Komplotan Budak Penyelamat Peradaban Islam

Komplotan Budak Penyelamat Peradaban Islam

Ma’had Aly – Mengutip dari buku Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II karya dari Badri Yatim, bahwa berakhirnya dinasti Saljuk atas Baghdad atau khalifah Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima, di mana pada periode ini khalifah tidak lagi berada di bawah kekuasaan dinasti tertentu. Walaupun banyak dinasti-dinasti kecil yang berdiri diluar kepemimpinan Abbasiyah. Kekuasaan khalifah semakin menyempit dan hal ini menunjukkan kelemahan politik sebuah dinasti. Faktor-faktor kemunduran ini tidak datang secara tiba-tiba, benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya saja pada periode ini khalifahnya sangat kuat sehingga benih-benih kehancuran itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan bani Abbas apabila khalifah kuat, para menteri atau wazir cenderung beperan sebagai pegawai sipil dan jika khalifah lemah mereka akan mengatur dan berkuasa dalam roda pemerintahan. Dan pada masa yang begitu memperihatinkan ini dimanfaatkan oleh tentara Mongol dan Tartar guna untuk menyerang Baghdad.

Mengutip dari buku Sejarah Islam karya daripada Ahmad al-Usairy bahwa pada tahun 1258, Baghdad dapat direbut oleh tentara Mongol, penyerangan ini dipimpin oleh Hulagu Khan dengan pasukan yang sangat besar. Sementara itu khalifah al-Mu’tashim yang memimpin dinasti Abbasiyah kala itu spontan menyerah dan mendatangi base pasukan Mongolia. Sesampainya khalifah beserta rombongan di base pasukan Mongol, Hulagu Khan membunuh khalifah dan orang-orang yang datang bersamanya kemudian Hulagu Khan mengizinkan pasukannya untuk melakukan apa saja di Baghdad, sehingga Baghdad dihancurkan tanpa perlawanan yang berarti. Peradaban Islam yang berada di genggaman dinasti Abbasiyah dan karya-karya para khalifah dan ulama dibuang ke sungai yang mengalir sehingga air sungai tersebut berubah warnya menjadi hitam, rumah-rumah dibakar, dan bayi-bayi dibunuh. Tragedi tersebut berlangsung terjadi selama 40 hari lamanya, sementara orang-orang yang menjadi korban pembunuhan ini mencapai angka dua juta orang. Ini merupakan masa kehancuran dinasti Abbasiyah di awal babak baru dalam sejarah Islam yang disebut dengan masa pertengahan.

Pada masa runtuhnya dinasti Abbasiyah ini pasti banyak yang mengira bahwasannya peradaban Islam telah usai karena telah di porakporandakan oleh bangsa Mongol dan Tartar. Sementara bangsa ini terkenal kesadisan dan kebengisnya, akan tetapi ada sebuah dinasti para budak di daerah Mesir yang bernama Dinasti Mamluk. Mengutip dari buku Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II karya Badri Yatim, mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa dinasti Ayyubiyah sebagai budak, kemudian mereka dididik dan dijadikan tentara. Mereka berasal dari berbagai suku dan bangsa sehingga mereka menciptakan satu tatanan Oligarki militer di wilayah asing.

Mengutip dari buku History of Arabs karya Philip K. Hitti bahwasannya pondasi kekuasaan Mamluk diletakkan oleh Syajar al-Durr, ia adalah salah seorang janda dari al-Shalih dinasti Ayyubiyah yang tadinya merupakan salah seorang budak yang berasal dari Armenia, Turki. Pada awalnya ia seorang pengurus rumah tangga dan salah satu harem (selir) khalifah al-Musta’shim kemudian ia mengabdi kepada as-Shalih, khalifah dari dinasti Ayyubiyah dan ia yang membebaskan Syajar al-Durr setelah melahirkan anak laki-laki. Dikatakan bahwa ia pernah mengirimkan catatan penting kepada amir-amir di Mesir yang berbunyi: “Jika engkau tidak punya orang untuk mengatur, kabari kami dan kami akan mengirimkannya untukmu.”

Selama 80 hari lamanya, sultanah itu satu-satunya penguasa wanita muslim di kawasan Afrika Utara dan Asia Barat dan mempertahankan kedudukannya sebagai penguasa tunggal atas wilayah yang pernah melahirkan Cleopatra dan Zenobia.

