Ma’had Aly – Bani Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf. Pendiri dinasti Umayyah yakni Mu’awiyah bin Abu Sufyan (tokoh penting di kalangan kaum Quraisy pada masa jahiliyah). Ketika Rasulullah saw membawa Islam di tengah jazirah Arab, Mu’awiyah menentang ajaran yang dibawa Rasulullah, karena dia begitu membenci kedatangan Islam. Sedangkan Bani Hasyim mendukung apa yang dibawa Rasulullah saw dan mengikuti ajarannya. Mu’awiyah masuk Islam bersama ayahnya yakni Abu Sufyan, keduanya masuk Islam ketika Islam sudah tersebar luas dan tidak ada jalan lain untuk melawan, ini terjadi setelah penaklukan kota Mekkah (Fathu Makkah).
Keislamannya begitu baik, dan ia menjadi salah seorang penulis wahyu, dengan bukti yakni dapat meriwayatkan hadis Rasulullah saw sebanyak 163 hadis, termasuk juga salah seorang yang memiliki kepandaian serta kesabaran dalam dirinya.
Az-Zuhri berkata: Mu’awiyah merupakan orang yang pertama kali mendahulukan shalat ied kemudian dilanjutkan dengan khutbah.
Dalam kitab Al-Awail karangan Al-Askari dia menuliskan, Mu’awiyah adalah orang yang pertama kali membuat pos surat dalam Islam, orang yang pertama kali dipermainkan oleh rakyatnya, juga orang yang pertama kali diistimewakan oleh bawahannya dengan ucapan:
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ يَااَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلصَّلاَةَ يَرْحَمُكَ
Muawiyah membuat stempel yang diserahkan kepada Ubaidillah Aus al-Ghassani, bertuliskan: “Setiap amal pasti ada balasannya.”
PEMERINTAHAN DINASTI UMAYYAH (41-132/661-749 M)
Pemerintahan ini berdiri setelah khilafah rasyidah yang ditandai dengan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib pada tahun 41 H/661 M. Pemerintahan Bani Umayyah ini mulai dihitung kepemerintahannya sejak Hasan menyerahkan kekuasaannya kepada Umayyah. Aktifnya pemerintahan Umayyah selama 91 tahun, dan dikuasai oleh 14 orang khalifah dengan Damaskus sebagai ibukotanya. Menjelang akhir hidup Mu’awiyah, dia mengadakan sebuah dewan para pemimpin suku Arab untuk mendiskusikan siapa yang akan menjadi penggantinya, hasil dari musyawarah tersebut Mu’awiyah bersama bawahannya telah bersepakat untuk memilih Yazid sebagai penggantinya, Yazid merupakan anak sulung dari Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Ketika Yazid naik tahta, dia tahu bahwa ayahnya belum melenyapkan unsur-unsur pemberontakan, melainkan hanya ada unsur tekanan-tekanan saja kepada suku Arab. Oleh karena itu, Yazid menindas siapa saja yang menentang kekuasaannya.
MASA KEEMASAN DINASTI UMAYYAH
Masa pemerintahan ini terkenal sebagai era kemajuan (agresif) dan jika kita menilik sejarah, pemerintahan ini lebih fokus akan perluasan wilayah dan penaklukan yang terhenti sejak zaman khulafaur rasyidin terakhir. Hanya dalam jangka 91 tahun, banyak bangsa di empat penjuru mata angin beramai-ramai masuk dalam kekuasaan Islam, yakni meliputi tanah Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina, sebagian daerah Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan dan Kirgiztan yang termasuk Uni Soviet (Rusia).
Pada masa pemerintahan Mu’awiyah diraih kemajuan besar dalam perluasan wilayah, meskipun ada beberapa tempat yang masih bersifat rintisan. Peristiwa pada pemerintahan ini yang paling mencolok yakni keberanian Bani Umayyah mengepung kota Konstantinopel melalui ekspedisi yang dipusatkan di pelabuhan Dardanella.
PEMERINTAHAN BANI ABBASIYAH (120-350 H/ 737- 961 M)
Kesibukan Marwan II dalam menumpas pemberontakan membuat wilayah Khurasan dikuasai Bani Abbas (dinasti yang didirikan Abu Abbas as-Saffah). Gerakan Bani Abbas ini merupakan ancaman terbesar bagi keberadaan Dinasti Umayyah.
Setelah Khurasan dikuasai, gerakan Bani Abbas bergerak menuju Irak dan dapat merebut wilayah itu dari pejabat Bani Umayyah. Setelah menguasai wilayah Irak sepenuhnya, pada tahun 132 H/750 M, Abu Abbas as-Saffah dibaiat sebagai khalifah yang menandai berdirinya Dinasti Abbasiyah.
Pasukan Bani Abbas berhasil membunuh Marwan II dalam sebuah pertempuran kecil di wilayah Bushair, Mesir. Kematian Marwan II menandai berakhirnya Dinasti Umayyah yang berkuasa dari tahun 41 H/661 M-133 H/750 M.
Pemerintahan Bani Abbasiyah dinisbatkan kepada al-Abbas as-Shafah, paman Rasulullah. Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai pemikiran yang dikumandangkan oleh Bani Hasyim setelah meninggalnya Rasulullah saw. Dari Bani Hasyim pernah berkata sesungguhnya yang paling berhak menjadi pemimpin adalah dari keturunan Rasulullah saw.
Imam Ahmad meriwayatkan di dalam musnadnya dari Abu Said Al-Khudri bahwa Rasulullah saw bersabda,
يَخْرُجُ عِنْدَ انْقِطَاعٍ مِنَ الزَّمَانِ وَظُهُوْرٍمِنَ الفِتَنِ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ السَّفَاحُ فَيَكُوْنُ اِعْطَاؤُهُ الْمَالُ حَثْيًا
Akan muncul penguasa dari kalangan keluargaku pada suatu zaman yang carut marut dan penuh dengan fitnah, dia disebut As-Shafah. Dia suka memberi harta dengan jumlah yang banyak.”
