Dari Fustat ke Kairo: Sejarah Emas Masjid Pertama di Afrika
MAHADALYJAKARTA.COM—Di tengah Kairo lama, Mesir, terdapat sebuah masjid bersejarah yang melambangkan awal peradaban Islam di Afrika. Masjid Amr bin Ash bukan hanya sekedar bangunan tua, melainkan juga menjadi saksi bisu dari pertemuan antara kekuatan spiritual, strategi, politik, dan semangat peradaban. Didirikan pada abad ke-7 M oleh salah satu sahabat Nabi Muhammad Saw, masjid ini menjadi titik awal penyebaran Islam di benua Afrika. Dari kota kuno Fustat hingga Kairo modern, masjid ini terus memancarkan pengaruhnya, menjalin hubungan antara masa lalu dan masa kini.
Setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw, Kekhalifahan Rasyidin melanjutkan ekspansi Islam ke luar Jazirah Arab. Salah satu tokoh kunci dalam fase awal ini adalah Amr bin Ash, seorang diplomat dan panglima perang handal yang memimpin penaklukan mesir di bawah pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab.
Pada masa itu, Mesir adalah wilayah strategis di bawah Kekaisaran Bizantium. Namun pada tahun 640 M, pasukan Muslim yang dipimpin Amr bin Ash berhasil mengalahkan tentara Bizantium dalam Pertempuran Heliopolis. Kemenangan ini membawa Mesir ke tangan Muslim, dan pada tahun 641 M, kota Fustat didirikan sebagai pusat administrasi dan militer pertama bagi umat Muslim di wilayah tersebut.
Di tengah Fustat yang baru, Amr bin Ash mendirikan sebuah masjid sederhana sebuah langkah yang mencerminkan tekadnya untuk menjadikan Islam sebagai pusat kehidupan masyarakat baru ini. Masjid tersebut terbuat dari bahan bahan local seperti batang kurma, lumpur dan daun palem. Ukurannya kecil dan belum memiliki fitur arsitektur khas, seperti mihrab, kubah, atau Menara. Meski begitu, masjid ini menjadi simbol penting kehadiran Islam di tanah baru dan berfungsi sebagai pusat kegiatan ibadah, Pendidikan, dan musyawarah masyarakat.
Fustat dengan cepat berkembang menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, dan budaya. Letaknya yang strategis di tepi sungai Nil menjadikan kota ini jalur penting untuk perdagangan internasional. Pelabuhan Pelabuhan di Fustat dipenuhi kepala kepala dari Afrika Timur, India, dan Semenanjung Arab. Aktivitas ekonomi yang pesat ini turut mendorong pertumbuhan jumlah penduduk, serta memperluas kebutuhan akan tempat ibadah yang lebih besar dan representative.
Setiap renovasi yang dilakukan pada Masjid Amr bin Ash membawa pengaruh dari gaya arsitektur Islam pada zamannya. Menara pertama ditambahkan pada masa Dinasti Umayyah dan mihran yang mengarah ke Ka’bah mulai dibentuk secara permanen. Pada masa Dinasti Umayyah, dinding masjid diperkuat dan diperluas, menandai transisi dari masjid komunitas menjadi bangunin monumental.
Saat ini, masjid ini memiliki halaman tengah yang luas, aula shalat yang ditopang oleh ratusan tiang marmer, serta Menara Menara yang menjulang tinggi. Meski bentuk aslinya telah berubah total, fondasi dan fungsi awalnya sebagai pusat kehidupan umat Islam tetap terjaga. Selain sebagai tempat ibadah, Masjid Amr bin Ash juga berfungsi sebagai pusat pengajaran ilmu agama. Sebelum berdirinya Al Azhar, masjid ini sudah dikenal sebagai tempat kajian keilmuan, di mana para ilmuwan mengajarkan tafsir, hadis, fiqh, dan bahasa Arab. Tradisi pengajaran ini mengukuhkan peran masjid sebagai bagian penting dalam pengembangan intelektual Islam di Afrika. Dibandingkan dengan masjid masjid awal dalam sejarah Islam, seperti Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid Kufah di Irak. Masjid Amr bin Ash memiliki posisi yang istimewa. Karena masjid ini adalah masjid pertama yang dibangun di luar Jazirah Arab dan yang pertama di benua Afrika. Keberadaannya tidak hanya mencerminkan ekspansi geografis Islam, tetapi juga menggambarkan kemampuan Islam untuk beradaptasi dengan budaya kondisi local.l
Saat ini, Masjid Amr bin Ash diakui sebagai salah satu situs warisan budaya Islam yang sangat penting. Setiap tahun, ribuan pengunjung datang ke masjid ini, termasuk wisatawan, sejarawan, pelajar dan umat Muslim yang ingin merasakan spiritualitas di tempat yang menjadi saksi bisu awal masuknya Islam ke benua Afrika.
Meski telah berdiri selama lebih dari 13 abad, Masjid Amr bin Ash menghadapi berbagai tantangan serius dalam hal konservasi. Masalah polusi urbanisasi, dan tekanan dari pembangunan modern membuat usaha pelestarian masjid ini menjadi cukup rumit. Beberapa proyek restorasi telah dilaksanakan, namun masih diperlukan perhatian yang lebih mendalam agar masjid ini tidak kehilangan keaslian dan nilainya sebagai monumen sejarah.
Masjid Amr bin Ash bukan hanya sekedar bangunan tua yang berdiri di tengah Gedung modern. Ia adalah simbol peradaban Islam di Afrika, yang telah terintegrasi dalam dinamika sejarah Mesir selama lebih 1300 tahun. Dari fondasi sederhana di kota Fustat hingga masa kejayaannya di Kairo Lama, masjid ini mengingatkan kita bahwa peradaban dibangun tidak hanya dengan kekuatan tetapi juga dengan iman, ilmu, dan semangat kolektif.
Di balik dindingnya yang tua, tersimpan kisah kisah tentang sahabat Nabi, penaklukan secara damai, pencarian ilmu, dan perjuangan untuk membangun masyarakat Islam yang inklusif. Dari Fustat ke Kairo, dari masa lalu hingga masa kini, Masjid Amr bin Ash tetap menjadi permata sejarah yang bersinar di benua Afrika.
Masjid ini juga berperan penting dalam memperluas penyebaran Islam ke wilayah Afrika Utara lainnya. Dari Mesir, para da’I dan ulama mulai menjelajahi wilayah seperti Libya, Tunisia dan bahkan sampai ke Maroko, menyebarkan Islam melalui car acara damai melalui perdagangan, Pendidikan, dan interaksi sosial. Masjid ini menjadi titik awal dari dakwah yang terjadi dalam suasana damai. Jejaring keulamaan yang berpusat di Fustat turut mendukung adanya jalur komunikasi intelektual dan spiritual yang menjangkau daerah daerah jauh di pedalaman Afrika.
Selain sebagai pusat keagamaan dan Pendidikan, Masji Amr bin Ash juga berfungsi sebagai simbol toleransi sosial di masa awal awal Islam di Mesir. Masyarakat yang sebelumnya terbagi dalam komunitas Arab Muslim, Koptik, dan Yunani mulai membentuk identitas baru yang lebih multicultural. Masjid ini menyediakan ruang untuk dialog antar budaya dan menjadi tempat terjadinya proses asimilasi antara penduduk asli Mesir dengan para pendatang Muslim. Dengan fungsinya ini, masjid menjadi pelopor dalam membangun tatanan sosial yang inklusif di awal sejarah Islam.
Seiring berjalannya waktu, pengaruh Masjid Amr bin Ash terhadap dunia Islam semakin meluas. Masjid ini menjadi sumber inspirasi bagi pembangunan masjid-masjid besar lainnya di Kairo, seperti Masjid Al-Azhar, yang didirikan pada abad ke-10 Masehi oleh Dinasti Fatimiyah. Meskipun Al-Azhar telah berkembang menjadi pusat ilmu dan fatwa terkemuka di dunia Islam, Masjid Amr bin Ash tetap dikenang sebagai pelopor. Kedekatan geografis dan sejarah antara kedua masjid ini mencerminkan kesinambungan warisan keilmuan dan spiritual Islam di Mesir. Hingga saat ini, Masjid Amr bin Ash terus berperan sebagai tempat ibadah utama sekaligus situs bersejarah yang menghubungkan masa lalu dan masa kini umat Islam
Referensi
Ash-Shallabi, Ali Muhammad. 2022. Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Musthafa Abd. Rahman. 2023. Napak Tilas Negeri Mesir. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Brilly, El-Rasheed. 2023. Histori 72 Masjid di Tanah Suci dalam Khazanah Sunnah Nabi. Surabaya: PT Mandiri Publishing.
Badri Yatim, B. 2003. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mughni, S. A. 1997. Sejarah Kebudayaan Islam di Turki. Jakarta: Logos.
Kontributor: Saraswati Sapta, Semester VI