BukuReviewSejarah

Biografi 60 Sahabat Rasulullah: Kisah Inspiratif Pionir Cahaya Keimanan di Tengah Kegelapan Jahiliyah

MAHADALYJAKARTA.COMKisah perjalanan hidup para sahabat mulia yang berjuang mengemban risalah Islam bersama Rasulullah Saw

Buku ini berisi biografi 60 sahabat Rasulullah saw yang mengisahkan perjalanan hidup sosok-sosok sahabat mulia, yang ikhlas mengemban risalah Islam pada masa-masa awal kemunculan di bumi Mekkah. Mereka adalah para pionir sekaligus tamsil bagi keteladanan hidup dalam memperjuangkan suatu keyakinan akan hakekat kebenaran. Suatu kebenaran yang diperjuangkan dengan segala pengorbanan hingga mampu mengubah roda sejarah peradaban manusia, dari gelapnya alam jahiliyah menuju terang benderangnya cahaya keimanan. 

Dengan kepiawaiannya dalam merangkai kata dan suasana alur cerita, penulis seakan membawa pembaca memasuki kehidupan para sahabat mulia yang beroleh pancaran iman cahaya ilahi. Lembar demi lembar untaian kisahnya disajikan oleh penulis dengan gaya sastra yang begitu indah, lugas, halus, dan menawan sehingga mampu membuat pembaca larut menghayati kisah perjalanan hidup para sahabat pilihan ini.

Namun, pembahasan dalam buku ini tidak terkait tentang biografi khulafa’ ar-Rasyidin yang terdiri atas empat orang sahabat agung yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Pasalnya, penulis telah membuat pembahasannya secara khusus dalam bukunya yang berjudul Khulafa’ ar-Rasul. Walaupun demikian, hal itu tidaklah mengurangi keistimewaan buku ini hingga sangat layak dan patut berada di tangan kaum muslimin untuk dijadikan sebagai rujukan utama soal perikehidupan manusia-manusia pilihan yang dididik langsung oleh sang maha guru al-Mushtafa, Rasulullah Muhammad Saw.

Biografi Khalid Muhammad Khalid

Khalid Muhammad Khalid, beliau adalah seorang penulis sekaligus pemikir Islam kontemporer asal Mesir yang karya-karyanya begitu dipandang dan dekat di hati kaum Muslimin. Beliau lahir 27 Ramadhan 1339 H/15 Juni 1920 M di Desa Udwah, Provinsi Syarqiyah, Mesir. Ia adalah putra seorang jurnalis dan dai Mesir ternama, Muhammad Khalid Tsabit. Masa kecilnya banyak dihabiskan dengan belajar, membaca, menulis, dan menghafal al-Qur’an. Untuk mendukung hal ini, sang ayah menitipkan Khalid kepada Syekh Husain dan di bawah bimbingan gurunya inilah Khalid berhasil menyelesaikan hafalan al-Qur’an secara sempurna dalam waktu lima bulan. 

Selesai dari kelas hafalan al-Qur’an, ia melanjutkan studi di Universitas al-Azhar saat usianya menginjak enam belas tahun dan lulus dengan maraih gelar syahadah ‘aliyah (sarjana) dari Fakultas Syariah pada 1364 H (1945 M). Selanjutnya, ia bekerja sebagai pengajar selama sekitar Sembilan tahun hingga tahun 1945 M. Ia juga sempat ditunjuk sebagai konsultan penerbitan oleh Kementerian kebudayaan Mesir. Namun, pada tahun 1976 Khalid memutuskan untuk mengajukan pensiun dini. Khalid Muhammad Khalid wafat pada malam Jumat, 9 Syawal 1416 H/29 Februari 1996 M dalam usia 76 tahun. 

Dari 60 sahabat nabi dalam buku ini, penulis menyukai hampir semua tokoh dalam biografi ini, akan tapi penulis sangat tertarik cerita tokoh Mush’ab bin Umair, dan Bilal bin Rabbah, . Penulis akan memaparkan sedikit mengenai dua tokoh sahabat nabi.

Pertama, Mush’ab bin Umair. Mush’ab bin Umair adalah sahabat yang ditugaskan oleh baginda Rasulullah Saw menjadi duta Islam yang pertama dan diutus untuk menyampaikan dakwah ke Madinah. Sosok sahabat yang cerdas, santun dan berwibawa. 

