Syekh Mutawalli Sya’rawi: Mufasir Modern yang Menyentuh Nurani Umat
MAHADALYJAKARTA.COM—Di tengah arus zaman yang terus berubah, sosok ulama yang mampu menjembatani nilai-nilai klasik Islam dengan tantangan kehidupan modern sangat dibutuhkan. Salah satu tokoh besar yang berhasil melakukan hal tersebut adalah Syekh Mutawalli Sya’rawi. Ulama asal Mesir ini dikenal luas di dunia Islam karena kemampuannya menyampaikan tafsir Al-Qur’an dan pelajaran agama dengan bahasa yang mudah dipahami serta menyentuh hati. Ia tidak sekadar menyampaikan ilmu, melainkan juga mampu membangkitkan semangat spiritual umat melalui pendekatan yang lembut, bijak, dan relevan.
Syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi lahir di Desa Daqadus, Provinsi Daqahlia, Mesir, pada tahun 1911 M/17 Rabiul Akhir 1329 H. Beliau berasal dari keluarga sederhana yang dikenal masyarakat setempat sebagai keluarga yang menaruh perhatian besar pada pendidikan agama, mencintai ilmu pengetahuan, dan menghormati para ulama. Sejak kecil, Syekh Sya’rawi menunjukkan kecerdasan luar biasa. Hal ini terlihat jelas ketika ia belajar Al-Qur’an dari seorang ulama daerahnya bernama Syekh ‘Abd al-Majid Pasha dan berhasil mengkhatamkan Al-Qur’an pada usia 11 tahun.
Beliau menempuh pendidikan formal di Madrasah Ibtidaiyyah Al-Azhar di kota Zaqaziq pada tahun 1926, saat berusia 15 tahun. Kecerdasannya semakin menonjol, tidak hanya dalam menghafal Al-Qur’an, tetapi juga dalam menguasai syair-syair dan pepatah Arab. Ketika melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah, minatnya terhadap bahasa dan kesusastraan Arab semakin mendalam. Ia dikenal luas di kalangan teman-temannya dan dihormati karena pemikirannya.
Mengutip Dr. Al-Jamili yang pernah menulis tentang kepribadian Sya’rawi semasa kecil, beliau mengatakan:
“Asy-Sya’rawi adalah anak yang memiliki kepribadian khas. Sejak kecil, ia senang merenung dan memikirkan apa yang terjadi di sekelilingnya. Ia selalu tampak tenang dan tidak tergesa-gesa dalam tindakannya.”
Menyadari potensi besar yang dimiliki anaknya, ayah Syekh Sya’rawi yang merupakan seorang petani tekun dan saleh, menaruh harapan besar agar beliau melanjutkan pendidikannya. Meski sempat menolak karena ingin bekerja seperti saudara-saudaranya, pada akhirnya Syekh Sya’rawi menerima nasihat ayahnya dan melanjutkan studi di Universitas Al-Azhar, Fakultas Bahasa dan Sastra, pada tahun 1937 M, serta lulus pada tahun 1940 M.
Syekh Mutawalli Sya’rawi menjadi salah satu ulama paling dihormati dan dicintai di Mesir pada abad ke-20. Kehadirannya memberikan angin segar bagi tradisi tafsir Al-Qur’an, terutama di tengah masyarakat yang mulai terpengaruh oleh arus modernisasi dan sekularisasi. Pada dekade 1970-an hingga 1990-an, Mesir mengalami gelombang perubahan sosial dan intelektual yang menyebabkan sebagian masyarakat, khususnya di perkotaan, mulai menjauh dari teks-teks agama. Di sinilah peran Syekh Sya’rawi sangat penting. Melalui pendekatan dakwah yang membumi dan komunikatif, ia menghidupkan kembali minat terhadap tafsir Al-Qur’an.
Program tafsir mingguan yang ia bawakan di televisi nasional Mesir, seperti Masrah Al-Hayah dan Nour ‘ala Nour, menjadikan tafsir Al-Qur’an sebagai tontonan sekaligus tuntunan yang dapat dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat.
Menurut Syekh Abd al-Halim Mahmoud, mantan Grand Syaikh Al-Azhar,
“Syekh Sya’rawi adalah ulama yang mampu menyampaikan isi Al-Qur’an ke dalam hati manusia, bukan hanya ke telinga mereka.”
Dengan menggunakan bahasa ‘ammiyah (dialek sehari-hari Mesir) dan gaya penyampaian yang menyentuh psikologi pendengar, beliau menafsirkan ayat-ayat tidak hanya dari aspek linguistik dan hukum, tetapi juga dari dimensi spiritual, sosial, bahkan filosofis—mampu menjawab kegelisahan manusia modern.
Syekh Sya’rawi juga menekankan bahwa memahami Al-Qur’an bukanlah hak eksklusif para ulama, melainkan kewajiban dan kebutuhan setiap Muslim. Dalam salah satu ceramahnya, beliau menyatakan:
“Jika Allah menurunkan Al-Qur’an untuk umat manusia, maka setiap manusia harus merasa dekat dengan isinya, bukan takut untuk memahaminya.”
