Haditsul Ifki: Peristiwa Terfitnahnya Sayyidah Aisyah

Haditsul Ifki: Peristiwa Terfitnahnya Sayyidah Aisyah

Ma’had Aly – Abdullah bin Ubay bin Salul merupakan salah satu orang munafik yang sering melakukan kebohongan dan fitnah kepada orang-orang muslim. Salah satunya adalah berita bohong yang disebarkan mengenai Aisyah ra. yang melakukan perselingkuhan bersama Sofwan bin Mu’aththal.

Pada saat itu Aisyah ra. pergi bersama Rasulullah dalam peperangan Bani Musthaliq karena dialah istri nabi yang mendapat undian untuk ikut. Pengundian tersebut biasa dilakukan setiap Rasulullah saw. hendak melakukan perjalanan. Setelah peperangan usai, Rasulullah dan pasukannya melakukan perjalanan untuk kembali ke Madinah. Saat di perjalanan mereka singgah di suatu tempat.

Pada malam hari rombongan berniat melanjutkan perjalanan, saat semua orang berkemas-kemas hendak melanjutkan perjalanan, Aisyah keluar tanpa sepengetahuan rombongannya untuk membuang hajat. Ketika Aisyah akan kembali ke rombongan, Aisyah menyadari bahwa kalung yang ia gunakan sudah tidak menempel di lehernya. Ia kembali ketempat ia membuang hajat untuk mencari kalungnya.

Saat Aisyah sedang mencari kalungnya, rombongan mengira bahwa Aisyah tetap berada di haudaj (rumah kecil yang terpasang di pungguk unta), kemudian orang yang bertugas melayani unta Aisyah menuntun unta tersebut pergi bersama rombongan melanjutkan perjalanan mereka. Setelah Aisyah menemukan kalungnya ia kembali, tidak ada seorang pun yang Aisyah temukan disana. Tidak ada yang dapat Aisyah lakukan, kemudian ia hanya berbaring dengan berselimut jilbab, ia berfikir jika rombongan menyadari ketiadaannya di haudaj maka mereka pasti akan mencarinya dan kembali ketempat tersebut.

Tanpa Aisyah sadari, tiba-tiba terdengar suara seseorang berucap “inna lillahi wainna ilaihi raaji’un, istri Rasulullah.” Saat ia membuka mata, terlihat Sofwan bin Mu’aththal berdiri di samping Aisyah. Sofwan mengenali Aisyah sebelum adanya perintah menggunakan hijab. Setelah itu Sofwan merendahkan untanya dan memerintahkan Aisyah menaikinya. Kemudian Sofwan menuntun unta tersebut untuk menyusul rombongan hingga di Nahr adz-Dzahirah. Dari sinilah tersebar fitnah mengenai Aisyah hingga tersebar luas di Madinah.

Setibanya di Madinah, fitnah mengenai Aisyah semakin menyebar luas di kalangan masyarakat. Rasulullah hanya diam dan tidak menanggapinya. Karena cukup lama wahyu dari Allah swt. belum turun kepada Rasulullah saw., Rasulullah saw. meminta pendapat kepada para sahabatnya mengenai berita tersebut. Ali bin Abi Thalib menyampaikan pendapatnya melalui isyarat. Secara tidak langsung ia berpendapat agar Rasulullah menceraikan Aisyah dan mengambil wanita lain. Sedangkan sebagian sahabat berpendapat agar Rasulullah tetap mempertahankan Aisyah dan tidak mendengarkan perkataan-perkataan kaum munafik.

Sejak awal kepulangan dari peperangan, Aisyah jatuh sakit dan ia tidak mengetahui mengenai fitnah yang menimpa dirinya. Akan tetapi, Aisyah merasa heran dengan sikap Rasulullah kepadanya, biasanya Rasulullah saw. selalu bersikap dan memberikan sentuhan lembut kepada dirinya saat ia sakit, berbeda dengan sikap yang didapatkannya saat ini. Rasulullah hanya bertanya bagaimana keadaan dirinya, tak ada yang lebih hingga keadaan Aisyah membaik. Suatu malam ia pergi ke jamban bersama Ummu Misthah. Ketika itulah Ummu Mistah menceritakan berita yang menyebar luas di Madinah mengenai dirinya. Aisyah segera kembali ke rumah dan meminta izin kepada Rasulullah untuk pulang ke rumah orang tuanya dan mencari tahu berita yang menyebar mengenai dirinya. Setelah Rasulullah mengizinkan ia pergi ke rumah orang tuanya sehingga ia mengetahui apa yang sedang terjadi hingga Aisyah pun tak henti-hentinya menagis.

