Ma’had Aly – Fatimah binti Maimun bin Hibatullah adalah seorang perempuan beragama Islam yang wafat pada hari jum’at, 7 Rajab 475 Hijriyah (2 Desember 1082 M). Bukti tertua arkeologi petilasan Islam di Nusantara adalah keberadaan makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang terletak di Dusun Leran, Desa Pesucian, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. Makam Fatimah yang terletak pada Desa Leran, 12 KM sebelah barat kota Gresik dianggap sebagai satu-satunya peninggalan Islam tertua di Nusantara, yang tampaknya berhubungan dengan kisah migrasi Suku Lor asal Persia yang datang ke Jawa pada abad ke- 10.
Fatimah binti Maimun memang tak setenar RA Kartini ataupun Cut Nyak Dien, bahkan sederet nama pahlawan perempuan nasional yang lainya. Namun, perempuan yang bergelar Jawa itu memiliki kontribusi besar dalam penyebaran Islam di Nusantara. Bahkan, dia disebut-sebut sebagai perempuan pertama yang mendakwahkan Islam ke Indonesia.
Persinggungannya dengan bumi Indonesia berawal dari ajakan ayahnya Sultan Mahmud Syah Alam. Mereka datang menggunakan kapal dengan tujuan untuk berdagang dan menyebarkan Islam di Nusantara. Dengan menyusuri Selat Malaka, kapal tersebut sampai di pesisir utara Jawa Timur, tepatnya di pelabuhan Kota Gresik sekarang. Dahulu, kawasan tersebut dikenal sebagai kota pelabuhan dan perdagangan di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Semakin banyaknya warga lokal memeluk Islam terdengar di telinga Raja Majapahit ketika itu, dia pun marah besar karena khawatir kekuasaanya hancur begitu saja, sehingga Raja turun tangan langsung untuk menyerang Leran. Namun, Raja tidak membawa persenjataan lengkap, karena Fatimah dan ayahnya hanya datang bersama 14 orang kawannya. Raja pergi bersama 13 orang pasukan berkuda. Akhirnya, Raja itu di sambut dengan ramah oleh Sultan Mahmud Syah Alam dengan ramah.
Raja terkagum-kagum dengan kedamaian penduduk Leran karena mereka selalu rajin datang ke surau dan bershalawat kepada Rasulullah. Akhirnya, lambat laun Raja ingin belajar mengenai Islam. Setelah belajar mengenai Islam, Raja kemudian melamar Fatimah, dan Fatimah menerimanya dengan senang hati. Fatimah berharap dengan menjadi istri seorang raja, dia dapat mudah menyebarkan agama Islam, tidak hanya di Leran. Ayahnya tidak langsung menerimanya, ayahnya langsung mengerjakan shalat istikharah dan berdoa untuk ditunjukan jalan yang terbaik.
Sebelum menikah dengan seorang raja, wabah kusta menyerang wilayah Leran, penyakit ini menyerang seseorang pada pagi hari, lalu sore harinya seseorang tersebut meninggal dunia. Penyakit itu tak lama menyerang keluarga Sultan Mahmud Syah Alam beserta pelayannya. Fatimah juga terserang wabah penyakit tersebut sehingga Fatimah meninggal dunia, pada tanggal 7 Rajab 475 Hijriah. Makamnya terletak di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik, Jawa Timur.
Ditinjau dari aspek toponimi, nama-nama dusun sekitar makam Fatimah binti Maimun menunjuk kekhususan wilayah pada masa silam. Toponium Wangen (tapal batas), Pesucian (tempat suci), Pengaden (tempat kaum ningrat), Kuti (Vihara Budha), dan Daha (kemerahan) menunjuk kawasan sekitar kompleks makam adalah wilayah khusus berstatus sima yang bebas pajak dan di keramatkan oleh masyarakat.
Tulisan pada batu nisan Fatimah binti Maimun Berbahasa Arab. Menurut J.P.Moquette dalam De Oudste Mochammadaansche inscriptie op Java (op de Grafsteen te Leran) yang membaca inkripsi pada batu nisan makam Fatimah binti Maimun, bunyi tulisanya tersebut sebagai berikut
Bismillahirrahmanirrahim, kullu alaiha ma fanin wa yabqo wajhu robbika dzuljala li wal ikram. Hadza qabru syahidah Fatimah Binti Maimun Binti Habbatullah, tuwufiyat fi yaumi al-jum’ah min rajab wa fi sanati khomsatin wa tis’ina wa arba’ati mi’atin ila rahmat. Allah shadaqallahu al-azhim wa rasulihi al-karim.