Syekh Mutawalli Sya’rawi meninggalkan warisan intelektual yang luar biasa. Karya monumentalnya, Tafsir al-Sya’rawi, tidak hanya menjadi rujukan utama di Mesir, tetapi juga dipelajari secara luas di berbagai negara Arab dan komunitas Muslim dunia. Tafsir al-Sya’rawi merupakan kompilasi ceramah tafsir beliau yang disusun berdasarkan urutan mushaf, dengan gaya penyampaian yang komunikatif, reflektif, dan spiritual. Berbeda dari karya tafsir klasik yang akademis dan formal, tafsir ini berbicara langsung kepada hati pembaca—menjawab persoalan hidup dan menuntun pada pemahaman yang sarat makna serta hikmah.
Menurut Dr. Muhammad Emara, cendekiawan Islam Mesir dan anggota Majelis Tinggi Urusan Islam,
“Tafsir al-Sya’rawi menghidupkan ruh tafsir yang bersifat dzauqi (rasa) dan syar’i sekaligus, mempertemukan dimensi teks dan konteks dalam satu kesatuan pengalaman keimanan.”
Pengaruh Syekh Sya’rawi tidak terbatas pada kalangan awam, tetapi juga diakui di lingkungan akademik dan lembaga keislaman besar seperti Al-Azhar, tempat di mana karya-karyanya digunakan sebagai bahan ajar tambahan dalam studi tafsir tematik dan dakwah kontemporer. Tafsir beliau telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, memperluas jangkauan pemikirannya hingga ke komunitas Muslim di Eropa dan Asia Tenggara.
Selain karya tafsir, beliau juga menulis puluhan buku kecil yang membahas berbagai tema penting, seperti tauhid, doa, hikmah di balik musibah, dan keadilan ilahi. Ia dikenal sebagai sosok yang berhasil memadukan warisan klasik Islam dengan semangat zaman modern, menjadikan Al-Qur’an tetap relevan dan hidup di tengah perubahan zaman.
Tak heran jika Syekh Sya’rawi dijuluki Al-Mufassir Al-‘Asri (mufasir zaman modern). Dalam setiap penjelasannya, ia mengajarkan bahwa Al-Qur’an bukan sekadar kitab bacaan, tetapi cermin bagi jiwa manusia. Ayat demi ayat yang ditafsirkannya seakan berbicara langsung kepada nurani, membangkitkan kesadaran bahwa wahyu tidak hanya untuk dibaca, tetapi juga untuk direnungkan dan dijalani.
Di tengah riuhnya zaman yang semakin pragmatis dan terpolarisasi, Syekh Sya’rawi hadir sebagai suara jernih—lembut namun tegas—yang mengajak manusia kembali kepada cahaya petunjuk Ilahi. Ia tidak menawarkan Islam sebagai kumpulan dalil yang kaku, melainkan sebagai jalan hidup yang penuh cinta, harapan, dan kedalaman makna.
Tafsirnya menghidupkan kembali ruh keagamaan yang hampir padam di tengah masyarakat modern—ruh yang tidak hanya mengandalkan logika, tetapi juga menyentuh kalbu dan menjawab kerinduan spiritual dalam kehidupan yang serba cepat dan kering makna.
Syekh Sya’rawi mengingatkan kita bahwa kekuatan Al-Qur’an tidak hanya terletak pada keindahan bahasanya atau keluasan ilmunya, tetapi pada kemampuannya menyentuh sisi terdalam dari kemanusiaan. Warisan beliau bukan sekadar buku atau ceramah, melainkan sebuah teladan bahwa memahami wahyu adalah perjalanan ruhani yang bisa ditempuh oleh siapa pun, asalkan ada keikhlasan untuk mendengar dan keberanian untuk berubah.
Wallahu A’lam bi al-Shawab.
Referensi:
Badr, Asyraf. 1998. Asrâr asy-Sya’râwî. Kairo, Mesir: Dar el-Ulûm al ‘Arabiyyah.
Hasyim, Ahmad ‘Umar. 1998. al-Imam asy-Sya’râwî Mufasiran wa dâ’iyah. Kairo, Mesir: Akhbar al-Youm.
Jauhar, Ahmad al-Mursi Husein. 1990. Asy-Syaikh Mu–ammad al Mutawallî asy-Sya’râwî (Imâm al-‘Ashr). Kairo, Mesir: Nahdlah
Minsyâwî, Muhammad Siddiq. 1998. Asy-Syaikh asy-Sya’râwî wa Hadîts ad-Dzikrayât. Kairo, Mesir: Dar el-Fadlîlah
Sya’rawi, Muhammad Mutawalli. 2010. Meniti Jalan Menuju Al-Qur’an. Jakarta: Yayasan Alumni Timur Tengah.
Kontributor: Nurul Zakinah Hairudin, Semester VI
Editor: Yayu