Asal Mula Azan Disyariatkan pada Masa Nabi Muhammad saw.

Asal Mula Azan Disyariatkan pada Masa Nabi Muhammad saw.

Azan merupakan tanda bahwa waktu salat telah tiba. Azan juga pertama kali disyariatkan di Madinah pada tahun ke-1 H. walaupun ada juga beberapa sumber yang mengatakan disyariatkan di Makkah. Akan tetapi, pendapat yang sahih adalah di Madinah. Ini berdasarkan kejadian saat Nabi Muhammad saw. berkumpul dengan sahabat untuk melaksanakan salat setelah hijrah ke Madinah.

Pernah suatu hari para sahabat berkumpul untuk menunggu waktu salat. Perkumpulan itu mereka lakukan karena tidak ada pemberitahuan bahwa waktu salat telah tiba. Ketika Nabi Muhammad saw. datang, di antara mereka ada yang bertanya  kepada beliau, “Bagaimana ini, ya, Rasulullah? Ada sebagian dari kami yang tidak tahu bahwa waktu salat telah tiba karena tidak semua ikut berkumpul di masjid.”

Ketika Nabi Muhammad saw. sedang mencari jalan keluar permasalahan tersebut, tiba-tiba ada seseorang yang mengusulkan, “Bagaimana jika kita menggunakan lonceng?” Nabi Muhammad saw. langsung menjawab tidak setuju karena itu perbuatan kaum Nasrani. Kemudian ada yang berpendapat lagi, “Bagaimana jika kita menggunakan trompet?” Nabi Muhammad saw. menjawab, “Itu cara kaum Yahudi.c Rekomendasi yang ketiga juga tidak diterima oleh Nabi Muhammad saw. karena seperti perbuatan kaum Majusi, yaitu dengan cara menghidupkan api di tempat yang paling tinggi supaya orang melihatnya. Pada akhirnya, pertanda datangnya waktu salat belum ditemukan sama sekali.

Di dalam kitab Tahzib Sirah Ibnu Hisyam karya Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad saw. ketika datang ke Madinah, para sahabat berkumpul kepada beliau untuk melaksanakan salat karena penandanya belum ada. Kemudian, Nabi Muhammad saw. memiliki keinginan membuat penanda waktu salat telah tiba dengan menggunakan alat suara seperti punya orang Yahudi, tetapi beliau tidak menyukainya. Pada akhirnya, para sahabat yang ikut berkumpul bersama Nabi Muhammad saw. itu kembali ke rumah masing-masing.

Seorang sahabat bernama Abdullah bin Zaid bermimpi melihat seseorang laki-laki yang memakai baju hijau membawa lonceng mengelilinginya, riwayat lain ada yang  mengatakan bahwa laki-laki itu membawa trompet. Kemudian Abdullah bin Zaid  bertanya: “Ya, Abdallah, apakah kamu menjual lonceng ini?” Laki-laki tersebut balik bertanya, “Apa yang engkau lakukan terhadap lonceng ini?” Abdullah bin Zaid menjawab, “Aku akan menggunakannya untuk penanda bahwa waktu salat telah tiba.” Laki-laki tersebut berkata, “Maukah kamu aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik dari lonceng?” Abdullah bin Zaid menjawab, “Apakah itu?” Kemudian laki-laki yang berpakaian hijau mengatakan, “Ucapkanlah Allahu akbar 2x, Asyhadu alla ilaha illallah 2x, Asyhadu anna Muhammadar rasulullah 2x, Hayya ‘alash shalat 2x, Hayya ‘alal falah 2x, Allahu Akbar 2x, Lailahaillallah.”

Ketika waktu pagi telah tiba, sahabat Abdullah bin Zaid datang menemui Nabi Muhammad saw. ingin menceritakan tentang mimpinya, lalu beliau membenarkan mimpi yang dialami oleh Abdullah bin Zaid. Kemudian Nabi Muhammad saw. memerintahkan sahabat Abdullah bin Zaid menemui Bilal bin Rabah agar mengajarinya persis seperti yang ia mimpikan. Karena Bilal bin Rabah mempunyai suara yang sangat bagus dan lantang, ketika sahabat Bilal bin Rabah mengumandangkan azan yang pertama kali di Madinah, terdengarlah oleh sahabat Umar bin Khattab yang sedang berada di dalam rumahnya, lalu keluarlah Umar ingin menemui Nabi Muhammad saw. dan mengatakan bahwa ia juga pernah bermimpi tentang lafaz azan yang dikumandangkan sahabat Bilal bin Rabah.

