Sejarah Perpecahan Umat Islam

Sejarah Perpecahan Umat Islam

Ma’had Aly – Pada masa Nabi Muhammad saw. umat Islam bersatu, mereka dalam satu akidah dan satu syariat. Jika terdapat hal-hal yang diperselisihkan diantara para sahabat, mereka mengembalikan persoalannya kepada Nabi. Maka penjelasan beliau itulah yang kemudian menjadi pegangan dan ditaati oleh para sahabat. Awal mulanya perselisihan dipicu oleh persoalan politik yang ada kaitannya dengan peristiwa terbunuhnya Utsman bin Affan yang berbuntut pada penolakan Muawiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, juga mengenai ilmu kalam yang muncul pertama kali adalah persoalan siapa yang disebut keluar dari agama Islam dan siapa yang tetap beragama Islam.

Dalam sejarah Islam diterangkan bahwa perpecahan golongan itu mulai memuncak setelah terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, sebagaimana dikatakan oleh Hudhari Bik. Hal itu yang menjadi sebab perpecahan pendapat kaum muslimin, yaitu satu golongan yang dendam atas Utsman bin Affan dan mereka adalah orang-orang yang membai’at Ali bin Abu Thalib ra., dan satu golongan yang dendam atas terbunuhnya Utsman dan mereka adalah golongan yang mengikuti Muawiyah bin Abu Sufyan ra.

Setelah peristiwa terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, perpecahan semakin memuncak sehingga terjadilah perang Jamal yaitu perang antara kubu Ali dengan kubu Aisyah dan perang Shiffin yaitu perang antara kubu Ali dengan kubu Mu’awiyah. Berawal dari itulah akhirnya timbul berbagai aliran dalam umat islam, masing-masing kelompok juga terpecah belah menjadi beberapa kelompok, di antaranya yakni Khawarij. Ialah suatu sekte atau aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim) dalam perang Shiffin pada tahun 37H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan mengenai persengketaan khilafah.

Kedua, Murji`ah adalah orang yang menunda akan penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta pendukungnya masing-masing hingga hari kiamat kelak. Ketiga, Syi`ah yaitu orang-orang  yang tetap mendukung dan mencintai Ali dan keluarganya. Sedangkan Khawarij memandang bahwa Ali, Muawiyah, Amr ibn al-Ash, Abu Musa al-Asy`ari dan orang-orang yang menerima abitrase (tahkim) adalah kafir, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur`an penggalan Surat Al-Maidah ayat 44 “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” Dari ayat inilah mereka mengambil kesimpulan La hukma illa lillah bahwa tidak ada hukum selain dari hukum Allah swt.

Harun lebih lanjut melihat bahwa sebagaimana yang telah dikatakan diatas bahwa persoalan kalam yang pertama adalah persoalan siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa yang bukan bagian dari mereka. Khawarij sebagaimana telah disebutkan, mereka memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, adalah kafir berdasarkan firman Allah swt. pada surat Al-Ma’idah ayat 44.

Persoalan ini telah menyimpulkan tiga aliran teologi dalam Islam, yaitu :

  1. Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti telah keluar dari agama Islam, atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.
  2. Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar masih tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun mengenai dosa yang dilakukannya, hal itu adalah terserah kepada Allah untuk mengampuni atau menghukumnya.
  3. Mu’tazilah, yang tidak menerima dari kedua pendapat diatas. Bagi mereka, orang yang berdosa besar bukan kafir, tetapi bukan pula mukmin. Mereka mengambil posisi antara mukmin dan kafir, yang dikenal dengan istilah al-manzilah baina manzilatain (posisi diantara dua posisi).

Dalam dunia Islam, timbul pula dua aliran teologi yang terkenal dengan nama Qadariyah dan Jabariyah. Menurut Qadariyah, manusia mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Adapun Jabariyah, berpendapat sebaliknya bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya.

Aliran Mu’tazilah yang bercorak rasional mendapat tantangan keras dari golongan tradisional Islam, terutama golongan Hanbali, yaitu dari pengikut-pengikut mazhab Ibn Hanbal. Mereka yang menantang ini kemudian mengambil bentuk aliran teologi tradisional yang dipelopori Abu al-Hasan al-Asy’ari (935 M). Di samping aliran Asy’ariyah, timbul pula suatu aliran di Samarkand yang juga bermaksud menentang aliran Mu’tazilah. Aliran ini didirikan oleh Abu Mansur al-Maturidi (w. 944 M). Aliran ini kemudian terkenal dengan nama teologi Al-Maturidiyah.

Mungkin Murji’ah dan Mu’tazilah tak mempunyai wujud lagi, kecuali hanya dalam sejarah. Adapun yang masih eksis hingga sekarang adalah aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah yang keduanya disebut Ahlussunnah wal-jama’ah. Memang sebelum Rasulullah saw. meninggal dunia, beliau telah mengabarkan berita dalam sabdanya bahwa umat Islam akan berpecah-belah.

الْجَمَا عَةُ وَهِيَ وَاحِدَةً إِلاَّ النَّارِ فِي كُلُّهَا فِرْقَةَ وَسَبْعِيْنَ اثْنَتَيْنِ عَلَى سَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي وَإِنَّ فِرْقَةً وَسَبْعِيْنَ إِحْدَى عَلَى افْتَرَقَتْ إِسْرَائِيْلَ إِنَّ بَنِي.

“Sesungguhnya Bani Israil telah terpecah-belah menjadi 71 golongan, dan umatku akan terpecah-belah menjadi 72 golongan. Semuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan saja yang selamat, yaitu golongan al-Jama’ah.” (HR. Ibnu Majah dari Anas bin Malik)

Perpecahan yang terjadi di kalangan umat Islam yang diterangkan dalam hadits tersebut sebanyak 73 golongan, kemudian satu dari 73 golongan tersebut ialah golongan  yang selamat dari siksaan api neraka, yang disebut golongan Ahlussunnah wal Jama’ah.

Angka 73 tersebut bukan menunjukkan arti bilangan sesungguhnya, tetapi betapa banyaknya perpecahan-perpecahan itu terjadi, sehingga menimbulkan golongan-golongan yang sulit dihitung satu per satunya. Contoh: golongan-golongan yang belum disebutkan di atas, antara lain golongan Ahmadiyah, Baha’iyah, dan sebagainya. Belum jika dihitung aliran-aliran kepercayaan di Indonesia yang sebagiannya mengaitkan ajaran-ajarannya dengan agama Islam. Semoga kita dapat bijak menyikapi perbedaan-perbedaan yang ada agar perdamaian selalu terjaga terutama di negara Indonesia tercinta kita ini.

Referensi

Adul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2011.

Watt, W. Montgomery, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam, Terj. Umar Basalim, Jakarta: Penerbit P3M, I987.

Leave a Reply