Detik-Detik Menjelang Wafatnya Rasulullah Tercinta

Detik-Detik Menjelang Wafatnya Rasulullah Tercinta

Ketika kesempurnaan dakwah dan tersebarnya Islam yang menguasai keadaan, di sinilah awal mulanya tanda-tanda akan berpisahnya Rasulullah dengan kehidupan. Pada bulan Ramadhan tahun 10 Hijriyah, Rasulullah i’tikaf di masjid selama 20 hari. Padahal sebelumnya Rasulullah tidak pernah i’tikaf lebih dari 10 hari. Sehingga pada saat itu, malaikat Jibril mengetes bacaan al-Qur’an beliau hingga dua kali.

Pada awal bulan Shafar tahun 11 Hijriyah Rasulullah pergi ke Uhud, kemudian shalat untuk orang-orang yang mati syahid di sana. Menurut Syeikh Shafiurrahman al-Mubarakfuri dalam Sirah Nabawiyah menyatakan bahwa dalam pidatonya beliau mengatakan, “Sesungguhnya aku lebih dulu meninggalkan kalian, aku menjadi saksi atas kalian, dan demi Allah aku benar-benar akan melihat tempat kembaliku saat ini. Aku telah diberi kunci-kunci dunia, dan demi Allah, aku tidak takut kalian akan musyrik sepeninggalku. Tetapi aku takut kalian akan bersaing dalam masalah ini.” Kemudian di pertengahan bulan yang sama, beliau pergi ke Baqi’ dan memintakan ampunan bagi orang yang dikubur di sana.

Pada tanggal hari Senin 29 Shafar tahun 11 Hijriyah, beliau sempat mengikuti prosesi pemakaman di Baqi’. Ketika perjalanan pulang, beliau merasakan pusing dan badannya panas sehingga orang-orang dapat melihat tanda suhu tubuhnya dari urat-uratnya di kepala. Selama 13 hari beliau sakit.  Beliau tetap melaksanakan shalat berjamaah pada 11 hari dari masa sakitnya. Dari hari ke hari sakit beliau bertambah parah sehingga diputuskan untuk tinggal di rumah Aisyah dengan dituntun oleh Al-Fadhl bin Abbas dan Ali bin Abi Thalib. Sementara itu, Aisyah membacakan Mu’awwidzaat dan doa-doa yang diberikan Rasul lalu ditiupkan ke tubuh Rasul sambil mengusap tangan beliau untuk mengharap barakah.

Menginjak hari kelima sebelum wafat, tepatnya hari Rabu, suhu badan Rasulullah semakin bertambah tinggi sehingga menjadi demam dan menggigil. Ketika itu, beliau bersabda agar mengguyurkan air ke tubuhnya, supaya dapat menemui orang-orang dan memberikan nasehat kepada mereka disisa-sisa hidupnya. Setelah merasa ringan, beliau masuk kedalam masjid dengan kepala diikat dan duduk diatas mimbar kemudian berpidato dihadapan para sahabat dan orang-orang yang duduk dihadapannya dengan mengatakan, “Kutukan Allah dijatuhkan kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena mereka menjadikan kuburan Nabi mereka menjadi masjid.” Dari kutipan pidato tersebut dapat kita simpulkan bahwa Allah mengutuk orang Yahudi dan Nasrani sebagai balasan bagi mereka karena menjadikan kuburan Nabi mereka sebagai berhala yang mereka sembah.

Di samping itu, beliau juga menawarkan dirinya untuk di-qishash seraya berkata “Barangsiapa punggungnya pernah kupukul, maka inilah punggungku, silahkan membalasnya. Siapa yang pernah kehormatannya pernah kulecehkan, maka inilah kehormatanku, silakan membalasnya.” Menjelang shalat isya sakit beliau bertambah parah, sehingga beliau tak sanggup lagi untuk pergi ke masjid dan sempat pingsan berkali-kali. Namun akhirnya beliau mengutus Abu Bakar untuk menjadi imam shalat di masjid. Sehingga Abu Bakkar pernah menjadi imam bagi kaum muslimin sebanyak 17 rakaat selagi beliau masih hidup.

Menurut Ibnu Hisyam dalam Sirah Nabawiyah menjelaskan bahwa di hari terakhir kehidupan beliau, tepatnya hari Senin beliau keluar dan berdiri di pintu kamar Aisyah untuk melihat kaum muslimin melaksanakan shalat subuh. Beliau mengangkat kain penutup kamarnya, sehingga membuat kaum muslimin hampir membatalkan shalat mereka karena gembira melihat Rasulullah. Mereka merenggangkan shaf, namun beliau mengisyaratkan agar mereka tetap dalam posisinya. Kemudian beliau tersenyum bahagia melihat kaum muslimin shalat dan membuat mereka terpesona dengan penampilan beliau subuh itu. Kaum muslimin merasa yakin bahwa Rasulullah telah sembuh dari sakitnya dan beliau berbalik menuju kamarnya kembali.

Kemudian Abdurrahman bin Abu Bakar masuk ke kamar Rasulullah dengan membawa siwak, dan beliau melirik siwak tersebut. Beliau sangat suka dengan siwak, lalu Abdurrahman memberikannya kepada Rasul dan beliau menggosokan ke mulutnya. Setelah bersiwak beliau menengadahkan tangannya ke atas sambil bergerak-gerak mulutnya meminta ampunan dan rahmat Allah swt. sampai diulang tiga kali.

Tepat hari Senin 12 Rabi’ul Awwal tahun 11 Hijriyah di waktu duha, pada usia 63 tahun. Kabar wafatnya Rasulullah langsung menyebar keseluruh penjuru Madinah dan berubah menjadi muram.

Peristiwa akhir hayat Rasulullah saw. dalam Fiqh Sirah Nabawiyah karya Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy menyatakan bahwa itu merupakan hakikat terbesar dalam hidup ini. Hakikat mengungkapkan makna secara jelas mengenai sakaratul maut dan kematian.

Ada beberapa hukum dan ibrah yang dapat kita ambil dari akhir hayatnya Rasulullah saw., yaitu:

  1. Disyariatkannya doa bagi orang sakit dan sakaratul maut
  2. Beberapa keutamaan Abu Bakar
  3. Larangan menjadikan kuburan sebagai masjid
  4. Perasaan Nabi saw ketika mengalami sakaratul

Di sisa hidup beliau pandangan terakhirnya adalah shalat. Allah telah mengisyaratkan bahwa itu merupakan pesan terakhirnya. Kita telah mengetahui bahwa shalat sebagai tiang agama, jika pondasi atau tiangnya saja lemah maka bangunannya akan cepat roboh.

 

Referensi

Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah, terjemahan Samson Rahman, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2018.

Sa’id Muhammad Ramadhan Al-Buthy, Fiqh Sirah Nabawiyah, terjemahan Ainur Rofiq Shaleh Tamhid, Jakarta: Rabbani Press, 1999.

Syeikh Shafiurrahman Al-Mubarakfuri, Rahiqul Makhtum terjemahan Kathur Suhardi, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997.

Oleh : Milasari, Semester V

Leave a Reply