Jejak Peradaban Islam yang Terlupakan di Italia Selatan
MAHADALYJAKARTA.COM—“Kalau Andalusia adalah mutiara Islam di Barat, maka Sisilia adalah kilau tersembunyi yang nyaris dilupakan.”
Ketika membahas sejarah Islam di Eropa, pikiran kita sering tertuju pada Andalusia (Spanyol) dengan kemegahan Cordoba dan Granada. Namun, sedikit yang tahu bahwa di selatan Italia, tepatnya di pulau Sisilia, pernah berdiri sebuah peradaban Islam yang gemilang. Dari abad ke-9 hingga ke-11, Sisilia berada di bawah kekuasaan Muslim, menjadikannya salah satu pusat budaya, ilmu, dan toleransi agama.
Awal Penaklukan dan Pemerintahan Muslim
Penaklukan Islam atas Sisilia dimulai pada tahun 827 M oleh pasukan Aghlabiyah dari Ifriqiya (Tunisia modern), atas nama kekhalifahan Abbasiyah. Selama lebih dari 70 tahun, pasukan Muslim secara bertahap menaklukkan kota-kota utama di pulau itu. Palermo jatuh pada tahun 831 dan segera dijadikan ibu kota. Kota itu tumbuh pesat menjadi pusat perdagangan dan pemerintahan yang sangat makmur.
Para penguasa Muslim membangun sistem administrasi yang terorganisir dengan baik. Mereka membawa teknologi pertanian baru seperti kincir air, saluran irigasi, dan pengelolaan tanah yang sistematis. Pengaruh Islam terlihat dalam bahasa, seni, dan kuliner setempat yang mengadopsi banyak elemen dari dunia Arab dan Berber. Bahkan nama-nama tempat di Sisilia banyak yang berasal dari bahasa Arab.
Kehidupan masyarakat di Sisilia selama pemerintahan Islam sangat beragam dan menarik untuk ditelusuri. Komunitas di pulau ini terdiri dari berbagai kelompok: Muslim, Kristen lokal, Yahudi, serta budak dan pendatang dari wilayah lain. Meskipun secara politik berada di bawah pemerintahan Muslim, masyarakat non-Muslim diizinkan hidup dengan agama mereka sendiri.
Para non-Muslim yang hidup di bawah kekuasaan Islam membayar pajak khusus (jizyah), tetapi sebagai imbalannya, mereka mendapatkan perlindungan, kebebasan beribadah, dan hak kepemilikan. Ini menciptakan struktur sosial yang cukup stabil meskipun penuh perbedaan. Bahkan, banyak orang Kristen dan Yahudi memegang peran penting dalam pemerintahan dan ekonomi.
Sistem sosial ini memungkinkan lahirnya masyarakat multikultural yang relatif harmonis. Perkawinan antar budaya memang jarang secara resmi, tetapi kontak sosial, ekonomi, dan budaya antara berbagai kelompok sangat kuat. Inilah yang membentuk karakter unik Sisilia sebagai jembatan antara dunia Islam dan Kristen.
Di tengah kondisi ini, pertukaran budaya terjadi secara aktif. Banyak orang Kristen yang mempelajari bahasa Arab, sementara orang Muslim mengenal bahasa Latin dan Yunani. Hal ini memperkaya intelektual masyarakat Sisilia dan menjadikannya sebagai salah satu wilayah yang paling terbuka di Eropa pada masa itu.
Salah satu aspek paling penting dari pemerintahan Islam di Sisilia adalah pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Seperti di Córdoba dan Baghdad, para penguasa Muslim di Sisilia mendukung kegiatan intelektual: mendirikan perpustakaan, madrasah, serta pusat-pusat penerjemahan dan diskusi ilmiah.
Kota Palermo menjadi pusat intelektual, dengan sejumlah ulama dan cendekiawan yang menghasilkan karya-karya penting dalam astronomi, kedokteran, matematika, pertanian, dan filsafat. Sayangnya, sebagian besar karya ilmiah dari periode ini hilang atau belum ditemukan secara luas, namun jejaknya tetap terlihat dari warisan teknis dan istilah Arab dalam ilmu pertanian dan teknologi di Italia.
Saat bangsa Norman menaklukkan Sisilia dan mempertahankan sebagian besar birokrasi Muslim, gelombang baru penerjemahan teks Arab ke Latin terjadi. Ini menjadi salah satu saluran utama bagaimana ilmu pengetahuan Islam sampai ke Eropa Barat. Dalam konteks ini, Sisilia memainkan peran yang mirip dengan Toledo di Spanyol, sebagai jembatan antara Timur dan Barat.