Ketika para amir memilih kerabatnya, yang juga panglima utama kerajaan (atabeg al-askar), Izzuddin Aybak sebagai sultan, maka ia memutuskan untuk menikah dengannya. Pada tahun-tahun pertama pemerintahannya, Aybak sibuk mengikis legitimasi Ayyubiyah di Suriah, memecat raja-raja cilik al-Asyraf, dan mengatasi pengaruh seorang jendral yang menyaingi kepopulerannya karena sukses melawan Louis IX. Pada saat yang bersamaan, ratu tidak hanya berbagi kekuasaan tapi juga mendominasi khalifah. Akhirnya, karena mendengar desas-desus bahwa sultan berencana untuk menikah lagi, ia membunuh suaminya ketika mandi, setelah suatu pertandingan bola di istana raja di dalam kompleks benteng pertahanan Kairo. Setelah peristiwa itu terjadi, dikatakan bahwa ia dipukuli habis-habisan sampai mati dengan sepatu kayu oleh beberapa budak wanita istri Aybak yang pertama dan tubuhnya dilemparkan dari atas menara.

Mengutip dari buku Sejarah Islam karya daripada Ahmad al-Usairy, sepeninggal Izzuddin Aybak orang-orang Mamluk tidak terima kemudian mereka membalas dendam dengan membunuh Syajar al-Durr pada tahun 655 H/1257 M. Setelah meninggalnya sultan dan sultanah tersebut kemudian naik tahtalah Nuruddin bin Izzuddin Aybak, saat itu umur Nuruddin masih begitu muda dan tak lama ia mengundurkan diri pada tahun 1259 M dan digantikan oleh wakilnya yaitu Qutuz, lalu Qutuz naik tahta dan Baybars mengasingkan diri ke Syiria karena tidak senang dengan kepemimpinan Aybak kembali ke Mesir. Dan pada tahun 1258 M bangsa Mongol menyerang Baghdad.

Mengutip dari buku Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II karya dari Badri Yatim, walaupun kota Baghdad sudah dihancurkan, Hulagu Khan ingin memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke daerah Syiria dan Mesir. Kemudian dari Baghdad pasukan Mongol menyeberangi sungai Eufrat menuju Syiria kemudian melintasi Sinai, Mesir. Pada tahun 1260 M, mereka berhasil menduduki wilayah Nablus dan Gaza. Saat itu pula panglima tentara Mongol yang bernama Kitbugha mengirim utusan ke Mesir, supaya sultan Qutuz  yang menjadi kerajaan Mamalik di sana menyerah. Akan tetapi permintaan itu ditolak oleh sultan Qutuz bahkan utusannya Kitbugha dibunuhnya.

Dari ulah Qutuz tersebut menimbulkan kemarahan di kalangan tentara Mongol. Dan kemudian Kitbugha melintasi Yordania menuju Galilie. Kemudian pada tanggal 15 Ramadhan tahun 658 H/1259 M pasukan ini bertemu dengan pasukan Qutuz dan Baybars di lembah Ain Jalut (dekat Nablus di Palestina). Dalam pertempuran ini, Baybars memimpin barisan paling depan dan menetapkan dirinya sebagai panglima perang meski komando tetap dipegang oleh Qutuz hingga akhir pertempuran. Berdasarkan penjelasan Ade Gumilar, Dosen Tarikh Khulafa Ma’had Aly Jakarta bahwasanya strategi yang digunakan dinasti Mamalik dalam menghadapi bangsa Mongol ialah strategi yang biasa digunakan musuhnya sendiri yaitu pura-pura kalah dan ditarik ke tempat terpencil lalu dikepung. Sehingga dari sinilah bangsa Mongol berhasil dikalahkan oleh para budak, di mana perang ini merupakan peristiwa besar dalam sejarah Islam dan hal ini merupakan kemenangan pertama orang Islam menghadapi bangsa Mongol. Dan mereka berhasil memecahkan mitos yang mengatakan “Mereka (bangsa Mongol) tidak akan terkalahkan.”

Tidak lama setelah itu Qutuz meninggal dunia, dan Baybars, salah seorang panglima militer yang sangat tangguh dan cerdas diangkat oleh pasukannya untuk menjadi sultan (1260-1277 M). Ia adalah salah seorang sultan yang termasyhur di antara 47 sultan Mamalik. Ia juga yang dipandang sebagai pembangun hakiki dinasti Mamalik.

Sejarah dinasti Mamluk atau Mamalik ini yang berlangsung sampai tahun 1517 M, dan ketika dinasti ini dikalahkan oleh kerajaan Usmani, dinasti ini dibagi menjadi dua periode. Periode pertama, kekuasaan Mamluk Bahri sejak berdirinya (1250 M) dan periode kedua kekuasaan Mamluk Burji, sejak berkuasanya Burquq untuk kedua kalinya pada tahun (1389 M) sampai kerajaan ini dikalahkan oleh kerajaan Utsmani pada tahun (1517 M).

 

Oleh Ahmad Rifa’i Fadlillah, Semester VI

Leave a Reply