Dinasti Thulun: Pemerintahan Otonom di Bawah Kekhalifahan Abbasiyah

Dinasti Thulun: Pemerintahan Otonom di Bawah Kekhalifahan Abbasiyah

MAHADALYJAKARTA.COM— Dinasti Thulun atau Thuluniyah adalah sebuah dinasti yang memerintah Mesir dan Suriah dari tahun 868 hingga 905 Masehi. Dinasti ini didirikan oleh Ahmad bin Thulun, seorang pejabat militer keturunan Turki yang diangkat sebagai gubernur Mesir oleh Kekhalifahan Abbasiyah. Dalam sejarah Islam, Dinasti Thulun menjadi contoh bagaimana seorang penguasa daerah mampu mendirikan kekuatan yang otonom dan mandiri, meskipun masih dalam kerangka formal kekuasaan Abbasiyah. Masa pemerintahan Dinasti Thulun yang relatif singkat, sekitar 37 tahun, namun meninggalkan jejak yang mendalam dalam sejarah politik, ekonomi, dan budaya Mesir serta Suriah.

Latar Belakang Ahmad bin Thulun

Pendiri dinasti ini, Ahmad bin Thulun, lahir pada tahun 835M di Baghdad, sebagai putra seorang mantan budak Turki yang bekerja di istana Abbasiyah. Ahmad tumbuh besar di lingkungan militer dan berhasil meraih posisi penting dalam pemerintahan Abbasiyah. Pada tahun 868M, ia diangkat oleh Khalifah al-Mu’taz sebagai wakil gubernur di Mesir setelah ayah tirinya, Bak Bak(Gubernur Mesir, mempercayakannya posisi tersebut. Setibanya di Mesir, Ahmad bin Thulun mendapati bahwa wilayah ini sangat kaya tetapi juga kacau akibat pertentangan antara kelompok-kelompok lokal dan kekuasaan pusat Abbasiyah di Baghdad.

Mesir saat itu merupakan wilayah penting bagi Kekhalifahan Abbasiyah. Selain karena posisi geografisnya yang strategis, Mesir merupakan sumber pendapatan penting, terutama dari pajak pertanian dan perdagangan. Namun, pemerintahan Abbasiyah di Mesir lemah, dan seringkali pemimpin setempat lebih berkuasa daripada gubernur yang diutus dari Baghdad. Ahmad bin Thulun melihat situasi ini sebagai kesempatan untuk membangun kekuasaannya sendiri. Meskipun ia tetap mengakui kekuasaan formal Abbasiyah, pada kenyataannya, ia membangun struktur pemerintahan yang otonom.

Kebijakan Pemerintahan dan Pembangunan

Ahmad bin Thulun adalah seorang penguasa yang cakap dalam bidang administrasi dan militer. Secara administratif, ia berusaha mengurangi ketergantungan pada Baghdad dengan menciptakan sistem pengelolaan keuangan dan administrasi yang mandiri. Salah satu langkah penting yang diambil Ahmad bin Thulun adalah mengambil alih pendapatan pajak yang seharusnya dikirim ke Baghdad. Dengan dana tersebut, ia membangun infrastruktur, memperkuat pertahanan militer, dan memperbaiki perekonomian lokal.

Masa Kejayaan Dinasti Thulun

Dinasti Thulun mencapai puncak kejayaannya selama pemerintahan Ahmad bin Thulun (868 –884M) dan putranya, Khumarawaih (884 –896M). Pada masa ini, Mesir dan wilayah-wilayah yang dikuasai dinasti ini mengalami kemakmuran besar, terutama dalam hal ekonomi, pembangunan infrastruktur, dan stabilitas politik. Meskipun Dinasti Thulun hanya berkuasa selama 37 tahun, pengaruh mereka meninggalkan warisan yang signifikan bagi Mesir dan dunia Islam.

