Mengungkap Kisah Epik Penaklukan Andalusia

Mengungkap Kisah Epik Penaklukan Andalusia

MAHADALYJAKARTA.COM—Berbicara mengenai Spanyol, tentu yang terlintas dalam pikiran kita adalah sebuah negara yang menjadi markas bagi klub sepak bola terkenal Barcelona dan Real Madrid. Juara liga Eropa tersebut juga pernah melahirkan bintang sepak bola terkenal, seperti Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi. Namun, tahukah kamu bahwa kampung halaman CR7 itu dulunya adalah wilayah yang dikuasai umat Islam? Bahkan pernah menjadi kiblat ilmu pengetahuan di seluruh penjuru dunia, lho

Penaklukan Andalusia merupakan satu dari sekian banyak ekspansi militer yang sukses dilakukan kaum muslimin era Daulah Umayah, tepatnya pada masa Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik (86H-96H/705-715M). Bisa dibilang penaklukan Andalusia merupakan penaklukan yang paling gemilang sepanjang sejarah ekspansi kaum muslimin. Berkat penaklukan itu, Islam berhasil membentangkan sayapnya sampai ke tiga negara Eropa, seperti Spanyol, Portugal dan Prancis. 

Perlu diketahui bahwa sebelum kehadiran Islam, Eropa khususnya Spanyol adalah sebuah negeri yang terbelakang di zaman itu. Orang-orang Eropa hidup dalam masa-masa kebodohan dan keterbelakangan yang luar biasa. Penguasa semakin kaya, rakyat semakin sengsara, moral dijegal, kehormatan dipermainkan, kebersihan diabaikan, itu semua adalah ‘makanan’ sehari-hari penduduk. Namun semua itu lenyap seketika dengan kehadiran Islam. 

Kisah Epic Tentara Islam Dimulai

Semua itu bermula dari penaklukan panglima Islam, Musa bin  Nushair ketika dirinya berhasil menaklukkan wilayah Maghribi dan Afrika Utara. Tidak sampai disitu, Musa pun berhasil meredam pemberontakan Suku Amazigh (Barbar) yang terkenal kuat dan berwatak keras yang sudah ‘langganan’ murtad. Mereka ‘digembleng’ dengan pendidikan Islam dengan mendatangkan Ulama Tabi’in dari Syam dan Hijaz untuk mengajari mereka. 

Setelah urusan Afrika Utara dan ‘masa training’ Suku Barbar selesai, Musa bin Nushair menargetkan Andalusia sebagai sasaran ekspansi selanjutnya. Musa langsung menunjuk pemimpin kota Tangier sekaligus panglima ulungnya; Thariq bin Ziyad (50H-102H/670-720H) sebagai panglima pasukan yang mayoritas dari Suku Barbar. Thariq bukanlah Orang Arab, melainkan dia berasal dari Suku Barbar yang telah masuk Islam berkat jasa Musa bin Nushair. 

Thariq bin Ziyad berlayar menyeberangi Selat Gibraltar bersama dengan 7000 prajurit Islam pada bulan Sya’ban tahun 92H (Juni 711 M). Setelah sampai di pantai Spanyol, Thariq melintasi gunung yang hingga kini dikenal sebagai Jabal Thariq. Kemudian menuju kawasan luas bernama Jazirah Al-Khadra’ (Green Island) dan bertemu dengan pasukan Kristen Kerajan Gothic pimpinan Panglima Tedmore. 

Pertempuran pun tak terhindarkan hingga akhirnya kaum muslimin meraih kemenangan. Tedmore yang ketakutan pun melarikan diri dan segera memberitahu Raja Roderick di Toledo mengenai pasukan Islam. Roderick yang terkejut kemudian mengirimkan balatentaranya ke selatan yang dipimpin oleh Vinceu, yang tidak lain adalah keponakan Roderic sendiri. Namun pasukan Kristen mengalami kekalahan telak bahkan Vinceu pun terbunuh. 