Rasulullah saw. datang menemui Aisyah sambil mengucapkan syahadat, kemudian bersabda, Wahai Aisyah, telah kudengar berita begini dan begitu mengenai dirimu. Jika memang engkau bebas dari tuduhan tersebut, tentu Allah akan membebaskanmu, dan jika engkau telah melakukan dosa, maka mohon ampun dan bertaubatlah kepada Allah, maka Allah akan mengampuninya.”

Mendengar perkataan Rasulullah, Aisyah bagai tersambar petir dan air matanya pun terus mengalir tanpa henti karena suaminya mempercayai berita tersebut. Kemudian ia menanyakan pendapat orang tuanya mengenai berita yang menimpa dirinya, dari keduanya hanya jawaban sama yang ia dapatkan. Mereka hanya berpendapat dan berkata tidak tahu apa yang harus mereka katakan. Tak ada yang mempercayainya, maka kesedihan Aisyah semakin bertambah.

Setelah itu Aisyah mengatakan bahwa dirinya sudah mengira bahwa kedua orang tuanya pun sudah mengetahui berita bohong yang tersebar. Mereka pasti mempercayai penyebaran berita tersebut. Bahkan, walaupun Aisyah memberitahu mereka bahwa dirinya terbebas dari tuduhan tersebut dan Allah mengetahui bahwa ia benar-benar terbebas dari tuduhan itu, pasti mereka tetap tidak mempercayai Aisyah. Akan tetapi, jika mengakui tuduhan itu, padahal Allah mengetahui Aisyah tak melakukannya pasti mereka akan mempercayainya.

Kemudian Aisyah mengatakan bahwa demi Allah dirinya tidak mendapatkan perumpamaan antara dirinya dan orang tuanya, kecuali seperti perkataan ayahnya Nabi Yusuf yang terdapat dalam QS. Yusuf: 18 yang artinya “Maka bersabarlah, maka itulah yang terbaik (bagiku)’ dan kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.” Kemudian Aisyah pergi dan berbaring di tempat tidurnya.

Pada saat Aisyah berbaring di tempat tidurnya, tak lama Rasulullah saw. tampak terlihat lemah dan keringatnya bercucuran, menandakan Rasulullah saw. akan menerima wahyu dari Allah swt. Kejadian tersebut biasa dialami Rasulullah saw. ketika menerima wahyu-wahyu sebelumnya. Setelah keadaannya terlihat seperti biasa, Rasulullah saw. menghampiri Aisyah dan tersenyum kepadanya seraya berkata “Bergembiralah wahai Aisyah, sesungguhnya Allah telah membebaskan kamu.” Kemudian ibu Aisyah memerintahkan Aisyah berterimakasih kepada Rasulullah. Akan tetapi Aisyah ra. menolak dan berkata, “Tidak! Demi Allah, aku tidak akan berterimakasih kepadanya, dan aku tidak akan memuji kecuali Allah, karena Dialah yang telah menurunkan pembebasanku.”

Rasulullah saw. kemudian keluar berkhutbah kepada orang-orang dan membacakan ayat-ayat al-Quran yang diwahyukan kepadanya mengenai berita bohong mengenai Aisyah ra. Wahyu dari Allah swt. yaitu QS. An-Nur ayat 11 yang artinya Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu dari golongan kalian juga. Janganlah kalian kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kalian, bahkan ia baik bagi kalian. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakan. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, bagiannya azab yang besar.” Bersamaan dengan ayat ini, diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. QS. An-Nur hingga ayat 20.

 

Referensi

Muhammad Sa’id Ramadhan Al- Buthy, terjemahan  Aunur Rafiq Shaleh Tamhid,  Sirah Nabawiyah, Jakarta: Rabbani Press, 2006.

Syafiurrahman Al-Mubarakfuri, terjemahan Kathur Suhardi, Sirah Nabawiyah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997.

Abu Ahmad bin Utsman Al-Mazid, Mukhtashar Sirah Nabawiyah li Ibni Hisyam, Riyadh: Darussalam, 2017.

Oleh : Iin Zainan Ahdiana, Semester IV

Leave a Reply