Stabilitas Politik dan Militer

Ahmad bin Thulun memulai pemerintahan dengan memperkuat kekuatan militer dan administrasinya. Salah satu kunci keberhasilannya adalah merekrut tentara dari berbagai wilayah, termasuk tentara Turki, Afrika Utara, dan dari anak benua India. Dengan kekuatan militer yang kuat, Ahmad bin Thulun mampu menjaga stabilitas di Mesir dan Suriah, serta memperluas wilayah kekuasaannya.

Mesir, pada saat kedatangan Ahmad bin Thulun, berada dalam kondisi yang kacau, dengan seringnya terjadi perebutan kekuasaan di kalangan pemimpin lokal. Namun, dengan kebijakan Ahmad bin Thulun, wilayah ini mulai stabil. Ia secara efektif mengatasi konflik internal dan mampu memperkuat otoritasnya di seluruh Mesir dan sebagian besar Suriah. Meski formalnya masih di bawah Kekhalifahan Abbasiyah, Ahmad bin Thulun menjalankan pemerintahan yang otonom dan memperlihatkan kemampuannya untuk memerintah secara independen.

Pembangunan Infrastruktur

Masa kejayaan Dinasti Thulun juga memberikan sumbangan besar pada kebudayaan dan arsitektur Islam. Di bawah pemerintahan Ahmad bin Thulun, Kairo berkembang menjadi pusat budaya yang penting. 

Adapun hasil dari perkembangan budaya dan arsitektur pada masa Dinasti Thulun:

  • Masjid Ibnu Thulun. 

Masjid Ibnu Thulun, yang dibangun antara tahun 876 dan 879M, menjadi salah satu simbol terbesar dari masa kejayaan ini. Masjid ini adalah salah satu masjid terbesar dan tertua di Kairo yang masih berdiri hingga saat ini. Dengan menara spiralnya yang unik, masjid ini menunjukkan pengaruh arsitektur dari Samarra, Irak, serta inovasi dalam arsitektur Islam. Masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga simbol kekuatan dan kemakmuran Dinasti Thulun. Masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pendidikan dan pertemuan intelektual. 

  • Ibukota Al-Qata’i. 

Dibangun di dekat Fustat, pusat pemerintahan Abbasiyah di Mesir. Kota ini menjadi pusat administrasi dan militer Dinasti Thulun serta menampung istana, masjid, dan berbagai fasilitas publik lainnya. Ahmad bin Thulun sangat memperhatikan pembangunan fisik di Mesir. Salah satu proyek terbesarnya adalah pembangunan ibu kota baru, Al-Qata’i, yang dibangun di dekat Fustat, pusat pemerintahan Abbasiyah di Mesir. Kota ini menjadi pusat administrasi dan militer Dinasti Thulun serta menampung istana, masjid, dan berbagai fasilitas publik lainnya.

  • Perbaikan sistem irigasi Mesir

Saluran air diperluas dan diperbaiki, yang secara langsung meningkatkan produktivitas pertanian di lembah Sungai Nil. Pembangunan infrastruktur irigasi ini berkontribusi pada kemakmuran ekonomi Mesir, yang dikenal sebagai salah satu wilayah penghasil pangan terbesar di dunia Islam.

Selain arsitektur, Dinasti Thulun juga memperhatikan pengembangan ilmu pengetahuan dan seni. Ahmad bin Thulun dikenal sebagai pelindung para ilmuwan, ulama, dan seniman, yang berkontribusi pada perkembangan intelektual di wilayah kekuasaannya.

Kemakmuran Ekonomi

Mesir di bawah Dinasti Thulun mengalami periode kemakmuran ekonomi yang luar biasa. Sumber utama pendapatan adalah dari sektor pertanian, terutama dari ladang-ladang subur di sepanjang Sungai Nil. Ahmad bin Thulun memperkenalkan reformasi pajak yang menguntungkan petani dan meningkatkan produktivitas pertanian. Pendapatan pajak yang sebelumnya dikirim ke Baghdad, kini dikelola sendiri oleh Dinasti Thulun, sehingga meningkatkan kemakmuran lokal.

Selain itu, Mesir menjadi pusat perdagangan internasional karena letaknya yang strategis di jalur perdagangan antara Afrika, Asia, dan Eropa. Mesir menjadi penghubung penting dalam perdagangan rempah-rempah, kain, dan barang-barang mewah lainnya yang diperdagangkan dari Timur ke Barat. Pelabuhan-pelabuhan di Mesir, seperti Alexandria dan Fustat, menjadi pusat perdagangan yang ramai dan berkembang pesat selama masa pemerintahan Dinasti Thulun.

Khumarawaih dan Puncak Kekuasaan

Setelah Ahmad bin Thulun wafat pada tahun 884M, putranya, Khumarawaih, naik takhta. Khumarawaih melanjutkan kebijakan ayahnya dan memperluas wilayah Dinasti Thulun hingga mencakup sebagian besar Suriah. Salah satu pencapaian terbesar Khumarawaih adalah perjanjian damai dengan Kekhalifahan Abbasiyah yang mengakui otonomi Dinasti Thulun di Mesir dan Suriah. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun dinasti ini otonom, mereka tetap berusaha menjaga hubungan baik dengan Abbasiyah untuk memperkuat legitimasi kekuasaan mereka.

Selama masa pemerintahan Khumarawaih, hubungan dengan Abbasiyah diperkuat melalui pernikahan politik. Putri Khumarawaih menikah dengan anggota keluarga Abbasiyah, yang membantu memperkuat aliansi antara kedua kekuatan. Pernikahan ini tidak hanya simbolik, tetapi juga memperkuat posisi Dinasti Thulun dalam peta politik dunia Islam.

Namun, meskipun Khumarawaih berhasil memperluas wilayah dan memperkuat posisinya, ia dikenal sebagai penguasa yang boros. Gaya hidup mewahnya menghabiskan banyak kekayaan dinasti, dan kebijakan ekonominya yang boros mulai menimbulkan masalah keuangan di akhir masa pemerintahannya. Namun, selama pemerintahannya, Mesir tetap menjadi salah satu wilayah yang paling makmur di dunia Islam.

Akhir Masa Kejayaan

Kejayaan Dinasti Thulun mulai memudar setelah kematian Khumarawaih pada tahun 896M. Penguasa-penguasa berikutnya tidak memiliki kemampuan politik dan militer yang setara dengan Ahmad bin Thulun atau Khumarawaih. Konflik internal dan perebutan kekuasaan di kalangan anggota keluarga Thuluniyah melemahkan dinasti ini. Selain itu, situasi keuangan yang semakin memburuk akibat kebijakan boros Khumarawaih semakin memperlemah dinasti.

Pada tahun 905M, Kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad memanfaatkan kelemahan Dinasti Thulun dan mengirim pasukan untuk merebut kembali Mesir. Dinasti Thulun tidak mampu menahan serangan ini, dan akhirnya Mesir kembali berada di bawah kendali Abbasiyah, menandai akhir dari masa kejayaan Dinasti Thulun.

Referensi:

  1. Pulungan Suyuthi, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: AMZAH,2022.
  2. Syahraeni Andi, Dinasti-Dinasti Kecil di Barat Baghdad: Peradaban Islam Saat Dinasti Abbasiyah, Jurnal Rihlah Vol. IV nomor 1/2016.
  3. Aji Prayogo, Kebijakan Publik Ahmad bin Thulun dan Pengaruhnya terhadap Dinasti Thuluniyah di Mesir (872-884 M), Jurnal Digilib UIN Sunan Kalijaga 2021.
  4. Kennedy Hugh, The Great Arab Conquests: How the Spread of Islam Changed the World We Live In, Da Capo Press,2007.
  5. P.M. Holt, History of Islamic Egypt, Cambridge: Cambridge University Press,1998.

 

Kontributor: Nurika Amiroh Nubailah

Editor: Shffa

Leave a Reply