Selain itu, kegiatan literasi dan kaligrafi Arab berkembang pesat. Banyak manuskrip penting ditulis dan disalin di Sisilia dalam berbagai bidang ilmu. Bahasa Arab menjadi bahasa resmi administrasi dan ilmu pengetahuan selama beberapa generasi, bahkan setelah kedatangan bangsa Norman. Keberadaan sastrawan dan penyair Muslim juga memberi warna pada budaya setempat.
Setelah penguasa Muslim terakhir di Sisilia dikalahkan pada tahun 1091 oleh Raja Roger I, pulau ini resmi berada di bawah kekuasaan Kristen. Namun, pemerintahan Norman tidak serta-merta menghapus warisan Islam. Sebaliknya, para raja Norman mengagumi dan mengadopsi banyak aspek budaya dan birokrasi Islam.
Roger II, salah satu raja paling terkenal dari dinasti Norman, bahkan mempekerjakan sejumlah besar pejabat Muslim dan Yahudi dalam administrasinya. Ia juga membentuk istana kerajaan yang bercorak cosmopolitan di mana bahasa Arab, Latin, Yunani, dan Ibrani digunakan secara bersamaan.
Salah satu karya monumental dari masa ini adalah “Tabula Rogeriana”, sebuah peta dunia yang dibuat oleh ahli geografi Muslim terkenal, al-Idrisi, atas perintah Raja Roger II. Peta ini menjadi salah satu peta dunia paling akurat pada masanya, dan menunjukkan tingginya kepercayaan Raja Kristen terhadap ilmu pengetahuan Islam.
Musik, seni ukir, dan bahkan mode pakaian kerajaan juga menunjukkan pengaruh kuat budaya Arab. Lukisan-lukisan langit-langit istana dan mozaik-mozaik menggabungkan ikonografi Kristen dengan elemen desain Arab dan Persia. Ini mencerminkan penghargaan yang besar terhadap seni Islam, bahkan di bawah kekuasaan Kristen.
Islam di Ujung Tanduk: Pengusiran dan Penindasan
Meskipun toleransi budaya Islam sempat bertahan selama beberapa dekade setelah penaklukan Norman, keadaan berubah secara drastis seiring meningkatnya pengaruh Gereja Katolik dan ideologi Reconquista dari Spanyol. Pada awal abad ke-13, Raja Frederick II, yang awalnya bersikap toleran, mulai menghadapi tekanan dari Paus untuk menghapuskan unsur-unsur Islam dari wilayah kekuasaannya.
Muslim mulai dipaksa pindah agama atau dipindahkan secara paksa ke bagian lain dari kekaisaran, terutama ke daerah Lucera di daratan Italia, di mana mereka dijadikan sebagai koloni militer. Meskipun mereka sempat hidup di sana selama beberapa dekade, pada akhirnya koloni ini juga dibubarkan, dan banyak Muslim dibunuh atau dijual sebagai budak.
Menjelang abad ke-14, jejak komunitas Muslim di Sisilia secara fisik benar-benar hilang, namun warisan mereka tetap hidup dalam arsitektur, bahasa, sistem pertanian, dan seni. akan tetapi meskipun Islam telah disingkirkan secara paksa, budaya Islam tetap menjadi bagian dari identitas Sisilia bahkan hingga hari ini.
Kisah Islam di Sisilia tidak hanya penting dari sisi sejarah lokal, tetapi juga dari perspektif sejarah global dan dialog antar peradaban. Sisilia menunjukkan bahwa dunia Islam dan Kristen tidak selalu hidup dalam konflik abadi. Ada masa ketika kedua dunia ini berinteraksi secara produktif, saling menginspirasi, dan hidup berdampingan secara relatif damai.
Warisan Islam di Sisilia juga menginspirasi upaya pelestarian dan riset lebih lanjut oleh sejarawan modern. Banyak akademisi dari Italia, Tunisia, dan negara-negara Barat kini mulai meneliti ulang periode ini untuk merekonstruksi sejarah yang lebih inklusif dan berimbang. Situs-situs sejarah yang masih tersisa kini dijadikan obyek wisata edukatif yang menarik perhatian dunia.
Sisilia Sekarang: Jejak Sejarah yang Hidup di Tengah Modernitas
Meskipun jejak peradaban Islam di Sisilia telah memudar seiring berjalannya waktu, pulau ini tetap menyimpan warisan yang tak ternilai dalam struktur sosial, budaya, dan arsitektur yang masih terlihat hingga hari ini. Sisilia kini merupakan bagian dari Italia, dan meskipun mayoritas penduduknya beragama Kristen, warisan Islam di pulau ini tetap hidup dalam berbagai bentuk. Di beberapa kota, Anda masih dapat menemukan masjid tua yang berdiri kokoh, walaupun banyak dari mereka kini digunakan untuk tujuan lain atau tidak lagi berfungsi sebagai tempat ibadah.