Roderick yang marah kemudian mengerahkan seluruh pasukannya yang berjumlah 100.000 prajurit kavaleri (berkuda). Roderick terjun langsung memimpin pasukannya ke selatan untuk menghabisi pasukan Thariq bin Ziyad yang hanya berkekuatan 7000 prajurit infanteri (pejalan kaki). Merespon hal itu, Thariq bin Ziyad kemudian meminta bantuan kepada Musa bin Nushair agar mengirimkan bantuan prajurit. Akhirnya, bala bantuan pimpinan Tharif bin Malik yang berkekuatan 5000 pasukan tiba.

Dengan bermodalkan 12.000 prajurit dan manuver cerdik dari Thariq, kaum muslimin bertempur hebat melawan prajurit Kristen di Lembah Barbate. Pertempuran itu terjadi dua hari sebelum Ramadhan berakhir, tepatnya 28 Ramadhan tahun 92H (19 Juli 711M). Kaum muslimin mendapat perlawanan sengit, terlebih harus berperang sambil menahan lapar dan dahaga karena berpuasa. Setelah 8 hari berlalu, pertempuran dimenangkan oleh pihak muslim dengan gemilang. 

Pertempuran spektakuler itu sangat membekas bagi kaum muslimin. Kemenangan di Lembah Barbate seakan menjadi spirit ruhiyah yang tinggi bagi kaum muslimin untuk melakukan penaklukkan selanjutnya. Setelah kemenangan besar itu, orang-orang dari Maroko dan Afrika Utara berduyun-duyun bergabung dengan pasukan Thariq hingga jumlahnya sulit untuk dihitung. 

Thariq mulai membagi pasukannya untuk dikirim secara menyebar menaklukkan daerah-daerah lain seperti Granada, Cordova, Alborea, Murcia dan Malaga. Kemudian Thariq dan pasukan utamanya bergerak ke utara menuju Toledo, Ibukota Andalusia saat itu. Berkat kejeniusannya, gerbang kota itu dapat dibuka hingga Thariq dan pasukannya masuk ke kota tanpa ada perlawanan sama sekali. 

Tidak hanya sampai disitu, Thariq pun melanjutkan agresi militernya jauh menuju ke utara. Ia berhasil menembus Castile dan Leon serta mengusir sisa-sisa pasukan Kristen Gothic. Thariq pun melintasi pegunungan Osteorias hingga sampai ke Teluk Ghasqunah (Bascunia) di tepian Laut Atlantik. Disini penaklukannya terhenti atas instruksi dari Musa bin Nushair, Gubernur Afrika Utara supaya menunggu bala bantuan dari pasukan Musa bin Nushair.

Bala Bantuan Musa bin Nushair menyusul Thariq bin Ziyad   

Mendengar kemenangan demi kemenangan pasukan muslim pimpinan Thariq, Musa bin Nushair bergegas menyusulnya bersama dengan 18.000 pasukan yang semuanya dari Bangsa Arab. Musa menempuh jalur yang berbeda dengan yang dilalui Thariq dengan maksud melewati kota-kota yang belum ditaklukkan oleh Thariq sekaligus menaklukkannya. 

Musa bin Nushair berangkat menuju Sevilla. Sepanjang perjalanannya, Ia menaklukkan Syadzunah lalu Coruna. Kemudian mengepung Kota Sevilla dengan pengepungan yang ketat selama beberapa bulan. Hingga akhirnya gerbang kota itu terbuka. Musa pun bergerak menuju utara dengan melewati kota-kota yang sudah ditaklukkan oleh Thariq. Tujuannya untuk menyempurnakan penaklukan dan membantu misi Thariq.

Musa bin Nushair pun melanjutkan perjalanan menemui Thariq hingga berakhir di sebuah kota bernama Maridah yang merupakan pusat kekuatan Kristen. Musa pun mengepungnya juga selama beberapa bulan lamanya, yang kemudian berakhir pada bulan Ramadhan. Setelah kesabaran yang panjang, tepatnya pada Hari Raya Idul Fitri, kota itu membuka pintu-pintunya untuk kaum muslimin. 