Abbas As-Shafah meninggal pada bulan Dzulhijjah tahun 136 H. Dia telah mengangkat adiknya, Abu Ja’far, untuk menggantikan dirinya setelah kematiannya.
Beberapa hal penting diri Abu Abbas yang diungkapkan Ash-Shuli, salah satunya ialah:
Salah seorang yang sangat dermawan, tidak pernah dia menunda apa yang telah dia janjikan, dia tidak pernah pula bangun dari tempat duduknya sebelum dia memberi apa yang telah dia janjikan.
Pada stempelnya tertulis
اَللّٰهُ ثِقَّهُ عَبْدِ اللّٰهِ وَبِهِ يُؤْمِنُ .
Kekuasaan daulah Abbasiyah ini berlangsung selama 524 tahun (132-656 H). Khalifah pertama adalah Abu Abbas (132-136 H/750-754 M), sedangkan khalifah terakhir yaki Abu Ahmad Abdullah Al-Mu’tashim (641-656 H/1243-1258 M). Karena dinasti ini terlama sepanjang sejarah Islam, maka para sejarawan membaginya menjadi beberapa periode. Ahmad Syalabi membaginya menjadi tiga periode.
Periode pertama berlangsung dari tahun 132-232/750-847 M. Pada periode pertama pemerintahan bani Abbasiyah mencapai masa keemasan.
Periode kedua berlangsung dari tahun 232-590 H/847-1184 M, yaitu dari Khalifah Abu Ja’far Muhammad Al-Muntasir sampai Abu Al-Abbas Ahmad Nasir. Pada periode ini, kekuasaan politik berpindah kepada golongan yang ada di Turki.
Pada periode ketiga berlangsung pada tahun 590-656 H. Pada masa ini, kekuasaan kembali ke tangan khalifah itu sendiri, tetapi terbatas daerah Baghdad dan sekitarnya. Khalifah-khalifah pada periode ini melemah dan tidak dapat melawan kehendak jenderal Turki. Disisi lain, ibukota juga dipindah kembali ke Baghdad oleh khalifah Al-Mu’tadid.
Peradaban dan kebudayaan Islam tumbuh dan berkembang bahkan mencapai kejayaan yakni pada masa yang dipimpin Abbasiyah. Hal tersebut dikarenakan dinasti Abbasiyah pada periode ini lebih fokus kepada peradaban dan kebudayaan Islam daripada peluasan wilayah. Dari sinilah kita bisa melihat letak peradaban pokok antara dinasti Umayyah dan dinasti Abbasiyah.
Dan puncak kejayaan dinasti Abbasiyah yakni terjadi ketika Harun Ar-Rasyid menjadi khalifah (786-809) dan anaknya Al-Ma’mun. Ketika Harun Ar-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah.
Pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid, jika kita menggali lebih dalam sejarah peradaban pada dinasti Abbasiyah yakni hidup para filsuf pujangga, ahli baca al-Quran dan para alim ulama di bidang agama, didirikanlah perpustakaan yang diberi nama Baitul Hikmah. Dengan berdirinya perpustakaan ini, semua orang menjadi lebih mudah membaca, menulis dan berdiskusi. Harun Ar-Rasyid sebagai orang yang taat beragama, bersikap dermawan kepada orang-orang fakir miskin, menunaikan ibadah haji setiap tahunnya yang diikuti oleh keluarga dan pejabat-pejabatnya serta para ulama.
Pada masa ini berkembang pula ilmu pengetahuan agama, di antaranya yakni:
Ilmu Al-Quran, qira’at, fikih, ilmu kalam, bahasa dan sastra beserta empat mazhab fikih berkembang pada masa dinasti Abbasiyah. Di samping itu juga berkembang ilmu filsafat, logika, matematika, fisika, geografi, aljabar, aritmatika, mekanika, astronomi, musik, kedokteran dan kimia.
Lembaga pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah di bawah pimpinan Harun Ar-Rasyid mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab. Harun Ar-Rasyid merupakan penguasa yang paling berperan di dunia pada saat itu, tidak ada yang bisa menyamainya dalam hal luasnya wilayah yang diperintahnya. Khalifah Harun Ar-Rasyid berada pada tingkat yang lebih tinggi peradabannya dan lebih besar kekuasaannya dibandingkan dengan kekusaan yang lain.
Kita bisa mengambil hikmah pelajaran bersama dari dinasti Abbasiyah yakni sebuah masa yang penuh dengan gerakan politik dan gerakan pemikiran. Oleh sebab itu pemerintahan dinasti Abbasiyah tidak dapat tertandingi oleh pemerintahan lain, di sisi lain juga banyak golongan yang masuk Islam. Dinasti Abbasiyah juga memiliki banyak kelebihan tersendiri dalam sejarah Islam. Dari sini patut untuk menjadi kebanggaan tersendiri bagi kaum muslimin hingga masa sekarang ini.
Referensi
Al-Usairy, Ahmad. 2016. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: AKBARMEDIA
Pulungan, J. Syuthi. 2018. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH
As-Suyuthi, Imam. 2000. Tarikh Khulafa’. Jakarta: PUSTAKA AL-KAUTSAR
Amin, Samsul Munir. 2016. Sejarah Peradan Islam. Jakarta: AMZAH
Ansary, Tamim . 2018. Sejarah Dunia Versi Islam. Jakarta: SERAMBI
Oleh : Firman Hidayat, Semester III
Masya Allah lanjutkan