Mengenal Ibnu Khaldun, Filsuf, Guru dan Politisi Muslim

Mengenal Ibnu Khaldun, Filsuf, Guru dan Politisi Muslim

Ma’had Aly – Siapa yang tak kenal sosok fenomenal Ibnu Khaldun? Ibn Khaldun hidup antara abad ke-14 dan 15 M (1332-1406 M) bertepatan dengan abad ke-8 dan 9 H. Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia, Afrika Utara, pada 1 Ramadhan 732 H/27 Mei 1332 M, dan wafat di Kairo pada 25 Ramadhan 808 H/19 Maret 1406 M. Ia wafat dalam usianya yang ke-76 tahun (menurut perhitungan Hijriyah) di Kairo, sebuah desa yang terletak di Sungai Nil, sekitar kota Fusthath, tempat keberadaan madrasah al-Qamhiah dimana sang filsuf, guru,  sekaligus politisi ini berkhidmat.

Nasab Ibnu Khaldun digolongkan kepada Muhammad ibnu Muhammad ibnu Hasan ibnu Jabir ibnu Muhammad ibnu Ibrahim ibnu ‘Abd Al-Rahman ibnu Khaldun. Namun Ia lebih dikenal dengan nama Ibnu Khaldun. Ia dikenal dengan nama Ibnu Khaldun karena dihubungkan dengan kakeknya Khalid bin Ustman. Menurut sumber yang ada bahwa kakeknya ini merupakan orang pertama yang memasuki negeri Andalusia bersama beberapa penakluk lain berkebangsaan Arab. Sesuai dengan kebiasaan orang-orang Andalusia dan Maghribi pada masa dahulu yang sudah terbiasa menambahkan huruf wawu dan nun pada  nama-nama belakang orang-orang terkemuka. Hal tersebut dilakukan sebagai penghormatan dan tanda takdzim, maka dengan demikian nama Khalid-pun berubah menjadi Khaldun dan nama tersebut tentunya menjadi nama yang lebih mashur dibanding nama Khalid. 

Nama aslinya adalah Abdurrahman ibnu Khaldun Al-Maghribi Al-Hadrami Al-Maliki. Ia digolongkan kepada al-Maghribi karena ia lahir dan dibesarkan di Maghrib di kota Tunis, dan dijuluki Al-Hadrami karena keturunannya berasal dari Hadramaut Yaman. Satu lagi, dikatakan Al-Maliki karena ia menganut Madzhab Imam Maliki. Ia juga memiliki beberapa panggilan yakni Abu Zaid dan Wali Ad-Din. Ia dipanggil dengan sebutan Abu zaid karena nama anak pertamanya bernama Zaid dan panggilan Wali Ad-Din ia peroleh setelah ia menjadi hakim di Mesir. 

Mengenai keluarganya Ibnu Khaldun, kakeknya yaitu Khalid ibnu Utsman dan keluarganya sebelumnya menetap di kota Carmine selama beberapa waktu dan  hijrah ke kota Sevilla. Keluarga Ibnu Khaldun berhasil menjabat beberapa jabatan penting dalam bidang ilmu pengetahuan dan politik di kota tersebut. Maka tidak mengherankan jika keluarga Banu Khaldun di Sevilla sangat terhormat, maka tidak menutup kemungkinan bahwa Ibnu Khaldun juga sangat di hormati pada masanya.

Ibnu Khaldun sendiri mengawali pendidikanya dengan membaca dan menghafal Al-Qur’an. Kemudian baru menimba berbagai ilmu pengetahuan kepada guru-guru yang pada saat itu cukup terkenal bahkan mungkin hingga saat ini. Ia menimba ilmu kepada guru-guru yang sesuai dengan bidangnya masing-masing. Namun pada saat itu Tunisia yang merupakan pusat ulama dan sastrawan besar kota-kota di Timur dan Barat dilanda wabah pes yang dahsyat pada 749 H. sehingga Ibnu Khaldun kehilangan orang tuanya dan beberapa gurunya, akibatnya ia tidak dapat melanjutkan studinya dan akhirnya hijrah di Maghrib. Hal ini terjadi pada saat Ibnu Khaldun masih berusia remaja.

Menurut Dr. Ali Abdul Wahid Wafi, yang merupakan salah satu orang ahli mengenai Ibnu Khaldun mengatakan, bahwa ada dua faktor yang menyebabkan ia tidak dapat melanjutkan pendidikannya. Pertama yaitu karena wabah pes yang melanda sebagian besar dunia Islam mulai dari Samarkand sampai ke Maghrib. Kedua yaitu karena hijrahnya sebagian besar ulama dan sastrawan yang selamat dari wabah pes tersebut, dari Tunisia ke Maroko pada 750 M/ 1349 H. bersama-sama dengan sultan Abu Al-Hasan, penguasa daulah Bani Marin. Ibnu Khaldun sendiri menganggap peristiwa wabah pes ini sebagai bencana besar dalam hidupnya yang menyebabkan ia kehilangan orang tuanya dan sebagian guru-gurunya.

Ibnu khaldun kemudian menghabiskan lebih dari dua pertiga umurnya di kawasan Afrika Barat Laut, yang sekarang ini berdiri negara-negara Tunisia, seperti Al-jazair dan Maroko. Dan juga Andalusia yang terletak di ujung selatan Spanyol. Pada masa itu kawasan-kawasan tersebut menjadi pusat perebutan  kekuasaan antar Dinasti. Sehingga tidak mengherankan jika kawasan tersebut seringkali berpindah tangan kekuasaan antar Dinasti yang satu dengan Dinasti yang lain. 

Sehingga Ibnu Khaldun pun berperan dalam percaturan politik yang sarat dengan perebutan kekuasaan pada saat itu. Ia juga kerap kali berpindah jabatan dan bergeser loyalitas dari seorang penguasa satu ke penguasa yang lain dari dinasti yang sama. Jabatan pemerintahan pertama yang cukup berarti baginya pada saat itu adalah menjadi keanggotaan majelis ilmuwan Sultan Abu Inan dari Bani Marin di ibukota negara itu, yaitu Fez. Kemudian ia diangkat menjadi sekretaris Sultan dengan tugas mencatat semua keputusan Sultan terhadap semua permohonan rakyat, dan juga dokumen-dokumen lain yang diajukan kepada Sultan.

Mesir sendiri pada masa hidup Ibnu Khaldun, sedang berada di bawah kekuasaan Bani Mamluk. Meskipun sebenarnya pemerintahan Mamluk itu sendiri tidak memiliki wilayah kekuasaan kecuali Mesir, Syam, dan Hijaz Saja, tetapi tetap Bani Mamluk oleh para Sejarah dinyatakan sebagai Pemerintahan yang menyandang nama Khilafah Islamiah.

Ketika kota Baghdad yang saat itu menjadi pusat peradaban jatuh ke tangan bangsa Tartar (654-923H). Perkembangan bahasa, sastra dan kebudayaan Arab mengalami kemunduran. Pada saat yang bersamaan pula, berbagai kerajaan Muslim di Andalusia mulai runtuh. Pada saat-saat itu juga kemunduran peradaban Islam mulai terlihat jelas karena pada saat itu, satu persatu kota-kota yang dimiliki oleh kerajaan Islam jatuh ke tangan kaum Kristen. 

Pasca jatuhnya Baghdad itulah, ulama dan sastrawan Baghdad bersama para ulama Andalusia pergi ke Kairo, Mesir yang pada masanya juga menjadi pusat peradaban. Kedatangan mereka disambut baik oleh Dinasti Mamluk, sehingga mereka merasa tenang dan tentu juga tentram karena perlakuan yang telah mereka dapatkan. 

Perlu diketahui juga bahwa kisaran antara abad ke- 8 H atau abad ke-14 M tersebut merupakan sebuah masa dimana terjadi perubahan dan transisi di seluruh dunia. Tentunya bagi kalangan sejarah.  Hal ini sudah tidak asing lagi didengar karena pada masa itu memang merupakan masa perubahan dan transisi ke arah perpecahan dan kemunduran di dunia Arab, sekaligus perubahan dan transisi kearah kebangkitan di dunia Barat. Kondisi tersebut tentu juga berdampak negatif  bagi kebudayaan Arab pada waktu itu. Demikianlah sedikit gambaran mengenai sosial politik beberapa negeri di masa Ibnu Khaldun.

 

 

Referensi

Ahmad Al-‘Usaiyri. Sejarah Islam: Sejak Zaman Nabi Hingga Abad XX. Terj. Samson Rahman, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003.

Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat: Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Ke-3, Jakarta: Bumi Aksara, 2010

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta: UI-Press, 1993.

Abdul Mu’ti Muhammad Ali, Filsafat Politik Antara Barat dan Islam, terj. Rosihin Anwar, Bandung: Pustaka Setia, 2010

Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun, Mukaddimah Ibnu Khaldun, Terj. Masturi Irham, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011.

Oleh : Aulal Musyafiul Aliya Dewi, Semester V

Leave a Reply