ArtikelSejarah

Hagia Sophia: Saksi Bisu Penaklukkan Tiga Peradaban Dunia

MAHADALYJAKARTA.COM— Jantung kota Istanbul (Turki) menjadi tempat berdirinya bangunan megah yang menjadi saksi bisu dari pergantian kekuasaan tiga peradaban dunia. Hagia Sophia, atau dalam Bahasa Turki disebut Aya Sofya, berasal dari Bahasa Yunani yang bermakna “Kebijaksanaan Suci”. Sejuta sejarah sudah tersimpan elok dalam bangunan ini, dikemas indah melalui arsitektur dan ornamennya yang megah. Layaknya magnet, berjuta-juta wisatawan datang dari berbagai penjuru untuk menyaksikan betapa indahnya kubah raksasa seperti menggantung di udara yang merupakan perpaduan antara ornamen Byzantium, Turki Utsmani, dan Turki Sekuler. Lantas, bagaimana kilas balik perjalanan Hagia Sophia sehingga menjadi saksi bisu tiga peradaban besar dunia? Mari kita singkap sejarahnya.

Hagia Sophia sebagai Gereja Kristen Ortodoks Yunani

Pada era kekaisaran Byzantium, Konstantinus I Kaisar Byzantium memerintahkan untuk membangun sebuah gereja besar di Konstantinopel. Namun perintah ini baru terlaksana di era Konstantinus II dikarenakan para pemeluk Kristiani pada masa itu lebih membutuhkan gereja untuk akomodasi publik. Akhirnya pembangunan benar-benar terealisasikan dan dinyatakan bahwa Hagia Sophia sebagai gereja umat Kristen ortodoks Yunani pada 360 M. Namun, Hagia Sophia pada masa ini belum semegah Hagia Sophia yang dapat kita saksikan sekarang, yakni hanya beratapkan kayu. Pembangunan Hagia Sophia juga sempat mengalami kerusakan dan pembakaran akibat kerusuhan politik pada masa Kaisar Arkadios pada tahun 404 M.

Pada tahun 415, dibangunlah kembali Hagia Sophia pada masa Kaisar Theodosius II (keturunan Kaisar Arkadios). Hagia Sophia sudah dibangun dengan 5 net (bangku ibadah di gereja, red.) dan memiliki jalan masuk utama dan atap yang lebih baik dari sebelumnya. Namun satu abad setelah pembangunan kedua ini, Hagia Sophia kembali terbakar kedua kalinya akibat revolusi Nika melawan Kaisar Justinian I. Hagia Sophia hancur dan Kaisar Justinian I menginginkan pembangunan yang lebih spektakuler. Akhirnya ditugaskanlah dua arsitek hebat, yakni Isidoros dan Anthemios untuk membangun kembali Hagia Sophia. Karena ambisi Justinian I untuk membangun Hagia Sophia menjadi lebih megah, maka Justinian I mendatangkan bahan baku dari Mesir dan Yunani. Rancangan ini diyakini sebagai rancangan pembangunan Hagia Sophia yang sangat megah yang terkenal hingga sekarang. Pembangunan selesai selama 5 tahun dan pada 27 Desember 537 M, dilakukan ibadah pertama di gereja Kristen Ortodoks Hagia Sophia.

Selama sekitar 9 abad Hagia Sophia difungsikan sebagai gereja Kristen Ortodoks, Hagia Sophia beralih menjadi gereja Katolik Roma di bawah kekuasaan Romawi Barat. Hal ini merupakan akibat dari adanya perang salib keempat yang menyerang Konstantinopel yang berlangsung antara tahun 1204 M sampai 1261 M. Tapi, hal ini tak berlangsung lama karena pada tahun 1261 M, Byzantium berhasil mengambil kembali kekuasaan Konstantinopel tapi dengan keadaan Hagia Sophia yang retak dan butuh renovasi akibat dirusak oleh tentara Romawi Barat. Akan tetapi, karena kondisi perekonomian Byzantium yang semakin memburuk, alhasil Hagia Sophia ditutup sampai tahun 1354 H.