Musa bin Nushair kemudian mengutus putranya, Abdul Aziz bin Musa bin Nushair menuju ke arah barat Andalusia. Berkat didikan sang ayah dan juga kecerdikan Abdul Aziz, seluruh kawasan barat Andalusia dapat ditaklukkan dalam waktu singkat. Kota Lisbon dan kota-kota bagian utara juga dapat ditaklukkan dengan mudah. Wilayah taklukkan Abdul Aziz tersebut kini lebih dikenal dengan Portugal. 

Setelah hampir seluruh kawasan Andalusia berhasil ditaklukkan, Musa bin Nushair akhirnya berjumpa dengan Thariq bin Ziyad setelah terpisah dua tahun lamanya. Pertemuan antar kedua pahlawan itu terjadi pada Dzulqa’dah tahun 94H ( Agustus 713M). 

Aliansi pasukan Thariq dan Musa menyempurnakan penaklukan 

Setelah pertemuan itu, keduanya sepakat bergerak menuju ke utara Andalusia. Keduanya berhasil menaklukkan banyak kota, seperti Barcelona dan Zaragosa. Kemudian Musa bin Nushair mengirimkan pasukan kecil menuju Pegunungan Pirenia hingga sampai di kota Arbunah yang terletak di barat daya Prancis kemudian melakukannya. Musa pun bergerak menuju ke arah barat laut hingga sampai ke ujungnya. 

Kaum muslimin terus menerus melakukan penaklukan di seluruh daratan Andalusia hingga tuntas. Seantero daratan Spanyol itu pun berhasil ditaklukkan semuanya kecuali satu kota kecil di ujung barat laut Spanyol yang dikenal dengan nama Kota Shakhrah. Selanjutnya, Musa dan Thariq masuk lebih jauh ke utara hingga memasuki kawasan barat Prancis. 

Sebenarnya, Musa ingin menuntaskan penaklukannya dengan membidik Kota Shakhrah sebagai markas terakhir pasukan Kristen di Andalusia. Namun tekadnya harus terhenti atas instruksi Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik agar menghentikan penaklukkan. Tentu instruksi ini sangat mengejutkan bagi sang panglima Musa bin Nushair. Mengapa disaat seperti itu malah khalifah memerintahkan untuk berhenti. 

Menghadap Sang Khalifah dan Ekspansi ke Prancis

Sebenarnya Musa bin Nushair mempunyai mimpi untuk menaklukkan Konstantinopel dari arah barat. Ia bermaksud ingin menaklukkan seluruh Eropa yang dimulai dari Andalusia, kemudian terus melaju sepanjang pantai laut Mediterania hingga berhasil mencapai Konstantinopel kemudian menyerangnya. Hal itu dilakukan karena sulitnya menembus pertahanan Konstantinopel dari arah Timur. Namun, ide ‘gila’ panglima tidak direstui Khalifah.

Sebagai panglima yang taat, Musa bin Nushair tidak punya pilihan lain selain mematuhi perintah Sang Khalifah. Ia pun memboyong seluruh pasukannya termasuk Thariq bin Ziyad menuju Damaskus untuk menghadap Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik. Musa bin Nushair kemudian menunjuk putranya, Abdul Aziz bin Musa bin Nushair sebagai Gubernur Andalusia. Dengan begitu, Abdul Aziz melanjutkan estafet jihad di tanah Eropa hingga akhirnya ia syahid di Sevilla. 

Dengan kepergian Musa dan Thariq ke Damaskus serta pengangkatan Abdul Aziz bin Musa bin Nushair, dimulailah era baru bagi Andalusia, yaitu era Al-Wulat (Gubernur) yang dimulai dari tahun 95H hingga 138H (714M – 755M). selama era Al-Wulat, penaklukan ke Prancis seakan menjadi hobi para Gubernur Andalusia. Dari sederet kisah penaklukan Perancis, muncul satu panglima pasukan yang pemberani, Ia adalah Abdurrahman al-Ghafiqi. 

