Review Diskusi Ilmiah Lintas Sejarah
Ahad, 8 September 2019
Ma’had Aly – Jakarta adalah ibu kota dan kota terbesar di Indonesia. Secara konstitusional, Jakarta ditetapkan sebagai ibu kota Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1964 (Pernyataan Daerah Khusus Ibu-Kota Jakarta Raya tetap sebagai Ibu-Kota Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta, berlaku surut sampai tanggal 22 Juni 1964, yaitu sejak Presiden Republik Indonesia mengumumkan Daerah Khusus Ibu-Kota Jakarta Raya tetap sebagai Ibu-Kota Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta). Jakarta telah menjadi pusat pemerintahan sejak masih bernama Batavia pada masa Hindia Belanda. Letaknya di pesisir bagian barat laut pulau Jawa, atau dulu lebih dikenal dengan Sunda Kelapa, Jayakarta, dan Batavia.
Ibu kota merupakan identitas suatu bangsa. Terkait pemindahan lokasi ibukota baru ke Kalimantan Timur sudah melalui kajian dan riset. Pada 26 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo mengumumkan pemindahan Ibu kota Indonesia ke Kalimantan Timur. Ibu kota baru tersebut akan dibangun di antara Kabupaten Kutai Kartanegara dan kabupaten Penajen Paser Utara. Sehingga ditargetkan akan dapat digunakan pada tahun 2024. Melalui rapat terbatas pemerintah pada tanggal 29 April 2019, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk memindahkan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa. Pemindahan ibu kota ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.
Sebelumnya ada dua lokasi yang menjadi kandidat tempat untuk pemindahan ibu kota ini, yaitu Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Menurut presiden RI, Joko Widodo, karena wilayah Kalimantan Timur minim resiko bencana, seperti banjir, gempa, tsunami dll. Selain itu, tempatnya dinilai strategis, berada ditengah-tengah wilayah Indonesia. Namun, ibu kota baru ini hanya akan menjadi pusat pemerintahan. Sementara pusat bisnis masih tetap berada di Jakarta.
Isu pemindahan ibu kota ini bukannya hal yang baru, pada masa pemerintahan Soekarno usulan ini telah beberapa kali diusulkan sejak tahun 1957. Bahkan ide pemindahan ibu kota pun sudah dikemukakan oleh presiden-presiden setelahnya.
Faktor yang menyebabkan dipindahkannya ibu kota ini yaitu:
- Banjir.
- Kemacetan yang tidak bisa dihindarkan lagi.
- Banyaknya penduduk yang memenuhi Jakarta sehingga semakin sumpek.
- Pemerataan pembangunan.
Terkait pemerataan pembangunan dan menurunnya populasi di Pulau jawa yang hanya mampu menampung 75 % dari total populasi di Indonesia. Selain itu, Jakarta juga diklaim sebagai kota yang sering terendam banjir dan mungkin lama kelamaan akan tenggelam seiring berjalannya waktu. Perubahan iklim, kondisi alam yang sewaktu-waktu berubah, sesuai dengan perubahan zaman. Air laut semakin tinggi dan semakin ekstrem. Terlihat dari permukaan tanah yang mulai menurun karena banyaknya pengambilan air tanah tanpa izin, ini juga menjadi penyebab dasar tanah semakin amblas dan banyak terjadi di seantero Jakarta.
Menurut kementrian perencanaan pembangunan Nasional, untuk pemindahan ibukota ini diperlukan wilayah seluas 60.000-100.000 hektare, atau seluas dengan ukuran kota New York. Setelah pemerintah mengkaji wilayah pulau Jawa dan luar pulau Jawa. Terpilihlah Kalimantan Timur menjadi ibukota baru yang akan menjadi pusat pemerintahan, yaitu Kutai Kartanegara, Penajam Paser Utara, dengan biaya sekitar 485 Triliun. Tahapan pemindahan ini dibagi ke dalam 3 tahap, yaitu
- Tahun 2020 sebagai Fase persiapan
- Tahun 2021-2024 pembangunan dan kawasan inti
- Tahun 2024 menjadi fase pindahnya pusat pemerintahan
Keputusan pemindahan ibu kota Indonesia oleh Presiden Joko Widodo ke Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara di Provinsi Kalimantan Timur akan mungkin menimbulkan banyak dampak. Salah satu dampak yang akan sangat dirasakan masyarakat adalah sisi ekonomi. Pengaruh ekonomi dari kebijakan pemindahan ibu kota dapat dilihat baik secara positif maupun negatif. Hal ini disampaikan Pengamat Ekonomi Institute For Development of Econimics and Finance (INDEF), Rizal Taufikurohman bahwa, salah satu yang harus diwaspadai pemerintah dalam memindahkan ibu kota adalah dampak inflasi. Karena jika perpindahan dilakukan dengan mendadak dan cepat, perekonomian regional dan nasional bisa mengalami shock, goncangan, dan akan berdampak kepada masyarakat Jakarta maupun masyarakat ibu kota baru.