Penaklukkan Hagia Sophia menjadi Masjid oleh Muhammad al-Fatih

Pada hari Selasa, 29 Mei 1453, Sultan Mehmed II (Muhammad al-Fatih) berhasil menaklukkan Konstantinopel. Peristiwa ini menandakan berakhirnya Hagia Sophia di bawah kekaisaran Byzantium karena Hagia Sophia seutuhnya berada di bawah kekuasaan Daulah Utsmaniyah. Selepas menaklukkan Konstantinopel, tempat yang pertama kali didatangi Muhammad al-Fatih adalah Hagia Sophia. Dengan kuda tunggangannya, ia menunggang seraya berucap “Masya Allah, Masya Allah, Masya Allah!”, memasuki kota melewati tembok-tembok Konstantinopel yang rusak, dan langsung menuju Hagia Sophia. Setelah ia sampai di depan kemegahan Hagia Sophia, ia turun dari kudanya, tidak dapat menahan rasa harunya, ia langsung bersujud ke arah Ka’bah. Setelahnya, al-Fatih melepas surbannya seraya mengambil segenggam tanah Konstantinopel dan menaburkan di atas kepalanya sebagai tanda kerendahan hatinya. Bahwa dia bukanlah siapa-siapa, dia hanya dari tanah, Allah yang menyebabkan dia bisa menaklukkan Konstantinopel.

Memasuki bangunan Hagia Sophia, dia mendapati banyak sekali orang-orang lemah berlindung di sana. Perempuan, anak kecil, dan orang tua renta disana merasa takut dan khawatir karena mereka berpikir kaum muslimin akan membalaskan dendam muslim yang tertindas saat penaklukkan Spanyol. Tapi al-Fatih bukanlah seorang pembinasa, dengan kerendahan hatinya, al-Fatih mengatakan, “Keluarlah kalian dari sini. Bagi kalian yang menginginkan berada di kota ini, bagi kalianlah harta benda kalian, tapi bagi kalian yang menginginkan berpindah dari kota ini, maka kami akan jamin nyawa kalian sampai ke depan pintu kota. Tapi kami minta tempat ini dialihfungsikan menjadi Masjid.” Setelah al-Fatih memastikan semuanya tidak ada yang diganggu, kemudian al-Fatih memerintahkan untuk menggeser mihrab sembilan derajat ke arah kiblat, setelah sebelumnya mengarah ke Baitul Maqdis. 

Pada waktu asar, seiring matahari kehilangan cahayanya, kemudian cahaya Islam bisa disebarkan di langit Konstantinopel. Alunan-alunan itu memenuhi langit, dan isak tangis bercampur haru ada pada diri Islam pada saat itu. Sejak saat itu, tempat paling indah di dunia, paling megah, dan paling hebat, Hagia Sophia dijadikan sebagai masjid pertama di langit kota Konstantinopel. Hagia Sophia tidak hanya sebagai simbol, tetapi Hagia Sophia menjadi sebuah kebanggaan bagi umat Muslimin bahwa Allah telah memenangkan agama-Nya di atas segala sesuatu. Seperti halnya Rasulullah yang membangun masjid di Quba dan mendahulukan mendatangi Masjid Nabawi ketika sampai di Madinah, al-Fatih juga mendatangi Hagia Sophia dan mengubahnya menjadi masjid. Hal ini menunjukkan bahwa masjid merupakan jantung peradaban umat Islam. 