Al-Ghafiqi melanjutkan Jihad di Prancis

Dibawah komando Abdurrahman al-Ghafiqi, kaum muslimin bergerak lebih jauh ke wilayah yang belum pernah disentuh oleh para pendahulunya. Al-Ghafiqi pun sampai di ujung barat Prancis kemudian mulai menaklukkan kota demi kota. Diantaranya adalah Kota Aril, Budu, Tolossa, kemudian Kota Tor. Ia lalu melanjutkan ke Kota Bawatieh yang terletak setelah Kota Paris. 

Di Kota Bawaneh, Al-Ghafiqi menyusun strategi untuk menghadapi pasukan Kristen. Pada waktu itu, pasukan Islam mencapai 50.000 prajurit sedangkan pasukan Kristen mencapai 400.000 prajurit yang dipimpin oleh Charles Martel. Peperangan pun meletus. Masing-masing pasukan bertempur dengan sengit selama 10 hari. Perang ini berakhir dengan kekalahan dari pihak Muslim dikarenakan adanya konflik internal pada tubuh pasukan Islam. Pertempuran tersebut dikenal dengan Balath As-Syuhada’

Pertempuran Balath As-Syuhada menandai berakhirnya ekspansi kaum Muslimin ke Prancis. Hingga setelah syahidnya Al-Ghafiqi, kaum muslimin tidak lagi melakukan ekspedisi militer dan cenderung fokus mengurus pembangunan di Andalusia. Akhirnya, negeri Andalus sukses menjadi pusat peradaban dan kiblat ilmu pengetahuan di wilayah barat. Bahkan, kemajuannya mampu menyaingi Damaskus dan Baghdad, pusat pemerintahan Umayyah dan Abbasiyah di Timur. 

Ketika Daulah Umayah runtuh, Andalusia menjadi satu-satunya wilayah bekas Umawi yang tak tersentuh gerakan Abbasiyah. Hal itu disebabkan karena jauhnya jarak antara pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah di Baghdad dan Andalusia di Eropa. Selain itu, faktor utama yang melatarbelakangi eksisnya Umawi Andalus adalah berkat jasa pangeran Umayyah terakhir yang selamat dari kejaran bani Abbas, yaitu Abdurrahman bin Muawiyah atau yang lebih dikenal dengan Abdurrahman Ad-Dakhil. Wallahu a’lam. 

REFERENSI 

Raghib As-Sirjani, Qisshah al-Andalus, Min Al-Fath Ila As-Suquth, Terj. Muhammad Ihsan & Abdul Rasyad Shiddiq, Sunt. Antawijaya, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013).

Ari Ghorir Atiq, Peradaban Islam Di Eropa:  Dari Penaklukan Andalusia Hingga Runtuhnya Kekhalifahan Umayyah, (Yogyakarta: Anak Hebat Indonesia, 2023).

Abdurrahman Ali Al-Hajj, Andalusia: Sejarah Lengkap dari Awal Penaklukan Muslim, (Tangerang: Alvabet, 2022).

Ahmad Ridlo Shohibul Ulum, Sejarah Penaklukan Andalusia: Menelusuri Kronologi Perjuangan Pahlawan Muslim Di Semenanjung Liberia, (Yogyakarta: Anak Hebat Indonesia, 2024)

Rizem Aizid, Para Panglima Perang Islam, (Yogyakarta: Saufa, 2015).

Ibnu Qutaibah, Politik dan Kekuasaan Dalam Sejarah Para Khalifah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2016).

Aidil Adha Sulaiman, Dari Andalusia Ke Amerika: Menjejaki Penerokaan Umat Islam Di Benua Amerika Sebelum Christopher Colombus,(Selangor: Grup Buku Karangkraf, 2015)

Wisnu Arya Wardhana, Columbus Menemukan Jejak Islam,(Yogyakarta: Pustaka pelajar,2009.

Kontibutor: Muhammad Fathul Bari

Editor: Kurniawati Musoffa

Leave a Reply