Makkah dalam Arus Sejarah

Makkah dalam Arus Sejarah

Ma’had Aly – Makkah mempunyai alur sejarah yang panjang. Semua ulama telah bersepakat bahwa Makkah merupakan bagian bumi yang paling mulia selain Madinah. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Wahai Makkah. Demi Allah, sesungguhnya engkau adalah bumi Allah yang paling baik (mulia). Negeri yang paling disenangi Allah. Seandainya aku tidak diusir darimu (Makkah) aku tidak akan meninggalkannya.” (H.R. an-Nasa’i).

Kota Makkah terletak di dataran rendah, dengan diapit beberapa bukit yang merupakan bagian pertengahan antara jalur selatan dan utara Jazirah Arab. Oleh sebab itu sepanjang perjalanan sejarahnya, Makkah selalu menjadi pusat perdagangan dan tempat persinggahan sementara para khalifah dan mufasir.

Pada awalnya, Makkah letaknya sangat jauh dari Ka’bah. Namun, setelah memancarnya air Zam-zam, Makkah yang sebelumnya berada cukup jauh dari Ka’bah, berangsur-angsur jumlah penghuninya bertambah dan mengarah mendekati kawasan Masjidil Haram, karena ketertarikan para musafir untuk bermukim di sana. Karena banyaknya penghuni, wilayah Makkah pun semakin meluas hingga mencakup daerah sekitar sumur Zam-zam dan Ka’bah. Perkembangan ini berlangsung sangat cepat setelah Allah SWT memberikan perintah kepada Nabi Ibrahim AS untuk menyeru segenap umat manusia menunaikan ibadah haji ke tempat ini setiap tahunnya.

Adapun orang yang pertama kali bermukim dan membangun kota Makkah, adalah Nabi Ibrahim AS beserta istri dan anaknya. Sayyidah Hajar dan Nabi Ismail AS ketika mereka menginjakkan kaki di sana, tidak ada satupun penghuni. Bahkan tumbuhan dan air pun tidak ada.

Dalam keadaan seperti itu, Nabi Ibrahim kembali ke Palestina. Dalam penantiannya Hajar sangat tabah, namun suatu ketika, Ismail kecil merasa kehausan dan dengan izin Allah swt., dari hentakan kaki Ismail memancarlah air yang kemudian dikenal sebagai air Zam-zam. Lambat laun orang di sekitar Makkah datang ke sana dan mendirikan tempat tinggal. 

Kemuliaan kota Makkah antara lain, Makkah menjadi tempat lahir dan diutusnya Rasulullah saw. sebagai rahmat bagi seluruh alam, yang bertepatan dengan penyerangan tentara bergajah di bawah pimpinan Abrahah (tahun gajah). Kedua, Ka’bah sebagai kiblat beribadahnya kaum muslim, setelah perpindahan kiblat umat Islam yang dahulu menghadap Baitul Maqdis. Terakhir, Makkah merupakan tanah suci, karena terdapat batasan yang melarang orang kafir memasuki kawasan ini.

Terkait keharaman bagi orang kafir memasuki wilayah Tanah Haram berlaku sejak turunnya ayat Al-Qur’an surat at-Taubah: 28 yang artinya: “… sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini.” Ayat ini turun pada tahun keenam Hijriah. Namun ada riwayat lain yang mengatakan bahwa keharaman tanah suci ini, dimulai sejak masa Nabi Adam AS, ada pula yang mengatakan sejak Nabi Ibrahim AS selesai mendirikan Ka’bah.

Sebelum datangnya Islam, kondisi sosial masyarakat Makkah hidup di zaman yang disebut dengan zaman Jahiliyah, di mana masyarakatnya suka menyembah berhala, minum-minuman keras, dan seks bebas. Bukan hanya itu, mereka sama sekali tidak menghargai perempuan. Bagi mereka, perempuan hanyalah aib. Bahkan, tidak jarang bayi perempuan yang baru melihat dunia mereka kubur hidup-hidup.

Namun meskipun begitu, mereka diketahui telah memiliki peradaban, jauh sebelum Islam muncul. Beberapa ahli sejarah mengungkapkan bahwa aspek peradabannya, yakni aspek agama, politik, ekonomi dan seni budaya. Dalam ilmu pengetahuan, mereka sangat terkenal dengan karya sastranya. Pasar-pasar tahunan seperti Dzu Majaz, sering mengadakan perlombaan syair dan puisi-puisi Arab.

Setelah datangnya Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, beberapa perubahan sosial mulai tampak. Derajat manusia semakin terangkat, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, serta hak-hak perempuan dilindungi. Namun meski demikian, risalah yang di bawa oleh Rasulullah SAW tidak serta merta diterima dengan tangan terbuka, hanya segelintir orang yang baru mau menerima risalah tersebut.

Rasulullah SAW mendapat banyak ancaman dari Kafir Quraisy Makkah saat itu, namun tidak membuat Rasulullah SAW patah semangat dalam menyebarkan ajaran Islam. Ternyata, dakwah yang Rasulullah lakukan di Makkah hanya bertahan selama 13 tahun, karena semakin banyak orang yang menerima ajaran Islam, semakin ganas pula ancaman yang dilakukan orang-orang Quraisy, hingga tahapan akan membunuh Rasulullah SAW.

Kemudian Allah SWT memerintahkan kepada Rasulullah SAW untuk berhijrah. Pilihan yang tepat saat itu untuk menjadi tempat hijrah adalah kota Madinah, karena saat itu, Islam di Madinah sudah tersebar dengan adanya peristiwa bai’at aqabah yang kedua, pada musim haji tahun ke 10 kenabian. 