Penduduk Leran dan sekitarnya yang pada abad ke- 13 banyak menganut agama Syiwa-Budha, kemungkinan menganggap makam Fatimah binti Maimun sebagai tempat suci dan dianggap sebagai arwah suci Rahyangta Kutik, dimana kata kuti dalam sangsakerta bisa bermakna Biara Budha. Kutik dihubungkan dengan kata Dharma kutika kamalun katyagan, yaitu makam suci persemayam arwah yang mula-mula mendirikan petapaan. Itu berarti, di tanah perdikan Leran pernah hidup sekumpulan orang-orang di sebuah pertapaan yang menganggap makam Fatimah binti Maimun sebagai tempat suci.
Berdasarkan hasil galian arkeologis di Dusun Leran, Desa Pesucian, Manyar, Gresik di sekitar komplek makam Fatimah binti Maimun yang berupa mangkuk-mangkuk keramik berasal dari abad ke-10 dan ke-11 Masehi, dapat diketahui bahwa pada sekitar tempat tersebut pernah tinggal komunitas pedagang yang memiliki jaringan dagang dengan Cina di utara dan India di selatan serta Timur Tengah.
Di sekitar makam Fatimah binti Maimun berserak makam-makam lain yang tidak berangka tahun, tetapi menurut kajian arkeologis makam-makam tersebut memiliki pola ragam hias dari abad ke-16. sangat berkaitan dengan dakwah Islam yang dilakukan oleh Syaikh Maulana Malik Ibrahim para perempat akhir abad- 14 dan perempat abad- 15. Menurut cerita masyarakat setempat, awal sekali ia datang ke Jawa adalah desa di Sembalo di sebelah Dusun Leran. Ia dikisahkan mendirikan masjid untuk beribadah dan kegiatan dakwah di Desa Pesucian. Setelah membentuk komunitas Islam di Pesucian, Syaikh Maulana Malik Ibrahim dikisahkan pindah ke Desa Sawo di Kota Gresik. Jenis nisannya seperti yang ditemukan di Champa, berisikan doa-doa, pujian kepada Allah. Hal itu didasarkan argumen bahwa saat itu muslim yang datang ke Nusantara kebanyakan berasal dari Persia yang kemudian bermukim di timur jauh. Salah satu muslim yang datang ke Nusantara adalah suku Lor dari Persia yang melakukan migrasi ke Nusantara pada abad ke-10.
Thomas S. Raffles dalam The History Of Java, mencatat cerita penduduk setempat yang menyatakan bahwa Syaikh Maulana Malik Ibrahim adalah seorang pandita termasyhur berasal dari Arabia, keturunan Zainal Abidin, dan sepupu Chermen, telah menetap bersama Mahomedans (orang-orang Islam) lain di Desa Leran di Janggala. Kiranya makam-makam yang berasal dari abad ke-16 itu, berhubungan dengan komunitas Islam yang dibentuk Syekh Maulana Malik Ibrahim di Leran pada perempat akhir abad ke- 14 dan tentunya mereka sangat memuliakan makam Fatimah binti Maimun yang di anggap sebagai makam Muslimah, yang lebih tua, sehingga mereka hidup yang pada abad ke- 16 itu merasa bangga dimakamkan di area makam tua yang diramatkan.
Untuk menghormati sosok Siti Fatimah, kata Ainur, setiap tanggal 15 Syawal atau 15 hari setelah Hari Raya Idul Fitri ditetapkan sebagai haul Siti Fatimah binti Maimun. Tanggal itu diambil bukan dari tanggal lahir Fatimah, melainkan dari tanggal penemuan makam Siti Fatimah binti Maimun yang sempat hilang selama 400 tahun setelah wafatnya.
Juru kunci makam Siti Fatimah binti Maimun sendiri dijabat turun menurun. Ainur sendiri sudah meninggal dunia lama. Kondisi makam Siti Fatimah masih cukup terawat. Selain kebersihan area makam yang terjaga, keaslian bangunan makam juga benar-benar diperhatikan oleh masyarakat, bahkan di keramatkan.
REFERENSI:
Suyonto, Agus. 2017. Atlas Wali Songo. Tangerang: Pustaka IIMaN.
Rafles, Thomas S. Sejarah Jawa.
Epigrafi dan Sejarah Nusantara: Karangan Louis-Charles Damais, Jakarta, Ecole Francaise d’Extreme-Orient, 1995
Tjandrasasmita, Uka. 2010. ArkeologiIslam Nusantara. Jakarta: Gramedia.
Mustopo, M. Habib. 2001. Kebudayaan Islma Jawa Timur: Kajian beberapa unsur budaya dan peralihan Jendela.
Yamin, Muhammad. 1983. Tatanegara Madjapahit, Jajasan Pranpantja. Jakarta.
Kontributor: M. Najib Aishar Siddiq, Semester V