Namun, ada versi lain mengenai sejarah azan di dalam kitab Musnad Al-Bazar karya Abu Bakar Al-Bazar, dijelaskan menurut salah satu riwayat dari Ali bin Abi Thalib, “Suatu ketika Allah Swt. hendak mengajarkan azan kepada Nabi Muhammad saw. dengan mengutus malaikat Jibril untuk menjemput Nabi Muhammad saw. dengan kendaraannya yang bernama Burak. Tetapi, tiba-tiba Burak merasa keberatan ketika malaikat Jibril hendak mengendarainya dan malaikat Jibril pun berkata, “Tenanglah Burak, kamu tidak akan dinaiki kecuali oleh orang yang paling mulia di sisi Allah Swt.” Akhirnya Burak pun mau ditunggangi dan mengantarkan mereka sampai Al-Hijab (suatu tempat yang mendekatkan diri dengan Allah Swt.) Ketika sampai di Al-Hijab, tiba-tiba keluarlah sosok malaikat. Dan, Nabi Muhammad saw. bertanya, “Wahai Jibril siapakah dia?” malaikat Jibril menjawab, “Demi zat yang telah mengutusmu dengan kebenaran, baru ini aku berada di tempat yang paling dekat, adapun malaikat yang engkau tanyakan itu, aku tidak pernah melihat sebelumnya, sejak aku diciptakan hingga saat ini. Kemudian malaikat itu berkata, “Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Dan, sesaat terdengarlah suara dari balik hijab itu, “Benar apa yang dikatakan hambaku, ‘Aku Maha Besar, Aku Maha Besar’.” Malaikat itu berkata kembali, “Asyhadu alla ilaha illallah.” Kemudian terdengar dari balik hijab “Hambaku benar, tiada Tuhan selain Allah.” Malaikat itu berkata lagi, “Asyhadu anna Muhammadar rasulullah.” Terdengarlah suara dari balik hijab, “Hambaku benar, aku mengutus Muhammad.” Malaikat itu berkata lagi, “Hayya ‘alash shalah, hayya ‘ala falah, qod qomatish shalah, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Lailahaillallah.” Kemudian malaikat itu memegang tangan Nabi Muhammad saw. dan dibawa menghadap penduduk langit. Di antara mereka ada Nabi Adam a.s. dan Nabi Nuh a.s. dan mulai saat itulah Nabi Muhammad saw. dinobatkan sebagai orang yang paling mulia di antara penduduk langit lainnya.”

Kalau kita perhatikan kedua pendapat ini sangat berbeda dan sama-sama lengkap ceritanya. Pendapat pertama bahwa azan tidak langsung ke Nabi Muhammad saw. melainkan ke sahabat Abdullah bin Zaid melalui mimpinya dan diperkuat dengan mimpinya sahabat Umar bin Khattab. Kedua, azan secara tersirat diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. melalui malaikat agung. Secara garis besarnya, yang membedakan kedua pendapat ini adalah proses pemberitahuannya. Pendapat yang kedua ini dibenarkan oleh Imam Al-Qurtubi yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw. telah mendengar azan jauh-jauh hari sebelum mimpi Abdullah bin Zaid, tepatnya pada Isra’ wal Mi’raj.

Berawal dari kisah inilah ditetapkan bahwa azan adalah metode paling baik atau yang disyariatkan oleh Allah Swt. dan Nabi Muhammad saw. untuk memberitahukan kepada umat Islam bahwa waktu salat sudah tiba. Sehingga, dengan azan yang dikumandangkan menggunakan kalimat-kalimat tayibah, orang Islam pada zaman dahulu dan sekarang mudah untuk  mengingat dan melakukan ibadah salat kepada Allah Swt. 

REFERENSI:

Abdussalam Muhammad Harun, Tahzib Sirah Ibnu Hisyam, Darul Kutub Ilmiah-Bairut, Cet I, 2018.

Muhammad bin Ismai’l As-san’ani, Subulus Salam Syarah Bulugul Maram, Jakarta: Darus Sunnah, 2007.

Abu Bakar Ahmad bin Amar, Musnad Al-Bazar, Maktabah Al’ulum-Madinah, 1988.

Yusni A Ghazali, Terbakar Kumandang Azan, Depok: Penerbit Edelweis Cet I, 2008.

Zainuddin bin Abdul Aziz, Fathul Mu’in, Ter. Abdul Hiyadh, Surabaya: Al-Hidayah, 2008.

Kontributor: Ahmad Shobirin, Semester III

Penyunting Bahasa: Isa Saburai

Leave a Reply