Dua Kontribusi Besar Habib Ali Bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang

Dua Kontribusi Besar Habib Ali Bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang

MAHADALYJAKARTA.COM – Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi atau yang terkenal dengan sebutan Habib Ali Kwitang merupakan salah satu tokoh berpengaruh di Indonesia, khususnya di wilayah Ibu Kota Jakarta. Menurut catatan sejarah, beliau lahir pada hari Ahad, 20 Jumadil Awal 1286 Hijriyah bertepatan dengan 20 April 1870 Masehi di kelurahan Kwitang, kecamatan Senen, Jakarta Pusat. Beliau adalah putra dari pasangan Habib Abdurrahman al-Habsyi dengan Hajjah Salamah.

Habib Ali Kwitang ikut andil mengambil bagian dalam pembangunan bangsa Indonesia dengan memberikan kontribusi-kontribusi besar, baik dalam bidang sosial maupun keagamaan. Adapun di antara kontribusi-kontribusi beliau, di tulisan kali ini setidaknya akan disebutkan dua kontribusi besar Habib Ali Kwitang, yaitu;

Merintis Majelis Taklim di Indonesia

Majelis Taklim Kwitang namanya, sebuah majelis taklim yang didirikan oleh beliau pada tahun 1938 tersebut hingga kini masih eksis dan menjadi kebanggaan bagi sebagian masyarakat Betawi bahkan masyarakat luar daerah.

Kala itu, setiba Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi di tanah air sekitar tahun 1898 masehi, setelah mengenyam pendidikan di Hadramaut, Yaman dan tanah Haram Makkah, beliau mulai aktif melakukan aktifitas dakwahnya dengan mengajar di masjid Al-Makmur, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Di sela-sela profesi beliau yang saat itu sebagai pedagang di pasar Tanah Abang.

Di masjid Al-Makmur itulah cikal-bakal majelis taklim pertama di Jakarta, dulu namanya Batavia atau boleh dikatakan kalau Majelis Taklim Kwitang ini adalah majelis yang menjadi pelopor berdirinya majelis-majelis taklim di Indonesia. Sebab, pada zaman penjajahan Belanda, bisa dibilang tidak ada seorang tokoh pun yang berani menggelar bahkan membuka majelis taklim, karena segala macam kegiatan sangat dibatasi.

Selanjutnya, hari demi hari telah berlalu. Sejak pertama kali dibuka, murid dari Habib Ali Kwitang ini terus bertambah, sehingga masjid Al-Makmur yang kala itu masih terkesan kecil tidak mampu menampung banyaknya jumlah masyarakat yang ingin menuntut ilmu. Habib berinisiatif untuk memindahkan lokasi majelis taklimnya ke Masjid Kwitang, kecamatan Senen, Jakarta Pusat.

Sebelumnya masjid Kwitang itu hanya sebuah bangunan mushalla kecil yang bahan dasarnya terbuat dari kayu. Asbab kedatangan Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi, masjid tersebut kemudian dibedah dan direnovasi, lalu beliau menamakan masjid itu dengan nama Masjid Al-Makmur, sesuai dengan nama masjid di Tanah Abang tempat beliau mengajar sebelumnya. Masjid inilah yang saat ini dikenal dengan masjid Al-Riyadh, karena mengalami perubahan nama di zaman Orde Baru dan diresmikan oleh presiden Soeharto pada tahun 1969, tepat satu tahun setelah Habib Ali Kwitang wafat.

Majelis Taklim Kwitang ini diadakan setiap hari Ahad pagi sejak kurang lebih 85 tahun yang lalu. Sampai saat ini, masyarakat secara terus menerus mengikuti majelis tersebut dengan antusias. Pesertanya tidak hanya dari kalangan masyarakat Betawi, akan tetapi dari luar daerah.

Mendirikan Pondok Pesantren Unwanul Falah Kwitang

Pada zaman pra kemerdekaan, pondok pesantren adalah tempat yang paling ramai dikunjungi oleh para penuntut ilmu, lintas generasi maupun lintas daerah. Dalam tulisan tinta sejarah juga mencatat bahwa, lembaga pendidikan tertua di Indonesia adalah pondok pesantren.

Pondok Pesantren Unwanul Falah didirikan oleh Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi pada tahun 1911 masehi. Dan telah melahirkan banyak tokoh-tokoh agama terkemuka, seperti KH. Thohir Rohili, KH. Zayadi Muhadjir, KH. Abdullah Syafi’i, KH. Ismail Pendurenan, KH. M. Nai’im Cipete, KH. Fathullah Harun dan beberapa ulama lainnya.

Pondok Pesantren Unwanul Falah Kwitang ini merupakan salah satu pesantren terkenal di Jakarta. Pengasuhnya saat ini adalah Habib Ali yang merupakan keturunan dari Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi.

Selain dari dua kontribusi di atas, masih banyak kontribusi yang disumbangsihkan oleh beliau. Semoga apa yang telah dibaca menjadi bermanfa’at dan menambah wawasan serta kecintaan terhadap para sholihin. Wallahua’lam

 

Penulis: Muhaimin Yasin, Alumnus Pondok Pesantren Ishlahul Muslimin Lombok Barat dan Mahasantri Ma’had Aly Sa’iidusshiddiqiyah Jakarta

Leave a Reply