Syekh Quro, Juru Kunci Penyebaran Islam di Dataran Sunda

Syekh Quro, Juru Kunci Penyebaran Islam di Dataran Sunda

Ma’had Aly – Abad ke-15, penyebaran agama Islam di Indonesia menunjukkan jaringan yang luas hampir di seluruh pulau besar di Indonesia, seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Keberhasilan penyebaran agama Islam ini selain oleh para ulama sendiri juga atas dukungan politik dan kekuasaan raja/sultan yang turut menyebarkannya. Faktor lain dari keberhasilan peneyebaran Islam adalah agama Islam yang bersifat universal, komprehensif, dan rahmatan lil ‘alamain.

Bumi Jawa Barat merupakan bagian dari paparan/dataran Sunda (Sunda Island atau Sundaland), yang luas wilayahnya hampir sepertiga dari Pulau Jawa, terjadi setelah munculnya Benua Asia. Sebutan Sunda Island, maksudnya tentu saja adalah kepulauan Sunda. Hal tersebut masih sejalan dengan peta yang dibuat Portugis dan Belanda di masa silam yang membagi Nusanara menjadi dua gugusan kepulauan, yaitu Kepulauan Sunda Besar dan Kepulauan Sunda Kecil.

Saat ini, Jawa Barat merupakan nama salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki alam dan pemandangan yang indah serta memiliki berbagai potensi yang dapat diberdayakan, antara lain menyangkut sumber daya air, sumber daya alam dan pemanfaatan lahan, sumber daya hutan, sumber daya pesisir dan laut serta sumber daya perekonomian. Iklim di Jawa Barat adalah tropis, dengan suhu 9˚C di puncak gunung Pangrango dan 34˚C di Pantai Utara. Curah hujan rata-rata 2000 mm per tahun. Namun di beberapa daerah pegunungan antara 3000 sampai 5000 mm pertahun.

Sejarah mengemukakan bahwa sejak berabad-abad lamanya di pulau Jawa berdiri kerajaan-kerajaan yang berdasarkan agama Hindu dan Budha. Meski demikian, kerajaan yang berdasarkan agama Budha tidak ditemukan di Jawa Barat. Sedangkan kerajaan yang berdasarkan agama Hindu yang ada di Jawa Barat telah berdiri sejak abad ke-IV atau tahun 358 M. Masuknya pengaruh Hindu di tanah Sunda mulai terungkap dengan ditemukannya beberapa prasasti peninggalan Punawarman, seorang raja dari kerajaan Tarumanegara, di desa Tugu, sungai Ciareuteun, muara Cianten, Kebon Kopi, Jambu (Ciampea, Bogor). Dari beberapa prasasti dapat diketahui bahwa agama Hindu telah menjadi agama resmi kerajaan Tarumanegara (Punawarman). Prasasti Ciareuteun secara lebih jelas menyebutkan bahwa Punawarman adalah penganut agama Hindu aliran Waisnawa (menyembah dewa Wisnu) termasuk pemujaan terhadaap Surya atau mazhab Saura.

Namun demikian, hal tersebut tidak serta merta berarti keseluruhan penduduk kerajaan Tarumanegara (Punawarman) memeluk agama Hindu. Dilihat dari seluruh Prasasti peninggalannya, dapat diketahui bahwa Punawarman adalah penganut agama yang telah menyatu dengan kepercayaan pribumi. Prasasti tersebut merupakan bentuk penghormatan bagi arwah Raja yang telah meninggal. Kemudian penempatan prasasti di sungai-sungai juga merupakan tradisi leluhur masyarakat Sunda khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Waisnawa merupakan mazhab pertama agama Hindu yang berkembang di Jawa Barat. Hal tersebut didukung dengan penemuan dua patung Wisnu Cibuaya di Karawang, yang pada saat itu termasuk dalam kerajaan Tarumanegara. Begitu juga dengan daerah-daerah lainnya seperti di Talaga dengan penemuan patung Wisnu Taraju, di Indramayu dengan penemuan benda Laksmi (sakti Wisnu) dari kerajaan Tarumanagara sendiri.