Meskipun Islam telah punah sebagai kekuatan politik di Sisilia pada abad ke-12, budaya dan pengaruhnya tetap tercermin dalam bahasa, kuliner, dan tradisi lokal. Beberapa nama tempat di Sisilia, seperti Caltagirone, Mazara del Vallo, dan Sciacca, masih mengandung jejak bahasa Arab, yang mengingatkan kita akan pengaruh Muslim di pulau itu. Selain itu, dalam kuliner Sisilia, pengaruh Arab dapat dilihat pada penggunaan bahan-bahan seperti rempah-rempah, buah-buahan kering, dan penggunaan air mawar dalam pembuatan kue tradisional.
Secara sosial, Sisilia kini merupakan wilayah yang sangat heterogen dengan pengaruh besar dari berbagai budaya. Walaupun mayoritas penduduk Sisilia beragama Kristen, sejumlah kecil Muslim kini juga tinggal di pulau ini, sebagian besar merupakan imigran dari negara-negara seperti Tunisia, Maroko, dan negara-negara lainnya di dunia Arab.
Dari segi ekonomi, Sisilia masih bergantung pada pertanian, terutama pertanian citrus (jeruk) yang terkenal, yang memiliki akar sejarah dari teknologi pertanian yang dibawa oleh Muslim. Teknologi irigasi yang diperkenalkan oleh penguasa Muslim terus digunakan hingga saat ini, memfasilitasi pertanian yang berkelanjutan di wilayah tersebut. Sisilia juga dikenal dengan produksi minyak zaitun berkualitas tinggi, yang menjadi bagian penting dari industri pertanian dan ekspor.
Di era modern ini, Sisilia berfungsi sebagai pusat pariwisata yang populer, dengan situs-situs sejarah yang menarik pengunjung dari seluruh dunia. Banyak turis yang datang untuk melihat warisan arsitektur Islam dan mengunjungi situs-situs bersejarah seperti Kastil Zisa, Monreale, dan Palermo, yang semuanya menyimpan cerita tentang masa kejayaan peradaban Islam di pulau ini. Namun, meskipun banyak pengunjung datang untuk melihat keindahan sejarah Islam, banyak orang yang tidak menyadari kedalaman kontribusi yang diberikan oleh peradaban ini terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, seni, dan filosofi di Eropa.
Dalam dunia yang semakin terpecah-pecah karena perbedaan, warisan Islam di Sisilia menjadi pengingat penting bahwa sejarah panjang interaksi antara peradaban yang berbeda, meskipun kadang terlupakan, dapat memberikan pelajaran yang berharga tentang keragaman, toleransi, dan kekuatan kolaborasi lintas budaya.
Dari awal penaklukan hingga masa kejayaan dan akhirnya kejatuhan, sejarah Islam di Sisilia merupakan salah satu kisah paling kompleks dan memikat dalam sejarah Islam di Eropa. Meski tak banyak dikenal, warisannya nyata dan abadi.
Mempelajari Sisilia adalah membuka lembaran sejarah yang menunjukkan bahwa Islam bukan hanya bagian dari Timur, tetapi juga bagian dari jantung peradaban Eropa, dan pernah memberikan sumbangan besar bagi ilmu, budaya, dan tatanan sosial yang menjadi dasar Eropa modern saat ini.
Referensi:
Abulafia, David. 2011. The Great Sea: A Human History of the Mediterranean. London: Penguin Books.
Amari, Michele. 1933. Storia dei Musulmani di Sicilia. Torino: Unione Tipografico-Editrice.
Brett, Michael. 2001. The Rise of the Fatimids: The World of the Mediterranean and the Middle East in the Fourth Century of the Hijra, Tenth Century CE. Leiden: Brill.
Goitein, S.D. 1967. A Mediterranean Society: The Jewish Communities of the Arab World as Portrayed in the Documents of the Cairo Geniza. Berkeley: University of California Press.
Metcalfe, Alex. 2009. Muslims and Christians in Norman Sicily: Arabic Speakers and the End of Islam. London: Routledge.
Johns, J. 2002. “The Arab-Norman Culture of Sicily.” The American Historical Review, 107(4), 1089–1117. https://doi.org/10.1086/ahr/107.4.1089.
Kontributor: Syaparuddin Hasibuan, Semester V