Ziarah ke Makam Al Habib Ali Al-Habsyi (Kwitang)

Ziarah ke Makam Al Habib Ali Al-Habsyi (Kwitang)

Habib Ali al-Habsyi merupakan putra Habib Abdurahman al-Habsyi dan Ibu Nyai Salmah. Habib Ali lahir pada tanggal 20 April 1870 M. Makam Habib Ali al-Habsyi itu terletak di Masjid Riyyadh di daerah Kwitang, Jakarta Pusat.

Diceritakan bahwa saat Ibu Nyai Salmah lama belum diberi momongan, beliau bermimpi dirinya menggali sebuah sumur dan airnya itu membanjiri semua tempat. Beliau pun segera memberitahu suami bahwa dirinya bermimpi seperti itu. Tanpa berpikir panjang Habib Abdurrahman menuju ke rumah sang gurunya, al-Habib Syeikh bin Bafaqih untuk meminta takwil mimpi kepadanya. Berdasarkan takwil mimpi itu, disimpulkan bahwa keduanya akan dikaruniai putra yang shaleh, yang memiliki ilmu yang dimanfaatkan semua orang, hidupnya penuh berkah dan disegani oleh masyarakat.

Habib Ali dikenal sebagai pribadi yang ramah nan baik hati, beliau tetap menunjukkan kesopanan kepada mereka yang tidak suka dengan beliau tanpa ingin dihormati. Banyak doa tercurahkan dari masyarakat sejak beliau masih dalam kandungan hingga wafat beliau.

Ketika berumur 10 tahun, beliau ditinggal wafat ayahnya, al-Habib Abdurrahman. Beliau berpesan supaya kelak Habib Ali bisa menimba ilmu ke Hadramaut dan Makkah al-Mukaramah untuk menambah ilmu agama sebagai bekal dakwah kepada masyarakat daerah sekitar ataupun luar daerah.

Setelah diberi wasiat tersebut, Ibu Nyai Salmah segera memberitahu Habib Ali supaya pergi ke Hadramaut dan Mekkah untuk menimba ilmu di sana. Di saat itu umur Habib Ali masih berumur sepuluh tahun, usia tersebut sangatlah muda bagi seorang anak yang dikirim ke negeri orang. Akan tetapi ada hal yang sangat membuat bimbang Ibu Nyai Salmah ketika harus mendapat uang untuk bekal anaknya. Akhirnya ia memutuskan untuk menjual perhiasannya yaitu gelang. Setelah gelang tersebut terjual, uangnya diberikan kepada Habib Ali untuk bekal di perjalanan menuju Hadramaut dan Mekkah.

Setelah perjalanan panjang, sampailah Habib Ali di Hadramaut. Beliau meneguhkan hatinya agar tidak menyia-nyiakan kesempatannya selama di sana, terlebih beliau datang sendiri, jauh dari sanak keluarga terutama sang ibu. Habib Ali berinisiatif untuk mencari pekerjaan demi memenuhi kebutuhannya selama di sana, beliau bekerja sebagai penggembala kambing. Saat di Hadramaut, beliau belajar kepada ulama-ulama besar yang luar biasa keilmuannya.

Setelah belajar di Hadramaut, Habib Ali bertolak ke Makkah al-Mukaramah untuk menimba ilmu demi wasiat sang ayah. Sesampainya di kota Makkah, Habib Ali langsung berguru kepada ulama besar yang sangat masyhur di Mekkah yaitu As Syekh Umar Hamdan dan beberapa ulama lain.

Setelah 5-6 tahun belajar di Hadramaut dan Makkah, Habib Ali memutuskan pulang ke Indonesia untuk dakwah Islam di sana sekitar tahun 1303 H. Tak merasa puas, Habib Ali melanjutkan pendidikannya di Indonesia dengan para ulama-ulama besar di Indonesia, seperti K.H. Abdul Hamid dari Jatinegara dan masih banyak ulama lainnya.

Mulailah Habib Ali menyiarkan Islam kepada masyarakat, khususnya daerah Kwitang Jakarta Pusat. Kurang lebih 70 tahun sudah sejak diadakannya pengajian atau majelis rutinan setiap hari Minggu pagi dengan banyak pengunjung berdatangan dari daerah sekitar maupun dari luar daerah. Ceramah keagamaan dan senandung shalawat untuk Kanjeng Nabi Muhammad saw. digelar di majelis tersebut.

Habib Ali tidak saja dikenal sebagai ahli dakwah, tetapi terkenal akan akhlaknya yang tinggi dan seseorang yang mulia hatinya. Beliau begitu mencintai ibundanya, serta memiliki adab dan kesopanan yang tinggi. Suatu ketika beliau berada di luar negeri, maka diminta ibundanya untuk pulang dan beliau segera memenuhi keinginan ibundanya.

Karena hormatnya beliau kepada sang ibu maka tidak diragukan lagi keilmuan yang Habib Ali dapatkan, hidup yang penuh manfaat tak lain atas ridha dan doa dari sang Ibu Nyai Salmah yang sangat mencintai dan menyayanginya.

Banyak orang yang kagum kepadanya saat beliau berdakwah, terlebih saat Habib Ali melantunkan shalawat Nabi. Air mata pun tak dapat dibendung, saking indahnya shalawat yang dilantunankan oleh Habib Ali. Beliau tidak pelit akan ilmu, selalu mengajak orang di sekitar untuk menimba ilmu bersama dalam rangka mendalami ilmu agama, dan dikagumi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Habib Ali meninggal pada hari Ahad 20 Rajab 1388 H atau 13 Oktober 1968 M.  Beliau berpulang ke rahmatullah pada pukul 20.45 WIB di usia yang ke 98 tahun. Dimakamkan keesokan harinya, Senin ba’da shalat Ashar tepatnya di Masjid Ar-Riyadh. Kita do’akan semoga beliau ditempatkan di surganya Allah. Amin.

Hingga kini makam beliau tak pernah sepi dari para peziarah yang datang dari berbagai daerah. Beberapa hal yang diwasiatkan Habib Ali pada masyarakat yaitu: dilarang menaruh air atau makanan di atas makamnya, karena Habib Ali tidak mau dianggap dirinya suci. Jika ingin menghadiahi Habib Ali cukup dengan membaca surah Al-Fatihah dan Yasin, karena beliau masih membutuhkan doa dari sekalian manusia.

Narasumber: Penjaga makam, Bapak Hasan

Oleh : Meirita Purnamasari, Semester V

Leave a Reply