Di wilayah Jawa Barat penyebaran agama Islam dirintis oleh seorang ulama yang bernama Syekh Mursyadatillah atau Syekh Quratul’ain (Syekh Hasanudin). Sosok yang sering disapa Syekh Quro ini merupakan tokoh penting penyebar agama Islam di Jawa Barat, karena sebelumnya wilayah Jawa Barat berada dalam kerajaan Hindu Tarumanegara (395-628 M), Sunda dan Galuh (628-1357 M), Pajajaran Pakuan (1357-1521 M), dan kerajaan Sumedanglarang (1580-1608 M).

Syekh Quro adalah putra ulama besar Makkah yang menyebarkan agama Islam di Campa (Kamboja). Ayahnya bernama Syekh Yusuf Siddik, seorang ulama besar di Campa yang masih ada garis keturunan dengan syekh Jamaludin serta Syekh Jalaludin yang juga merupakan ulama besar Makkah, bahkan menurut sumber lainnya garis keturunannya sampai kepada Sayidina Hussen bin Ali ra. dan Siti Fatimah Rasulullah Saw.

Peranan sosial keagamaan Syekh Quro dalam menyebarkan agama Islam, beliau berjasa dalam usaha Islamisasi pemerintahan kerajaan Padjajaran (Raja Prabu Siliwangi) sehingga memudahkan penyebaran agama Islam di Jawa Barat. Selain itu peranan sosial lainnya, membangun lemaga pendidikan yaitu Pesantren Quro yang fungsinya dimanfaatkan sebagai tepat belajar dalam bidang pendidikan Islam terutama ilmu tentang Qiroat al-Quran, yang mana sekarang telah berubah menjadi Masjid Agung Karawang. Adapun peran Syekh Quro dalam hal keagamaan yakni menyebarkan dakwah Islam kepada masyarakat Jawa Barat, sehingga merubah keyakinan mereka dari masyarakat yang berkeyakinan Hindu dan Budha menjadi masyarakat yang Islami. Peran yang penting bagi masjid agung Syekh Quro Karawang yaitu untuk mempertahankan tradisi di dalam identitas masjid yang meiliki masjid lainnya. Tradisi inilah yang membedakan masjid ini dengan masjid lainnya.

Selain itu peranan sosial keagamaan Syekh Quro dalam menyebarkan agama Islam di Jawa Barat adalah implementasi ajaran agama Islam, yaitu melalui saluran pernikahan, yang mana dalam sejarah perjalanan agama Islam di Jawa Barat ternyata pernikahan merupakan perkara yang bisa mempercepat proses penyebaran Islam, karena di samping sebagai reproduksi keturunan juga menarik jiwa lain untuk menganut Islam.

Sumber lain yang menunjukkan datangnya Islam pertama kali di Jawa Barat adalah naskah Carita Ratu Carbon Girang gapura dan Singapura. Naskah ini antara lain mengkisahkan pada tahun 1418 M telah datang di Negeri Singapura (wilayah Cirebon) rombongan pedagang dari Campa, dimana di dalamnya terdapat Syekh Hasanudin bin Yusuf Siddik seorang ulama penyiar agama Islam. Setelah beberapa saat tinggal di Singapura, kemudian Syekh Hasanudin pergi lagi dan menetap di Karawang. Beliau mendirikan pesantren Quro sehingga Syekh Hasanudin dikenal dengan nama Syekh Quro. Syekh Quro merupakan orang pertama yang mendirikan pesantren di Jawa Barat pada tahun 1338 Caka (1416 M) di Pura Dalem Karawang.

Peranan Syekh Quro sangat besar dalam menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, beliau seorang ulama yang banyak merubah kondisi dan karakter masyarakat di sekitar Jawa Barat, dari masyarakat yang berkeyakinan Hindu dan Budha menjadi masyarakat yang Islami dan sangat religius.