Kesuksesan Turki Usmani dalam pembebasan Konstantinopel tak lain dan tak bukan merupakan rahmat dan anugerah dari kabar gembira yang diberikan Rasulullah melalui hadis beliau,

فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ: بَيْنَمَا نَحْنُ حَوْلَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَكْتُبُ ، إِذْ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْمَدِينَتَيْنِ تُفْتَحُ أَوَّلًا أَقُسْطَنْطِينِيَّةُ أَوْ رُومِيَّةُ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَدِينَةُ هِرَقْلَ تُفْتَحُ أَوَّلًا. يَعْنِي قُسْطَنْطِينِيَّةَ. رواه أحمد

Lalu dia (‘Abdullah bin ‘Amar bin Al-‘Āsh) mengeluarkan sebuah kitab, dan kemudian berkata, “Suatu ketika kami sedang menulis di sekitar Rasulullah SAW. Lalu Rasulullah Saw ditanya, “Manakah dari dua kota yang akan ditaklukkan lebih dahulu, apakah Konstantinopel atau Roma?” Rasulullah Saw menjawab, “Kota Heraklius yang akan ditaklukkan lebih dahulu.” Maksudnya adalah kota Konstantinopel.” (HR. Ahmad).

Hal ini memunculkan satu perspektif baru bahwa pada pembebasan Konstantinopel bukanlah terjadi pada 29 Mei 1453, tapi sejak kabar gembira tersebut keluar dari lisan Rasulullah Saw. Karena kita meyakini setiap hal yang keluar dari lisan Rasulullah pasti akan terjadi. Masya Allah. Perlu dicatat, Hagia Sophia dulunya merupakan jantung Kristen-Ortodoks yang menandingi Vatikan sebagai jantung Kristen-Katolik. Maka sejak saat itu, Sultan Muhammad al-Fatih memerintahkan perubahan nama kota Konstantinopel menjadi Islam Bul (Istanbul) yang berarti kota Islam. Istanbul lalu dijadikan sebagai ibukota pemerintahan Utsmani sampai masa penghapusan khalifah.

Transformasi Hagia Sophia menjadi Museum oleh Kemal Ataturk

Perang Dunia I membawa kekalahan bagi Usmani, hal ini memicu Perang Kemerdekaan Turki menjadi negara Turki modern. Daulah Utsmaniyah runtuh pada November 1922 M, digantikan oleh Republik Turki Sekuler di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal Ataturk, yang menjabat sampai kematiannya pada tahun 1938. Setelah itu, Kemal Ataturk membawa ide pembaharuan, yakni menetapkan Hagia Sophia sebagai museum dengan alasan untuk memperkuat nilai sekularisme. Mustafa Kemal Ataturk juga mendeklarasikan Turki Modern sebagai negara sekuler dengan menghapuskan sistem Islam sebagai agama resmi pada tahun 1937.

Perubahan yang dibawakan Mustafa Kemal Ataturk mengenai transformasi Hagia Sophia secara tidak langsung menyalahi wasiat dari Muhammad al-Fatih. Terdapat suatu papan maklumat di makam al-Fatih mengenai sepenggal kisah Muhammad al-Fatih yang bertuliskan,

He changed St. Sophia into a mosque and willed “Whoever should abolish this, may he be cursed by Allah the Al-Mighty,” Fatih Sultan Mehmed.

Maknanya adalah Ia mengubah Sancta Sophia (bahasa latin, bermakna suci, red.) menjadi masjid dan berwasiat, “Barangsiapa yang membatalkan keputusan ini, semoga ia dikutuk oleh Allah SWT,” Fatih Sultan Mehmed.

Selama menjabat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di Turki, Mustafa Kemal Attaturk melakukan westernisasi dalam segala aspek kehidupan masyarakat Turki. Hal ini dilakukannya karena impiannya untuk menjadikan negara Turki sebagai negara yang sekuler. Berbagai kebijakan ekstrem dilakukannya, salah satunya dengan pelarangan mengenakan pakaian yang dianggap sebagai pakaian keagamaan di tempat umum dan mendorong rakyat Turki untuk mengenakan pakaian bergaya Barat.