Pertanyaan muncul dari saudari Erna dari semester V, apakah narasumber sendiri setuju jika ibu kota pindah? Berikan alasannya!
Narasumber menjawab: tidak setuju karena jika ibu kota pindah, akan membutuhkan biaya yang sangat banyak, sedangkan Indonesia sendiri masih punya banyak hutang. Seharusnya bukan ibu kotanya yang dipindah, akan tetapi mengutamakan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi dulu.
Kemudian terjadilah pro dan kontra di antara kalangan Mahasantri, menurut saudara Nasrudin dari Semester III, ia berpendapat:
Kalau hanya karena memikirkan hutang, ibu kota tidak jadi pindah, ia tidak sependapat. Masalah hutang Negara, Indonesia sudah ada neracanya sendiri. Sedangkan hutang Indonesia ke Cina saat ini belum mencapai hitungannya, misalkan hutangnya itu batasnya sampai 4% sedangkan Indonesia saat ini hutangnya masih 2% jadi tidak terlalu di permasalahkan. Jika dipindah juga akan menciptakan lapangan pekerjaan bagi yang pengangguran atau yang lainya. Dan di Jakarta ini sudah sangat padat jadi sangat setuju jika ibu kota dipindahkan.
Kemudian disangkal oleh saudari Erna, tanah di Kalimantan itu sekitar 1,4 jt hektar baik secara legal maupun ilegal. Seharusnya, jika memang sudah padat itu diatasi dengan berbagai cara agar bisa diselesaikan.
Dan disangkal oleh saudara Syarul Ridho, bahwa Semua pusatnya ada di Jakarta, sehingga orang-orang pada pindah ke Jakarta, sehingga padat sedangkan presiden itu sudah membuat fasilitas agar bisa mengatasnya seperti bus Transjakarta. Akan tetapi itu juga tidak cukup, untuk merapikan kepadatannya sendiri itu mencontoh negara maju yaitu pindah ibu kotanya. Di Negara-negara maju itu sudah terjadi. Sehingga akan menghasilkan hal-hal yang baru dan tentunya tentang lapangan pekerjaan.
Dikuatkan lagi oleh pendapat Abror, perpindahan ibu kota itu perencanaanya dari zaman presiden Soekarno, akan tetapi belum terlaksanakan dan saat ini sudah terlaksanakan oleh presiden Jokowi. Kenapa baru bisa sekarang dipindahnya? Karena mungkin pada saat presiden Soekarno itu belum memungkinkan untuk pindah. Jadi presiden jokowi itu berani mengambil resiko yang besar dan tentunya sudah direncanakan matang-matang.
Diskusi kali ini diakhiri dengan saran yang dikemukakan oleh Ust. Manhalul Ilmi, Lc, Dipl. selaku pembimbing jalannya diskusi. Beliau menyatakan bahwa, harus menggali data-data yang lebih dalam lagi agar tidak menyalahkan kebijakan pemerintah. Jika orang yang benar-benar memikirkan negara itu akan menggali data. Menurut BMKG, tanah Jakarta lama-lama akan habis. Belum lagi perihal asumsi masyarakat yang sudah mendarah daging bahwa pusat perekonomian ya, ada di Jakarta, otomatis mereka berduyun-duyun pergi Jakarta dan menimbulkan kemacetan yang luar biasa. Jadi, dalam membuat keputusan pasti ada yang dirugikan, akan tetapi itu yang akan menyelamatkan Jakarta dan tentunya Indonesia.
Kami sebagai santri millenial berharap, di kepemimpinan periode kedua ini, presiden Jokowi menjadi lebih baik lagi kedepannya sehingga membawa Indonesia menjadi Baldatun Tayyibatun wa Rabbun Ghafur. (Mila/Diyah)