Agama Islam khususnya di jawa, disebarkan melalui saluran perdagangan, perkawinan dan dakwah atau tabligh secara langsung kepelosok-pelosok perkampungan oleh pedagang Islam, yang kemudian diteruskan oleh para wali. Para wali dalam menyebarkan agama Islam pada permulaannya melalui perkumpulan-perkumpulan yang sangat terbatas bahkan kebanyakan secara rahasia kemudian dilanjutkan dari mulut ke mulut. Setelah pengikutnya bertambah banyak, maka sistem penyebaran Islam dilakukan dengan jalan tabligh-tabligh yang diadakan dari rumha ke rumah, kemudian meningkat membentuk suatu pesantren.

Hal serupa berlaku pula pada masyarakat Jawa Barat pada masa itu, masyarakat penganut agama Islam di Jawa Barat pada abad XV itu sehari-hari selalu mengadakan perkumpulan dalam pesantren dan mushola yang dibangun oleh Syekh Quro, sedangkan peraturan-peraturan agama Islam dijalankan bersama dengan adat istiadat Hindu dan Budha, maka dalam masyarakat Jawa Barat ketika itu terdapat percampuran nilai-nilai ajaran Hindu dan ajaran Budha ke dalam agama Islam yang sukar dihilangkan terutama dalam praktik-praktik peribadatan. Akan tetapi Syekh Quro merasa perlu mengajarkan agama Islam yang berdasarkan al- Quran dan sunah Rasulullah. Dalam pengajaran itu kepercayaan rakyat yang telah ada tidaklah sekaligus diberantas atau ditukar. Akan tetapi sedikit demi sedikit ajaran Islam dimurnikan dan tiada paksaan untuk memeluk agama Islam itu sendiri.

Makam Syekh Quro di Karawang

Dilembaga pendidikan Islam yang dibangun Syekh Quro ini, masyarakat mempelajari ajaran Islam dalam bentuknya yang sederhana yaitu belajar membaca al- Quran dari mulai pengenalan huruf-huruf serta tanda-tandanya, membaca ayat-ayat pendek yang mudah dihafal. Sebagai kelanjutaannya mereka mengkaji seluruh al-Quran disertai cara-cara beribadah (wudlu), sholat, puasa dan akhlak. Selanjutnya tempat belajar ini bertambah dan berkembang menjadi tempat belajar ilmu-ilmu agama Islam, seperti ilmu tauhid, ilmu kejiwaan dan ilmu fikih.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Syekh Quro merupakan seorang ulama kharismatik, mempunyai kepribadian yang mulia dengan sikap yang toleran, akhlaqul karimah, sehingga dapat menghantarkan Islam sampai ke tanah Jawa Barat, dan dapat dikatakan juga Syekh Quro merupakan kunci awal penyebaran agama Islam di Jawa Barat.

Referensi:

Yunus Suherman, Sejarah Perintisan Penyebaran Islam di Tatar Sunda, Bandung Pustaka, 1995.

Syamsurizal, Ikhtishar Sejarah Singkat Syekh Quratul’ain, Karawang Mahdita, 2009.

Yosep Iskandar, Sejarah Jawa Barat (Yuganing Rajakawasa), Bandung: CV Geger Sunten, 1997.

Edi S Ekadjati, Masyarakat dan Kebudayaan Sunda, Bandung: Pusat Ilmiah dan Pengetahuan Ragional Jawa Barat, 1980.

Ina Nurmalasari, Motivasi Keagamaan Penziarah Makam Syekh Quro: Studi Deskriptif Terhadap Penziarah di Dusun Pulobata Desa Pulokelapa Kecamatan Lemah Abang Kabupaten Karawang, Diploma Thesis, UIN Sunan Gunung Djati 2018 diakses dari http://digilibb.uinsgd.ac.id/11925/ pada 15 September 2019. 13:00 WIB.

 

Oleh: Sri Nursukma Dewi, Semester V

This Post Has One Comment

  1. Asep Mulyadi

    Masya Allah… Terima kasih atas pencerahannya. Mengingatkan kembali akan perjuangan para ulama-ulama Nusantara menyebarkan dinul Islam. Bahkan sampai saat ini Makam Beliau banyak di ziarahi kaum muslimin.

Leave a Reply