Alih Fungsi Kembali Hagia Sophia menjadi Masjid

Perubahan Hagia Sophia dari Gereja menuju Masjid menandakan simbol kemenangan Turki atas Kekaisaran Byzantium, sedangkan perubahan statusnya dari Masjid menjadi Museum merupakan simbol kekalahan Turki. Bulan Juli tahun 2020, Erdogan selaku presiden Turki dengan pemerintahannya membuat suatu langkah yang luar biasa, yakni mengembalikan fungsi Hagia Sophia menjadi masjid kembali. Dengan dikembalikannya status tersebut bisa dimaknai sebagai kebangkitan bangsa Turki setelah kekalahannya dengan menjadi negara yang sekularisme. 

Ketika Presiden Turki Tayyip Erdoğan dari dulu ingin mengubah Hagia Sophia menjadi masjid kembali senantiasa mendapat pandangan kontra dan diprotes dari berbagai pihak. Pada 2019, Erdogan pernah berceramah untuk mendoakan para mujahid yang telah membebaskan Hagia Sophia, terkhusus Muhammad al-Fatih. Maka dibacakanlah al-Fatihah oleh Presiden Endorgan di dalam Hagia Sophia yang pada saat itu masih menjadi museum. Seluruh dunia mulai dari UNESCO, Yunani, dan Uni Eropa heboh akan tindakan presiden Turki Erdogan ini. Mengapa mereka menentang? Karena mereka mengetahui bahwa Hagia Sophia merupakan simbol eksistensi peradaban Islam.

Bagi orang Yunani, simbol tidaklah hanya dimaknai sebuah simbol. Tapi simbol adalah bagian sejarah, dan sejarah adalah bagian dari identitas suatu negara. Presiden Erdogan dalam tindakannya yang luar biasa ini ingin mengingatkan kepada umat muslim akan akar sejarah mereka. Bahwa Hagia Sophia bukanlah milik sekelompok orang Turki atau hanya keturunan Usmani saja, tapi Hagia Sophia adalah bagian dari suatu permata yang dimiliki umat Muslim seluruh dunia. Hagia Sofia merupakan saksi bisu ketika Allah telah memenangkan agama-Nya di atas semua agama di seluruh dunia.

Apa pesan tersirat dari kembalinya Hagia Sophia menjadi masjid? Ini semua merupakan kemenangan kecil, cara Allah memberikan nikmat kecil sebelum nikmat-nikmatnya yang besar. Andaikan kembali menjadi masjid saja kita bisa sebahagia ini, lalu bagaimana suatu saat nanti jika Allah menghendaki Gaza Palestina dan Baitul Maqdis dibuka sepenuhnya untuk umat muslim dan kita bisa shalat disana sebagai muslim yang merdeka? Masya Allah! 

Referensi:

Freely, John. 2009. Muhammad Al-Fatih, Sang Penakluk Konstantinopel. Jakarta: Pustaka Alvabet.

Growley, Roger. 2011. 1453: Detik-Detik Jatuhnya Konstantinopel ke Tangan Muslim. Jakarta: Pustaka Alvabet.

Hedges, B.P. 2020. Hagia Sophia sebagai Masjid atau Museum: Agama di Era Pasca-Sekuler.

Herbst, Matthew T. 2021. Hagia Sophia: Bridge Across Time, 26(3), 13–14.

Kennedy, Hugh. 2007. Penaklukkan Muslim yang Mengubah Dunia. Jakarta: Pustaka Alvabet.
Nelson, Robert S. 1947. Hagia Sophia 1850–1950: Holy Wisdom Modern Monument. London: The University of Chicago Press.

Schibille, Nadine. 2014. Hagia Sophia and The Byzantine Aesthetic Experience. New York: Ashgate Publishing.

Sherena, Shakilla Naftaluna. 2023. Bingkai Pemberitaan Masjid Hagia Sophia Turki. Skripsi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Jakarta.

Syalabi, Ahmad. 2000. Sejarah Kebudayaan Islam III. Jakarta: Al-Husna Zikra.

Tasbih, M. Irfan, & Roza, Elly. 2024. Hagia Sophia Simbol Peradaban di Turki, 10(1), 35–45.

Kontributor: Siti Sofia Rohati, Semester II

Editor: Yayu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *