Ulama Tolak berdasi : KH Asnawi Tokoh Sejarah yang Membumikan Sholawat Kebangsaan

Ulama Tolak berdasi : KH Asnawi Tokoh Sejarah yang Membumikan Sholawat Kebangsaan

Bagi masyarakat kudus sosok ulama karismatik ini sudah tidak asing didengar, kiprahnya dalam mensyiarkan agama Islam dengan ke NU annya maupun kiprah sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia sudah sangat lumrah di telinga masyarakat. Namun, dibalik kekarismatikannya KH Asnawi juga merupakan seorang penyair, salah satu karyanya adalah Shalawat Asnawiyah. Sebelum mengenal lebih dalam shalawat yang beliau persembahkan untuk Indonesia, lebih baik mengenal dulu siapa itu penciptanya. 

Nama lengkap beliau adalah KH Asnawi dilahirkan di Kudus. Beliau mendapat pendidikan pertama dari kedua orang tuangnya. Pendidikannya diteruskan di Pesantren Mangunsari Tulungagung dibawah asuhan K.R Fatah K.H Arsyad di Moyang Jepara. Setelah kedua pesantren tersebut beliau belajar ke Makkah dan berguru dengan KH Sholeh Darat, KH Mahfud Termas, Sayyid Umar Satta dan lain-lain. Beliau menikah dua kali dan mempunyai banyak anak yang meneruskan perjuangan beliau. Disamping itu, beliau mempunyai banyak santri diantaranya KH Bisyri Syamsuri, KH Saleh Tayu, KH Mufid Kudus dan lain-lain. Beliau merupakan ulama tradisional Indonesia pada awal abad XX. Ia pemikir sosok dan pejuang yang terjun langsung ditengah-tengah masyarakat. Hidup diabdikan untuk kemajuan Islam melalui penulisan karya dan dakwah Islamiyah. Asnawi merupakan Da’i keliling yang karismatik yang memperoleh otoritas dan pengalaman religius yang ia dapatkan dan dikembangkannya baik di Jawa maupun di Hijaz.

Pemikiran-pemikiran KH Asnawi dari segi akidah dan hukum Islam sejalan dengan tuntunan yang digariskan oleh NU, yaitu dari segi akidah mengikuti akidah ahlu sunnah waljama’ah yang merujuk pada pemikiran Imam Asya’ri dan Maturidi sedangkan dari segi hukum Islam secara teoritis menganut empat madzhab Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal, namun dalam praktiknya menganut Imam Syafi’i. Oleh karena itu maka kitab yang dikarang oleh KH Asnawi mengikuti apa yang sudah digariskan oleh Imam Madzhab. Adapun dalam bidang pendidkan, pemikiran yang beliau kembangkan adalah pendidikan agama yang diaktualisasikan ke pesantren dengan mengasah kecerdasan kognitif, afektif dan psikomotorik dan pendidikan moral yang langsung beliau pantau di pesantren.

Kiprah beliau berawal dari pesantrennya berkeliling mendakwahkan agama Islam sebagai da’i keliling. Namun beliau tidak lepas memperjuangkan negerinya dari belenggu penjajahan yang menyatu dengan tokoh-tokoh kemerdekaan semisal HOS Cokroaminoto, KH Agus Salim dan lain-lain. Demikian juga beliau memberikan dorongan kepada para santri-santrinya dalam berjuang melawan kolonialisme.

Dapat dilihat bahwasanya rasa kebangsaan yang dimiliki oleh KH Asnawi memang didasarkan oleh ajaran guru-gurunya, termasuk meniru Rasulullah Saw dalam memperjuangkan agama Islam. KH Asnawi paham betul bahwa pada saat itu sangat membutuhkan kekuatan Islam dengan model damai. Salah satunya shalawat Asanawiyyah yang beliau ciptakan menandakan bahwa pribadi beliau yang sangat kuat akan cinta terhadap negerinya. 

Isi dari Sholawat Asnawiyyah adalah sebagai berikut : 

يَا رَبِّ صَلِّ عَلَی الرَّسُوْلِ مُحَمَّدٍ سِرِّ الْعُلاَ 

وَالْأَنْبِيَاءْ وَالْمُرْسَلِيْنَ الْغُرِّ خَتْمًا أَوَّلًا 

يَا رَبِّ نَوِّرْ قَلْبَنَا بِنُوْرِ قُرْآنِ جَلًا 

وَافْتَحْ لَنَا بِدَرْسِ أَوْ قِرَاءَةٍ تُرَتَّلً 

وَارْزُقْ بِفَهْمِ الْأَنْبِيَاءْ لَنَا وَأَيِّ مَنْ تَلاَ 

ثَبِّتْ بِهِ إِيْمَانَنَا دُنْيَا وَأُخْرَی گَامِلًا 

أَمَانْ أَمَانْ أَمَانْ أَمَانْ أَمَانْ أَمَانْ 

إِنْدُوْنِسِيَا رَايَا أَمَانْ 

آمِيْن آمِيْن آمِيْن آمِيْن آمِيْن آمِيْن  

يَارَبِّ رَبَّ الْعَالَمِيْن 

آمِيْن آمِيْن آمِيْن آمِيْن آمِيْن آمِيْن  

Dari sebelas bait shalawat ini memang terkandung makna yang luar biasa. Ruh yang paling inti adalah pujian terhadap Rasulullah Saw sebab esensi dari shalawat tersebut merupakan sanjungan kepada nabi Muhammad Saw yang memiliki rahasia kehidupan. Do’a untuk penyinar hati juga disanjungkan dengan tuntunan Al Qur’an. Rasa cinta kepada Al-Qur’an juga di aktualisasikan dengan mahirnya dalam membaca dan mengaji secara tartil. Dan itulah rizki yang sangat di nanti. Penguatan keimanan dan keselamatan dunia sangat dinanti. Do’a yang dipanjatkan setelah keamanan bagi bangsa Indonesia. Itulah hebatnya shalawat Asnawiyah yang jika dibedah memiliki lima dimensi yang tidak dapat dipisahkan : Pertama dimensi ketuhanan. Bahwa semua orang yang hidup selalu bergantung pada kekuasaan Allah SWT. Kedua, dimensi kenabian. Bahwa Rasulullah Saw adalah figure idola yang sangat dinantikan syafa’atnya. Ketiga, dimensi Qur’ani, untuk memahami islam yang perlu dipegang adalah al-qur’an dengan membaca isinya (paham bahasa arab dan tafsir) dan ahli tartil (paham tajwid dan ilmu al-qur’an). Keempat dimensi teologi, penegasan keimanan dalam agama islam itu menjadi sangat penting sebagai bekal di akhirat. Dan kelima, dimensi kebangsaan. Kh Asnawi memberi pesan bahwa empat dimensi yang terkandung dalam isi shalawat itu tidak akan mudah diwujudkan jika Negara dalam kondisi tidak aman. Maka do’a untuk Indonesia aman, damai, gemah rimpah jinawi itu yang dimaksudkan dari isi shalawat ini.

Soal Nasionalisme, ketika menulis shalawat Asnawiyah, Mbah Asnawi lebih suka mengucapkan Indonesia denga “Undunesia”, pakai “U” dalam bahasa arab dibaca dengan harkat dhammah. Alasanya jika Indonesia pakai “I” atau kasroh logat arab, terkesan rendah karena posisinya selalu dibawah. Karena dalam menyusun syi’ir shalawat, ketika sampai pada kata “Indonesia Raya Aman”, artinya : dengan Indonesia raya aman Mbah Asnawi menambahkan huruf “Ba”. Bacanya jadi “Bindunesia Raya Aman”artinya dengan Indonesia Raya yang Aman, syi’ir ini kemudian terkenal dengan sebutan syi’ir shalawat Asnawiyah karena di ubah langsung oleh KH Asnawi Kudus. Demikian rahasia dibalik syi’ir yang dirubahnya, yang mengandung filosfi do’a untuk kedamaian bangsa ini. Tidak lupa, kiprah dalam memperjuangkan bangsa Indonesia, tak hanya dilakukan melalui pendidikan dengan mengajarkan ilmu kepada masyarakat, beliau juga ikut berperan sebagai slah satu anggota ataupun pendiri organisasi massa terbesar saat ini, yakni Nahdlatul Ulama (NU). Bersama sejumlah kiyai Jawa termasuk KH Hasim Asya’ri dan KH Wahab Hasbullah sebagai alat perjuangan melawan penjajah melalui perkumpulan.

Dalam memperjuangkan Islam KH Asnawi memiliki pendirian yang teguh. Prinsip-prinsip hidupnya sangat keras dan watak perjuanganya terkenal galak, sebab kala itu bangsa Indonesia sedang dirundung nestapa penjajahan orang. Keyakinan inilah yang dipegangnya sangat kokoh sekali. Bagi KH Asnawi segala hal yang dilaksanakan oleh Belanda tidak boleh ditiru. Bahkan tidak segan-segan KH Asnawi memfatwakan hukum agama dengan sangat tegas, anti kolonialisme seperti mengharamkan segala macam bentuk tasyabuh (menyerupai) perilaku para penjajah dan para antek-anteknya.

Salah satu larangan kerasnya adalah larangan untuk memakai berdasi dan menghidupkan radio, termasuk gaya dari hidup orang-orang (Belanda dan China). Fatwa larangan berdasinya ini sangat terkenal hingga suatu ketika KH Saifuddin Zuhri melepaskan dasi dan sepatunya ketika mengunjungi Mbah Asnawi. KH Saifuddin Zuhri pada kala itu sedang menjabat menteri agama namun demi menghormati Mbah Asnawi, ia bertamu hanya dengan memakai sandal tanpa dasi.

Adapun karomah yang dimiliki Mbah Asnawi adalah membuat gentar penjajah Belanda. Mbah Asnawi sempat ditahan oleh pemerintahan belanda karena dianggap penggerak kerusuhan. Ketika dipenjara itulah Mbah Asnawi banyak menghabiskan waktu untuk mengajar ilmu agama dan membaca shalawat kepada para penghuni penjara. Konon, petugas penjara tidak sanggup menjaga KH Asnawi karena setiap membaca shalawat. Ruangnya dibanjiri rakyat yang ingin belajar agama, hingga para penjaga penjara menyerah dan akhirnya Mbah Asnawi dibebaskan. Karomah lain yang Mbah Asnawi miliki yakni ketika para penjaga ingin menagkapnya kembali. Namun, ketika hanya baru melihatnyapun mereka langsung terbirit-birit ketakutan karena sering masuk penjara namun selalu bebas. 

Dengan keikutsertaanya tersebut Mbah Asnawi pantas disebut sebagai orang alim yang sangat Indonesia, bukan kearab-araban walaupun lama di Arab. Selain karyanya shalawat asnawiyah yang popular saat ini, hampir semua syai’rnya yang dikaryakan menyinggung tentang pentingnya cinta agama dan cinta bangsa.

Referensi : 

KH Asnawi Kudus, https://sites.google.com/site/pustakapejaten/manaqib-biografi/7ulama-nusantara/khr-asnawi-kudus 

Ma’shum, Saifullah (ed). Karisma Ulama: Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU. Bandung: Mizan, 1998.  

Madjid, Nurcholish. Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta:  Paramadina, 1997.  

Majalah Tahunan El-Qudsy edisi 11. Kudus: Persatuan Pelajar Qudsiyyah, 2003  

Mas’ud, Abdurrahman. Intelektual Pesantren: Perhelatan Agama dan Tradisi Yogyakarta: LKiS, 2004.

Kontributor: Rinanda Salsa Sabila, Semester IV 

Leave a Reply