ArtikelSejarah

Islam Aljazair: Sejarah Penaklukan Hingga Transformasi Wajah Islam Afrika Utara

MAHADALYJAKARTA.COM—Di tengah hamparan gurun dan pegunungan luas di Aljazair, tersimpan sebuah kisah yang telah bertahan lebih dari seribu tahun, kisah tentang sebuah agama yang membawa perubahan besar, menggoyahkan struktur sosial, dan meninggalkan warisan yang tak terlupakan. Ketika pasukan Arab menginjakkan kaki di tanah Aljazair pada abad ke-7, mereka tidak hanya datang dengan senjata, tetapi juga membawa ajaran Islam, sebuah kekuatan yang kelak akan membentuk ulang lanskap Afrika Utara.
Namun perjalanan Islam di Aljazair tidak berjalan mulus. Penaklukan itu juga disambut dengan perlawanan keras dari suku-suku Berber yang berusaha menjaga adat dan budaya mereka. Penyebaran Islam di wilayah ini tidak hanya melalui dakwah, tetapi juga melalui perjuangan yang menguji keteguhan dan semangat rakyat. Dari peperangan awal hingga perlawanan panjang terhadap kolonialisme Prancis yang berusaha menghapus jejak Islam, Aljazair tetap berdiri kokoh. Islam tidak hanya bertahan, tetapi menjadi dasar yang kuat bagi kebudayaan, sistem politik, dan identitas nasional yang melekat hingga kini.

Aljazair merupakan salah satu wilayah strategis di Afrika Utara yang mengalami proses Islamisasi kompleks sejak masa Khulafaur Rasyidin hingga era kesultanan Utsmaniyah. Masuknya Islam mengubah struktur budaya, sosial, dan politik masyarakat Berber. Namun, kolonialisme Prancis membawa perubahan drastis dengan menggantikan pendidikan Islam dengan sistem sekuler Eropa. Suku Berber merupakan penduduk asli dari Afrika Utara.

Di samping itu, perjalanan Islam di Aljazair tidak berjalan linier. Dinamika internal suku-suku Berber, gelombang dakwah dan tasawuf, serta intervensi kekuasaan kolonial Perancis pada abad ke-19 turut membentuk watak Islam yang khas di wilayah ini.

Kolonialisme tidak hanya menjadi tantangan terhadap keberlanjutan nilai-nilai Islam, tetapi juga menjadi pemicu resistensi berbasis agama dan identitas. Dengan latar belakang ini, warisan Islam di Aljazair bukan sekadar peninggalan sejarah, melainkan juga fondasi identitas nasional dan politik kontemporer.

Penaklukan Islam di aljazair

Islam masuk di wilayah Aljazair pada masa ekspansi Arab di bawah Khalifah Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan. Proses ini terus berlanjut di bawah kepemimpinan Dinasti Umayyah, yang mengutus Uqbah bin Nafi’ untuk mengukuhkan kekuasaan di Afrika Utara dan menaklukan kekuasaan Byzantium. Islamisasi Aljazair beriringan dengan arabisasi, perubahan struktur sosial suku Berber, dan integrasi Aljazair ke dalam dunia Islam global. 

Namun, rentetan kolonialisme dimulai dari Romawi, Funisia, hingga invasi ke Prancis pada abad ke-19 menandai babak baru sejarah Aljazair. Prancis tidak hanya menguasai tanah, tetapi juga memaksakan perubahan budaya dan Pendidikan yang berdampak Panjang pada identitas Islam di Kawasan tersebut.

Proses islamisasi di Aljazair tidak terjadi secara instan, melainkan berlangsung secara bertahap. Pada awalnya Suku Berber memberikan perlawanan sengit terhadap pasukan Arab. Namun, seiring berjalannya waktu melalui pendekatan politik, sosial, dan ekonomi suku Berber mulai menerima ajaran Islam.

Namun penaklukan tidak berlangsung mulus. Suku-suku Berber yang mendiami daerah pegunungan dan pedalaman memberikan perlawanan sengit, terutama di bawah pimpinan seorang pejuang Wanita legendaris Bernama Dihya al-Kahina. Ia berhasil menghimpun kekuatan lokal untuk sementara waktu mengusir pasukan Muslim.

Tapi pada akhirnya, setelah Dihya gugur sekitar tahun 702 M, kekuatan Islam menjadi menguat. Banyak kemudian suku Berber kemudian menerima ajaran Islam, bahkan ikut serta dalam perluasan wilayah Islam ke Spanyol (Andalusia) beberapa tahun kemudian.

Kota Tahert dan Tiaret juga mulai berkembang menjadi pusat penyebaran Islam yang penting di Aljazair. Kedua kota ini menjadi tempat bermukimnya para ulama, pedagang dan pemimpin agama yang menjadi pionir dalam penyebaran agama Islam. Salah satu tokoh penting dalam proses ini adalah kelompok Marabout (ulama sufi lokal) yang tidak hanya mengajarkan doktrin keagamaan, tetapi juga membimbing masyarakat dalam bidang pendidikan, sosial, dan bahkan perlawanan terhadap penjajahan di masa-masa berikutnya.

Perkembangan Dinasti Islam di Aljazair

Setelah Islam mengakar di kalangan suku Berber, berbagai dinasti lokal mulai bermunculan, menandai babak baru dalam sejarah politik dan keagamaan Aljazair. Setelah proses awal Islamisasi pada abad ke-7 dan 8 M, wilayah Aljazair memasuki fase penting dalam sejarah politik dan keagamaan, yakni masa berkembangnya dinasti-dinasti Islam lokal dan regional. 