Selain itu, di Makkah juga terjadi peristiwa Fathu Makkah, peristiwa tersebut terjadi pada bulan Ramadhan di tahun kedelapan Hijriah. Penyebabnya adalah, penghianatan yang dilakukan kaum Quraisy, yang sebelumnya mereka telah beranji tidak akan melakukan peperangan selama sepuluh tahun. Namun ternyata, kaum Quraisy menjalin kerjasama dengan Bani Bakr yang merupakan musuh dari Bani Khuza’ah. Posisinya saat itu, Bani Khuza’ah sedang menjalin perjanjian untuk bersahabat dengan Rasulullah SAW. 

Kemudian, kaum Quraisy memanfaatkan hal itu dengan membantu Bani Bakr melawan Bani Khuza’ah, hal itu disampaikan oleh utusan dari Bani Khuza’ah, Amr Ibnu Salim kepada Rasulullah SAW hingga membuat Raulullah SAW tidak bisa menahan lagi untuk tidak menyerang kaum Quraisy.

Rasulullah SAW akhirnya berangkat menuju Makkah dengan membawa 10.000 pasukan. Kaum kafir Quraisy mengutus Abu Sufyan memata-matai umat Islam, namun ternyata Abu Sufyan menemui Rasulullah dan menyatakan keislamannya. Akhirnya, Rasulullah SAW berhasil mengepung Makkah, membersihkan berhala-berhala yang ada di sekitar Ka’bah dan sesuatu yang mengandung kemusyrikan. Peristiwa ini dilakukan dengan jalan damai, meskipun ada perlawanan dari Ikrimah bin Abu Jahal, namun tidak sampai terjadi peperangan.

Pasca wafatnya Rasulullah SAW, umat Islam mencapai masa keemasan, bahkan dalam dunia pendidikan. Sehingga banyak penduduk dari luar Makkah, berkunjung bukan hanya sekedar melakukan haji dan umrah, namun juga, untuk menuntut ilmu. Seiring berjalannya waktu, di Makkah muncul sekte-sekte dan aliran-aliran, penyebabnya ialah faktor alam, geografis, dan politik. Pada zaman Rasulullah SAW, semua permasalahan yang dihadapi akan ditanyakan kepada Rasulullah SAW dan dijawab melalui wahyu Allah SWT., namun, karena terputusnya wahyu, demi menyelesaikan masalah tersebut beberapa ulama berijtihad dengan berusaha mengadakan moderenisasi maslah terkait keislaman. Sayangnya tidak semua sepakat, ada saja yang tidak setuju karena menganggap hal tersebut merupakan perbuatan bidáh.

Selain itu, perkembangan keilmuan pun semakin berkembang dengan melakukan penerjemahan, sehingga banyak bersentuhan dengan budaya asing. Akibatnya banyak melahirkan pemikiran-pemikiran baru, seperti halnya dalam ilmu alam, kedokteran, astronomi, teologi, hingga filsafat. Sejak saat itu, budaya-budaya tersebut mempengaruhi pemikiran, khususnya para sufi, sehingga muncullah aliran Mu’tazilah, Asyáriyah, Maturidiyah, Murjiáh, Khawarij, Qadariyah dan Jabariyah.

Faktor yang paling mempengaruhi munculnya sekte-sekte dalam Islam adalah faktor politik. Awal mula munculnya sekte adalah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan yang mengakibatkan terjadinya perang Jamal dan Siffin, sehingga memicu lahirnya aliran Syiah, Sunni dan Khawarij. Di antara ketiganya, kedua aliran yang sering bertikai adalah Sunni dan Syiah. 

Di samping konflik antara Sunni-Syiah, kemudian muncul gerakan Wahabi yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab, seorang tokoh teolog Muslim abad 18. Gerakan ini merupakan gerakan pemurnian Islam yang kala itu sudah dimauki berbagai macam bidáh dan khurafat. Gerakan ini dipandang sebagai gerakan ekstrimis oleh beberapa kalangan. Gerakan ini sama dengan apa yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah, Jamaluddin al-Afghani, Rasyid Ridha dan Muhammad Abduh.

Terlepas dari itu semua, Islam membawa bangsa Arab khususnya Makkah, dalam masa kejayaan. Mungkin apabila Islam tidak ada di Makkah, kita tidak akan melihat Makkah yang terpelihara hingga saat ini. Kini tercatat dalam sejarah, bagaimana prosesnya umat manusia menuju ke arah yang lebih baik. Mungkin juga tanpa adanya Islam, tidak akan tercatat dalam sejarah bagaimana kemuliaan Kota Makkah yang menjadi jantung dan pusat berkumpulnya umat muslim.

Referensi

Asizun, Namin Asimah. 2014. Misteri Mukjizat Makkah dan Madinah 21 Kedahsyatan yang terjadi di Kota al-Mukarromah. Jakarta: Langit Buku Publishing

Muhallawi, Hanafi. 2005. Cet. 1. Tempat-tempat Bersejarah dalam Kehidupan Rasulullah, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani dkk.Jakarta: Gema Insani Press.

Nasution, H. Muslim. 1999. Tapak Sejarah Seputar Makkah-Madinah. Cet. 1. Jakarta: Gema Insani Press.

Nasution, Harun. 2012. Teologi Islam : Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI Press.

Safiyurrahman, Al-Mubarakfuri Syekh. 2008. Sirah Nabawiyah. Terj. Kathur Suhardi. Cet. 1. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 

Yahya, Yua ngga Kurnia. “Pengaruh Penyebaran Islam di Timur Tengah dan Afrika Utara: Studi Geobudaya dan Geopolitik,” Al-Tsaqafa: Jurnal Peradaban Islam Vol. 16 No. 1, Juni 2019.

Kontributor: Nurkholis Wahidah, Semester VI

Leave a Reply