Dinamika Islam Liberal di Era Kontemporer: Cahaya Tauhid di Negeri Ginseng
MAHADALYJAKARTA.COM—Islam pertama kali diperkenalkan ke Semenanjung Korea Selatan pada abad pertengahan, sekitar abad ke-9 melalui pendekatan budaya dari berbagai agama. Setelah sekian lama, Islam kembali muncul di Korea Selatan pada abad ke-20 melalui kedatangan imigran dan aktivitas dakwah yang bertahan melalui masa perang. Kedatangan pertama Muslim ke Korea Selatan diyakini terjadi pada tahun 1955, ketika sekelompok Muslim dari Pakistan datang ke Korea Selatan untuk bekerja di perusahaan-perusahaan konstruksi.
Sejarah awal komunitas Muslim Korea Selatan pada era modern dimulai ketika kedatangan pasukan tentara perdamaian dari Turki saat terjadi perang Korea tahun 1950-1953 M. Agama Islam pun kemudian berkembang tahun 1970-an melalui organisasi masyarakat Muslim Korea yaitu Korea Muslim Federation (KMF).
Islam yang berkembang di Korea Selatan saat ini berkembang melalui sistem pendidikan. Organisasi seperti Korean Muslim Federation (KMF) memainkan peran kunci dalam pengembangan Islam di Korea Selatan, termasuk pengiriman pelajar ke negara-negara Muslim dan menyelenggarakan berbagai kegiatan dakwah.
Pada awalnya, mereka kesulitan dalam beribadah karena tidak ada tempat ibadah yang tersedia pada saat itu. Pada tahun 1962, pemerintah Korea Selatan menyetujui permintaan para orang-orang Muslim untuk mendirikan Masjid pertama di Korea Selatan. Pada akhirnya dibangunlah masjid pertama di Korea Selatan di kota Seoul. Masjid itu pun dikenal dengan nama “Masjid Seoul”.
Setelah itu, beberapa masjid dan lembaga keagamaan Islam lainnya mulai didirikan di Korea Selatan untuk melanjutkan studi mereka. Seiring dengan perkembangan ekonomi di Korea Selatan, jadi banyak mahasiswa Muslim yang memilih Korea Selatan sebagai tempat untuk melanjutkan studi mereka.
Mereka membawa agama Islam dan membantu memperkenalkannya ke masyarakat Korea Selatan. Kehadiran para imigran Muslim dan mahasiswa Muslim di Korea Selatan telah membawa pengaruh besar terhadap perkembangan Islam di negara tersebut. Meskipun jumlah penganut agama Islam di Korea Selatan masih dibilang relatif kecil dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia, namun keberadaan mereka memberikan kontribusi positif dalam memperkaya budaya, seni, dan keislaman kepada masyarakat Korea Selatan.
Jauh sebelum dibentuknya sekolah formal berupa SD, sebuah madrasah bernama Madrasah Sultan Bin Abdul Aziz, telah berfungsi sejak tahun 1990 dan di situlah anak-anak diberi kesempatan untuk belajar bahasa Arab, budaya Islam, dan bahasa Inggris.
Pada tahun 1980 di Incheon didirikan sebuah perguruan tinggi Islam yang mempunyai 15 fakultas. Empat di antaranya merupakan fakultas Syariah, bahasa Arab, Ilmu Perbandingan Agama dan Fakultas Sejarah Islam. Pembentukan perguruan tinggi tersebut lumayan membantu dalam proses pemberdayaan budaya Islam di Korea Selatan.
Kurang dari tahun 1970-an, ketika hubungan ekonomi Korea Selatan dengan banyak negara Timur Tengah menonjol, menunjukkan bahwa minat terhadap Islam mulai bangkit kembali. Beberapa warga Korea yang bekerja di Arab Saudi banyak yang masuk Islam, ketika mereka menyelesaikan masa tugas kerja mereka dan kemudian kembali ke Korea.
Dibalik banyaknya warga masyarakat Korea Selatan yang masuk Islam, ternyata di sana juga mengalami kesulitan dalam urusan berdakwah. Apalagi pasca peristiwa 11 September 2001 menjadi salah satu wacana pokok sulitnya metode dakwah. Pasalnya peristiwa 11 September yang diselenggarakan di Amerika Serikat itu, yang diikuti penyerbuan Afghanistan dan kemudian ke Irak, dan ledakan bom di beberapa tempat, seperti di Bali, Madrid, London, dan lain-lain dalam beberapa tahun terakhir menimbulkan banyak kesulitan dalam dakwah Islam. Hal ini sangat terasa di negara-negara di mana kaum Muslim merupakan kaum minoritas, seperti di Korea.
Kesulitan-kesulitan dakwah pada masa itu pasca peristiwa 11 September 2001 menjadi salah satu wacana pokok pada peringatan Ulang Tahun Emas Islam di Korea pada 25-26 November 2005 di Seoul. Hadir sebagai salah satu pembicara khusus dalam simposium internasional satu pembicara khusus internasional bertajuk “Islam and Other Religions in Asia: Co-Existence and Cooperation” yang diselenggarakan Korea Muslim Federation (KMF), saya menangkap isyarat kegundahan para pemimpin Muslim Korea tentang masa depan dakwah Islam di “Negeri Ginseng”.
Ketika pembicara pada acara pembukaan simposium yang diadakan di Masjid Pusat Seoul yang megah, Dr. Ahmad Jung-In Moon, seorang tokoh senior Muslim Korea, yang juga merupakan guru besar di Yonsei University mengungkapkan kesulitan lingkungan dakwah setelah peristiwa 11 September 2001. Dari sinilah pandangan-pandangan stereotypical tentang Islam dan kaum Muslim semakin kuat.
Momentum bagi perkembangan Islam meningkat sejak 1959 ketika Presiden Korea Islamic Society, Umar Kim Jin-Kyu yang ditemani oleh Sabri Suh Jung-Kil mengadakan lawatan ke berbagai negara Muslim, seperti Malaysia, Pakistan, dan Arab Saudi. Mereka tercatat sebagai orang pertama Korea yang menunaikan ibadah haji. Sejak saat itulah organisasi Muslim Korea mulai mengirim pelajar dan mahasiswa belajar Islam ke Malaysia, Arab Saudi, Mesir, Hingga ke Indonesia.
Sejak April 1965 transformasi organisasi Korea Muslim Islamic Society menjadi Korea Muslim Federation (KMF) mendorong bangkitnya kembali momentum dakwah di Korea. KMF tidak hanya menerbitkan berbagai literatur pokok tentang Islam, tetapi juga berusaha melakukan upaya untuk mendirikan masjid.
Puncak upaya ini adalah pembangunan Masjid pusat Seoul yang megah, memiliki 3 lantai dan dilengkapi berbagai fasilitas ibadah, perkantoran dan pendidikan. Tanah masjid seluas kurang lebih setengah hektar ini merupakan pemberian pemerintah Korea, sedangkan dana pembangunan diperoleh dari sumbangan berbagai negara Muslim.
Menurut KMF, kini Muslim asli Korea berjumlah sekitar 40.000 jiwa. Juga terdapat 100.000 pekerja dari luar negeri yang beragama Islam di Korea. Mereka datang dari Indonesia, Bangladesh, Pakistan, dan lain-lain. Sekarang terdapat 9 masjid, 4 pusat Islam, dan sekitar 60 mushalla di seluruh Korea. Meski sulit, tetapi selalu saja ada orang Korea yang memeluk Islam dari hari ke hari.
Meskipun Islam tidak memiliki akar sejarah yang panjang di negara ini, perkembangan komunitas Muslim sejak saat itu telah memberikan kontribusi penting terhadap keanekaragaman budaya di Korea Selatan. Jumlah umat Islam terus meningkat, walaupun masih sangat kecil. Diperkirakan hanya sekitar 0,2% dari total penduduk. Sebagian besar dari mereka adalah pekerja migran, pelajar internasional, serta sejumlah kecil orang Korea asli yang menganut Islam.
Seiring berkembangnya zaman, Muslim Korea makin pandai dalam menambahkan citra keislaman di negaranya. Kehadiran komunitas Muslim di Korea semakin terasa, terutama melalui peningkatan restoran halal, festival budaya Islam, sekolah-sekolah Islam, dan masjid-masjid kecil di beberapa kota besar, serta perhatian yang lebih besar terhadap kebutuhan wisatawan Muslim. Namun, komunitas ini tetap menghadapi tantangan besar dalam hal integrasi dan pemahaman masyarakat terhadap Islam.
Muslim Korea juga tidak sungkan dalam memperkenalkan agama Islam kepada orang lain dengan cara yang halus, ramah, sopan dan santun. Maka dari itulah non-muslim di sana menyukai agama Islam karena orang-orangnya ramah, sopan dan santun.
Referensi:
Azra, Azyumardi. 2007. Jejak-Jejak Jaringan Kaum Muslim. Jakarta: Hikmah PT Mizan Publika.
Hasmand, Fedrian. 2017. Kronologi Sejarah Islam & Dunia. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Nurmalasari, Siska. 2015. Perkembangan Islam di Korea Selatan (1950-2006). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Muhammad Al-Huzaini, dkk. 2024. “Jejak Islam di Korea Selatan”. Jurnal Sejarah Islam, Vol. 3, No. 01.
Subchi, Imam, dan Zainuddin, Djedjen. 2019. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang: PT.Karya Toha.
- Arnold, Thomas. 2019. Sejarah Lengkap Penyebaran Islam. Pustaka Al-Kautsar.
Kontributor: Anggi Purnama, Semester III