Adapun Dinasti-dinasti ini tidak hanya mempertahankan ajaran Islam, tetapi juga memperkuat identitas politik dan budaya Islam di Afrika Utara. Keberadaan mereka menjadi perantara penting dalam mentransformasikan Islam dari agama pendatang menjadi kekuatan peradaban lokal yang berakar kuat.

Tak lepas dari peran pentingnya dalam penguatan Islam di Aljazair, beberapa dinasti tersebut juga berperan penting dalam membentuk keislaman pada wilayah-wilayah tertentu. Beberapa dinasti tersebut diantaranya yakni Dinasti Rustamiyah (776-909 M), sebagai dinasti Islam pertama yang berbasis di Tahert, Aljazair Barat terkenal dengan toleransinya, peran intelektualnya serta keterbukaan terhadap perdagangan lintas wilayah.

Setelahnya yaitu Dinasti Zirid, memperkuat jejak Islam di wilayah tengah Aljazair melalui kemajuan arsitektur dan intelektual terutama dengan pendirian kota Qal’a Bani Hammad yang kini diakui UNESCO.

Pada abad berikutnya, Aljazair berada dalam pengaruh dua kekuatan besar asal Maroko yaitu Almoravid dan Almohad. Dinasti ini menyatukan wilayah Maghrib, memperketat penerapan hukum Islam, dan membangun jaringan pendidikan dan perdagangan yang luas. 

Selepas kemunduran mereka, kekuasaan berpindah ke Dinasti Hafsid yang berbasis di Tunisia. Meski tak sekuat pendahulunya, Hafsid tetap mempertahankan peran Aljazair sebagai pusat ilmu dan spiritualitas hingga datangnya Dinasti Utsmani pada abad ke-16. Keberadaan dinasti-dinasti ini menjadi bukti bahwa Aljazair merupakan simpul penting dalam sejarah peradaban Islam di Afrika Utara.

Warisan Budaya Aljazair

Salah satu warisan paling mencolok dari Islam di Aljazair adalah arsitektur masjid yang megah dan bersejarah. Di ibu kota Aljir, berdiri Masjid Ketchaoua, sebuah masjid indah bergaya Moor Andalusia yang dibangun pada abad ke-17. Meskipun sempat dijadikan gereja oleh kolonial Prancis, masjid ini dikembalikan fungsinya setelah kemerdekaan dan kini menjadi simbol kekuatan identitas Islam Aljazair.

Tak jauh dari sana, terdapat Masjid Agung Aljir (Djamaa el Kebir), yang dibangun pada abad ke-11 oleh Dinasti Almoravid. Masjid ini adalah salah satu bangunan Islam tertua di Afrika Utara, mencerminkan kesinambungan keislaman yang telah berakar dalam sejarah bangsa.

Pada era modern, Aljazair juga membangun Djamaa El Djazair atau Masjid Agung Aljazair yang menjadi masjid terbesar ketiga di dunia. Masjid ini merupakan simbol kebangkitan Islam kontemporer dengan perpaduan desain arsitektur tradisional dan teknologi mutakhir.

Selain masjid, peninggalan Islam di Aljazair tampak nyata dalam bentuk lembaga-lembaga pendidikan tradisional seperti zawiya semacam pesantren atau madrasah. Beberapa zawiya terkenal seperti zawiya Sidi Boumediene di Tlemcen telah menjadi pusat ilmu dan spiritualitas selama ratusan tahun. Para ulama dan muridnya menyebarkan ajaran Islam ke berbagai pelosok Aljazair, bahkan hingga ke kawasan Sahara dan Afrika Barat.

Aljazair juga menyimpan banyak manuskrip Islam klasik yang ditulis oleh para ulama lokal dalam bidang tafsir, hadis, hukum Islam, serta sains dan filsafat. Di kota-kota seperti Tlemcen dan Constantine, perpustakaan-perpustakaan tua masih menyimpan ratusan manuskrip dalam bahasa Arab dan Berber.

Manuskrip-manuskrip ini menjadi saksi kecemerlangan intelektual Islam di Aljazair dan menunjukkan bahwa tradisi keilmuan bukan hanya milik dunia Timur Islam, tetapi juga berkembang pesat di ujung barat dunia Islam.

Jejak Islam di Aljazair bukan hanya sebuah kenangan masa lalu, tetapi hidup dalam setiap sudut negara ini dalam doa yang mengalun di masjid-masjidnya, dalam seni dan arsitektur yang menghiasi kota-kota tua, dan dalam semangat perjuangan rakyatnya yang tak pernah padam. Dari penaklukan pertama hingga perjuangan melawan penjajahan Prancis, Islam telah menanamkan akarnya dalam jantung Aljazair, menjadikannya bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa ini.

ReferensiI:

Amin, Samir. 1970. The Maghrib In The Modern World Algeria-Tunisia- Morocco, (Sidney,Australia: Pinguis Book).

Thohir, Ajid. (2009). Studi Kawasan Dunia Islam. Jakarta, Indonesia: PT Raja Grafindo.

Bakri, Syamsul. (2011). Peta sejarah peradaban Islam. Yogyakarta: Fajar Media Press.

Mufrodi, Ali. (1997). Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab. Ciputat, Indonesia: Logos.

Maryam, Siti dkk. (2004). Sejarah Kebudayaan Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta, Indonesia: LESFI.

Anam, Syaiful. (2020). Sejarah perkembangan Islam di Aljazair. Jurnal al-Ghazali, Vol.3 No. 1.

Kontributor: Ana Fitriani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *