Pendidikan merupakan proses penyadaran (konsientisasi) terhadap lingkungan kehidupan nyata yang meliputi tatanan sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Di dalamnya terdapat semangat dan tentu saja pengetahuan untuk mengubah dunia agar lebih adil.
Pendidikan pesantren sesunggguhnya merupakan pendidikan yang memberikan kesadaran baru kepada santri tentang sosial, budaya, politik, ekonomi, dan tentu saja agama. Itulah mengapa pendidikan pesantren dapat dikatakan sebagai “pendidikan yang membebaskan”.
Dunia pesantren memberikan nilai tentang etika pembelajaran dalam Islam yang menjadi fondasi penting bagi bangunan intelektualisme santri.
Pertama
Relasi “kyai-santri” yang bersifat sepanjang hayat. Kyai tidak hanya sumber ilmu pengetahuan, tetapi juga keteladanan moral yang menjadi rujukan sampai sekarang ini.
Dalam konteks dunia pendidikan di Indonesia sekarang ini, pola relasi “guru-murid” seperti itu mulai mengalami perubahan dan sedang mencari polanya yang baru.
Santri bukanlah gelar tiba-tiba, ia merupakan sebuah penghargaan yang diberikan kyai setelah proses panjang pendidikan hidup dalam pesantren.
Santri bukan hanya penerima titah sebagai pewaris ilmu, ia sejatinya merupakan esensi dari nilai hidup dan doa-doa kyai yang hanya dapat diraih melalui totalitas sublimasi.
Kedua
Ajaran tentang “belajar dan mencari ilmu” (thalab al-‘ilm) yang mendapat penekanan kuat dari hadis Nabi Muhammad saw. yang menegaskan bahwa mencari ilmu merupakan kewajiban setiap muslim merupakan nilai-nilai yang menempatkan ilmu pengetahuan sebagai mahkota.
Ketiga
Yang menjadi sasaran krititisisme dunia pendidikan adalah tradisi hafalan (memorization), tradisi ini dilestarikan dan masih berlangsung sampai sekarang. Seolah luntur mahkota kesantrian seseorang jika tidak memiliki hafalan atau bahkan tidak mengalami penekanan dalam menghafal. Karna santri dan hafalan adalah dualisme yang tidak dapat dipisahkan. (Abdul Aziz)