti “Alf Laylah wa Laylah”.

Kisah tentang wak wak sering kali bercampur antara fakta dan mitos. Misalnya, disebutkan bahwa penduduk kepulauan ini merupakan makhluk yang tergantung dari pohon, bersuara “wak wak”, dan dipimpin oleh ratu yang mengenakan mahkota emas. 

Al-Ya‘qūbī, seorang ahli geografi Muslim, menafsirkan bahwa istilah “wak wak” berasal dari bahasa lokal Madagaskar yang berarti rakyat, puak, atau tanah air. Selain itu, Madagaskar juga dikenal dengan sebutan “Jazā’ir al-Qamr” atau Kepulauan Bulan. Nama ini kini diwariskan menjadi nama Kepulauan Comoro yang terletak di sebelah utara Madagaskar. Nama ini sering disebut dalam catatan para ilmuwan Muslim seperti Al-Khawarizmī. Hal ini menunjukkan pentingnya wilayah ini dalam jaringan pengetahuan dan geografi Islam.

Penamaan dan deskripsi Madagaskar dalam literatur Arab klasik mencerminkan bagaimana dunia Islam memandang wilayah ini sebagai bagian dari peradaban global Islam. Meskipun terdapat unsur mitologis, catatan-catatan ini memberikan gambaran awal tentang eksistensi komunitas Muslim di Madagaskar dan pentingnya wilayah ini dalam peta Islam.

Persebaran Islam dan Pembentukan Kesultanan

Seiring dengan berkembangnya komunitas Muslim, Madagaskar terbagi menjadi beberapa kesultanan yang dipimpin oleh sultan Muslim. Terdapat empat kesultanan utama yang masing-masing memiliki sejarah dan pengaruhnya sendiri. Kesultanan Anjazisha dan Anjuann merupakan dua yang paling terkenal, dengan pusat kekuasaan di kota Muruni dan Musa Muda.

Para sultan di kesultanan tersebut memiliki silsilah yang mengarah ke Shiraz, Persia. Mereka mendirikan struktur pemerintahan yang berlandaskan syariat Islam dan memperkuat ajaran Islam di masyarakat. Kehadiran mereka membuktikan bahwa Islam tidak hanya berkembang secara spiritual, tetapi juga membentuk sistem politik dan hukum di Madagaskar.

Kesultanan ini juga menjadi pusat pendidikan Islam, dengan berpusat di madrasah dan masjid. Para ulama dari luar negeri, terutama dari Timur Tengah dan Afrika Timur, turut memberi kontribusi dalam pengembangan intelektual umat Islam di Madagaskar.

Namun, kekuasaan Islam mengalami tekanan besar ketika Perancis menjajah Madagaskar pada tahun 1896 M. Meski demikian, struktur sosial dan budaya yang telah dibangun tetap bertahan dan menjadi fondasi komunitas Muslim hingga saat ini.

Warisan Budaya Islam

Pengaruh Islam di Madagaskar tidak hanya terbatas pada aspek keagamaan, tetapi juga menyentuh budaya. Bahasa lokal penduduk Madagaskar banyak mengadopsi istilah Arab, terutama dalam konteks keagamaan, perayaan hari besar, dan kehidupan sehari-hari. 

Salah satu bentuk warisan budaya Islam yang penting adalah keberadaan naskah-naskah keagamaan berbahasa Arab yang diwariskan secara turun-temurun. Kitab suci Al-Qur’an, buku pengobatan, ilmu falak, dan kitab fikih menjadi bagian penting dalam kehidupan keagamaan masyarakat Muslim di Madagaskar.

Selain itu, budaya Islam juga tercermin dalam tata cara berpakaian, sistem kalender, dan bahkan jenis makanan tertentu yang mengikuti prinsip halal. Surat kabar bernama Qamar al-Dīn yang terbit dalam bahasa Arab dan Malagasi menunjukkan adanya tradisi intelektual Islam yang hidup di Madagaskar.

Warisan musik dan seni Islam juga berkembang, dengan alat musik dan lagu-lagu bernuansa religius yang dipengaruhi oleh budaya Arab dan Afrika. Budaya ini menunjukkan proses akulturasi yang harmonis antara nilai-nilai Islam dan tradisi lokal Madagaskar.

Kesimpulan

Islam di Madagaskar adalah bagian tak terpisahkan dari sejarah panjang interaksi budaya, perdagangan, dan dakwah di kawasan Samudra Hindia. Melalui tiga gelombang migrasi dari Arab, Persia, dan dunia Melayu, Islam membentuk identitas religius dan budaya masyarakat Madagaskar.

Jejak Islam tampak nyata dalam bahasa, seni, arsitektur, sistem pemerintahan, hingga manuskrip kuno yang diwariskan secara turun-temurun. Kesultanan-kesultanan Islam yang pernah berdiri menjadi simbol kekuatan politik dan budaya umat Islam di masa lampau.

Tantangan dari kolonialisme, penyimpangan ajaran, dan dominasi agama lain sempat melemahkan eksistensi Islam. Namun, dengan hadirnya para ulama dan pusat dakwah, Islam kembali bangkit dan menjadi kekuatan sosial yang signifikan.

Madagaskar menunjukkan bahwa Islam mampu tumbuh di berbagai belahan dunia, bahkan di pulau terpencil sekalipun, selama terdapat interaksi yang damai, pendidikan yang berkelanjutan, dan semangat kebersamaan dalam satu akidah. 

Referensi: 

Al-Attas, Sayid Muhammad Naquib. 1972. Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu. (Kuala Lumpur: ABIM).

Lapidus, Ira M. 2002. A History of Islamic Societies. (Cambridge: Cambridge University Press).

Ricklefs, M.C. 2007 Sejarah Islam di Asia Tenggara. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar).

Reid, Anthony. 1988. Southeast Asia in the Age of Commerce, 1450–1680. (New Haven: Yale University Press)

Trimingham, J. 1964. Spencer. Islam in East Africa. (Oxford: Clarendon Press). 

Rosyidin, Muhammad Abror, Cahaya Islam di Negeri Bangsa Malagasy, Madagaskar. https://tebuireng.online/cahaya-islam-di-negeri-bangsa-malagasy-madagaskar/ Diakses pada tanggal 12 Mei 2025, pukul 15.27 WIB.

Kontributor: Muhammad Fathul Bari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *