Isra’ Mi’raj: Perjalanan Sang Revolusioner Islam ke Sidratul Muntaha

Isra’ Mi’raj: Perjalanan Sang Revolusioner Islam ke Sidratul Muntaha

سبحن الذي اسرى بعبده ليلا من المسجد الحرام الى المسجد الاقصا الذي بركنا حوله لنريه من آيتنا انه هو السميع البصير

Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsa yang telah kami berkahi sekelilingnya  agar kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.”  (QS al-Isra’ : 1)

Salah satu mukjizat Rasulullah yang sangat penting bagi umat Islam yaitu Isra’ Mi’raj. Kaum muslimin sepakat bahwa Isra’ Mi’raj merupakan salah satu mukjizat yang terbesar. Akan tetapi, mengapa pada kisah Isra’ Mi’raj ini banyak yang menentang kebenarannya, apakah ini kejadian dari akal-akalan Rasulullah atau mimpi saat beliau tidur?

Banyak penulis yang begitu gemar menggambarkan kehidupan Rasulullah sebagai kehidupan manusia biasa, sehingga tidak percaya dengan adanya mukjizat padanya. Mereka beranggapan kalau mukjizat tidak cocok secara akal, sehingga sebagian dari mereka tidak percaya dengan adanya mukjizat dalam kehidupan Rasulullah dengan berdalil kepada ayat:

قل إنما اللآيات عند الله

“Katakankah, sesungguhnya mukjizat itu hanya berada di sisi Allah.” (QS al-An’am: 109)

Sebelum membahas lebih jauh, penulis akan menceritakan secara singkat bagaimana kisah Isra’ Mi’raj Rasulullah saw. Isra’ merupakan perjalanan dari Masjid al-Haram sampai masjid al-Aqsa sedangkan Mi’raj ialah naiknya Rasulullah menembus beberapa lapisan langit tertinggi sampai batas yang tidak dapat dijangkau oleh ilmu semua makhluk, malaikat, manusia dan jin. Semua itu ditempuh dalam waktu semalam. Peristiwa ini merupakan hadiah dari Allah atas cobaan-cobaan yang rasul rasakan dalam menegakkan ajaran agama Islam.

Kisah perjalanan ini disebutkan oleh Bukhari dan Muslim secara lengkap di dalam shahihnya. Diceritakan bahwa Rasulullah menunggang buraq yaitu hewan yang lebih besar sedikit dari keledai dan lebih kecil sedikit dari unta. Disebutkan pula bahwa, Rasulullah memasuki masjid al-Aqsa lalu melakukan salat dua rakaat di dalamnya. Kemudian Malaikat Jibril datang seraya membawa segelas khamar dan segelas susu. Lalu Nabi memilih segelas susu dan Jibril berkata, “Engkau telah memilih fitrah.” Hal ini merupakan isyarat secara simbolik bahwa, Islam adalah agama Fitrah (suci), yakni akidah dan hukumnya sesuai dengan tuntunan fitrah manusia. Di dalam Islam tidak ada sesuatu yang bertentangan dengan tabiat manusia.  Jika fitrah berbentuk jasad, niscaya Islam akan menjadi bajunya yang pas. Faktor inilah yang menjadikan mengapa Islam mudah diterima dan cepat tersebar.

Pada perjalanan ini, Rasulullah naik ke langit menuju sampai ke Sidratul Muntaha. Di sinilah Allah mewahyukan salat lima waktu, yang pada awalnya sejumlah lima puluh kali sehari semalam. Ada beberapa pendapat mengenai keadaan rasulullah ketika isra miraj, sebagian mengatakan bahwa “Rasulullah diisra’kan dengan jasad beliau, menurut pendapat yang benar.” Sebagaimana pendapat Ibnu Qoyyim. Ada pula yang berpendapat bahwa perjalanan ini dilakukan Rasulullah dengan jasad dan ruh menurut sebagian jumhur muslimin, sebab ia merupakan Rasul yang mendapatkan Mukjizat yang mengagumkan yang dikaruniakan Allah kepadanya. 

و جمهور المسلمين على أن هذه الرحلة كانت بالجسم و الروح معا و لذلك فهي من معجزاته الباهرة التي أكرمه الله بها

Pasca kejadian tersebut, keesokan harinya beliau menyampaikan kepada penduduk Makkah apa yang terjadi dan beliau saksikan pada malam itu. Alih-alih kaum musyrikin mendustakan dan mentertawakannya. Sehingga sebagian mereka menantang Rasulullah untuk menggambarkan Bait al-Maqdis. Padahal pada saat berziarah, tidak terlintas dalam pikiran Rasulullah untuk menghitung tiang-tiang dan menghafal bentuknya. Kemudian Allah memperlihatkan gambaran Bait al-Maqdis di hadapan Rasulullah sehingga beliau dengan mudahnya menjelaskan secara terperinci sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:

لما كذبتني قريش قمت في الحجر فجلى الله لي بيت المقدس فطفقت أخبرهم عن آياته وأنا أنظر إليه

Ketika orang Quraisy mendustakanku, aku berdiri di Hijr (Ismail), lalu Allah memperlihatkan Bait al-Maqdis kepadaku. Kemudian aku kabarkan kepada mereka tentang tiang-tiang dari apa yang aku lihat.”

Ibnu Hajar di dalam syarahnya terhadap Bukhari berkata:

إن الإسراء و المعرج وقعا في ليلة واحدة في اليقظة بجسده و روحه

“Sesungguhnya Isra’ dan Mi’raj terjadi pada suatu malam, dalam keadaan sadar, dengan jasad dan ruhnya.”  Pendapat ini  kemudin diikuti oleh Jumhur Ulama, ahli hadist, ahli fiqh dan ilmu kalam.

Berita ini oleh sebagian kaum musyrikin disampaikan kepada Abu Bakar dengan harapan dia menolaknya. Tetapi ternyata Abu Bakar mengatakan:

إن كان قال ذلك لقد صدق إني لأصدقه علي أبعد من ذلك

“Jika memang benar Muhammad mengatakan seperti itu, sungguh aku membenarkan lebih dari itu.

Jika kita telusuri kisah ini, banyak sekali teori yang menentang kebenaran adanya mukjizat Rasul. Dari penelitian, pemikiran orientalis dan peneliti asing, seperti Gustav Lobon, August Comte dan lain-lain menjadi salah satu alternatif untuk merong-rong persatuan umat Islam. Timbulnya teori ini karena didasarkan tidak adanya keimanan dan ujaran kebencian terhadap kisah Rasulullah. Sebab, jika keimanan sudah melekat di dalam diri seseorang, maka akan mudah meyakini segala sesuatu yang datang kepada Rasulullah. 

Teori yang mengandalkan pikiran tanpa adanya landasan iman merupakan salah satu cara untuk menggoyahkan akidah  dan penanaman-penanaman pemikiran sekuler di benak muslim. Mukjizat-mukjizat Rasul cukup bagi kita untuk mengungkapkan kebenaran kerasulannya. Tapi tidak bagi orientalis, mereka menanggap rasululah hanya sebagai pahlawan atau orang hebat. 

Peristiwa Isra’ Mi’raj ini mengajarkan bagaimana kita bisa mengimani dan menerima dengan akal untuk menggambarkannya, maka sesungguhnya mukjizat ini tidak jauh berbeda dari mukjizat alam semesta dan kehidupan ini. Peristiwa ini bisa kita jadikan sebagai ukuran keimanan, seberapa besar iman kita terhadap mukjizat yang dialami Rasulullah dan seberapa besar kita yakin bahwa Rasulullah memang benar utusan Allah. Rangakaian kejadian yang beliau alami semasa Isra’ Mi’raj memberikan Ibrah kepada kita akan ketabahan Rasulullah dalam berdakwah. 

Referensi

M. Quraish Shihab. 2018. Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW dalam Sorotan Al-Quran dan Hadits-Hadits Sahih. Jakarta: Lentera hati, hlm 420.

Abdussalam Muhammad Harun. 2018. Tahdzib Ibnu Hisyam. Bairut: Darul Kitab Alamiyah, hlm 77.

Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi. 2017. Fiqh Sirah Nabawiyah. Damaskus: Darul Fikri, hlm 108.

Abdul Somad. 2019. Sejarah Hidup Nabi Muhammad Saw. Yogyakarta: Mutiara Media hlm 133.

Shafiyurrahman Al-Mubarakfury. 2017. Ar-Rahiqul Al-Makhtum. Mesir: Darul Hadits, hlm 127.

Kontributor: Robiihul Imam Fiddaroini, Semester IV

Leave a Reply