Khalid menggambarkan bagaimana Mush’ab bin Umair radiallahu ‘anhu berada dalam moment terakhirnya di medan perang dan menjemput syahid dalam kutipan yang Syahdu, “Mush’ab terjatuh. Benderanya juga terjatuh! Ia telah meraih pakaian dan bintang kesyahidan. Ia gugur setelah menerjuni pertempuran besar, pertempuran penuh pengorbanan dan iman dengan gagah berani.” Lalu bagaimana Khalid juga menulis sebuah akhir yang indah untuk Mush’ab bin Umair. “Berbahagialah engkau, wahai Mush’ab bin Umair. Wahai manusia yang jika namamu disebut maka kehidupan ini menjadi harum”

Kedua, Bilal bin Rabbah. Bilal bin Rabbah adalah sahabat nabi yang ditugaskan oleh Baginda Rasulullah Saw menjadi muazin Islam yang pertama. 

Khalid menggambarkan bagaimana Bilal bin Rabbah berada dalam kesulitan, kepedihan, dan kesiksaan yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy. Khalid juga menggambarkan bagaimana perawakan Bilal bin Rabbah. Ia adalah seorang laki-laki Habasyah berkulit hitam, kurus kerempeng, tinggi jangkung, dan berambut lebat. 

Suatu hari Bilal bin Rabbah melihat cahaya Allah dan mendengar suaranya di dalam jiwanya yang bersih. Ia segera bergegas menemui Rasulullah Saw dan memeluk Islam. Kabar ke-Islaman Bilal segera tersiar hingga tercium dan sampai pula di kepala tuan-tuan Bilal dari Bani Jumah termasuk Umayah bin Khalaf. 

Dan pada saat itu juga hari demi hari penyiksaan yang dialami oleh Bilal bin Rabbah sangatlah dahsyat, seperti neraka jahanam yang mematikan. Suatu ketika orang Quraisy pernah membawa Bilal pada tengah hari ketika padang pasir. Mereka menggiring Bilal keluar lalu melemparkannya ke atas pasir yang panas membara bagai api dalam keadaan telanjang. Setelah itu, beberapa orang laki-laki dari mereka menyiapkan batu besar panas laksana bara api kemudian menimpakannya ke atas tubuh dan dada Bilal. Saat mereka sedang menyiksa Bilal, datanglah Abu Bakar ash-Shiddiq dan berkata, “Apakah kalian akan membunuh seseorang karena ia berkata: ‘Tuhanku adalah Allah’? Selanjutnya, Abu Bakar berkata kepada Umayyah bin Khalaf, “Ambillah harga tebusan yang lebih tinggi dan biarkan ia bebas!”

Abu Bakar lalu membawa saudaranya itu menghadap Rasulullah Saw seraya menyampaikan kabar gembira tentang kemerdekaan Bilal. Saat itu bagaikan hari raya yang agung.

Khalid juga menggambarkan peperangan antara kaum muslimin dan pasukan Quraisy, yang mana pada saat itu disebut perang badar.

Suatu ketika pecahlah perang antara kaum Muslimin dan Pasukan Quraisy yang datang menyerang ke Madinah. Perang terjadi begitu sengit, beringas, dan dahsyat. Bilal berjuang keras dalam perang pertama yang dialami oleh Islam, yaitu perang badar yang pada saat itu Rasulullah menjadikan kalimat, “Ahad..Ahad… “sebagai syiarnya. 

Ketika perang diantara kedua belah pihak dimulai, kaum Muslimin menggetarkan medan peperangan dengan kalimat, “Ahad….Ahad…” Mendengar itu, bergetarlah hati Umayyah yang diiringi rasa takut menguasai dirinya. Kalimat yang dahulu diucapkan terus-menerus oleh budaknya, pada saat itu Umayyah dibawah tekanan siksa dan ketakutan, dan ketika itu juga Umayyah meminta perlindungan kepada Abdurrahman bin Auf, sahabat Rasulullah Saw. Umayyah pun segera berlindung kepada Abdurrahman bin Auf, dengan harapan bisa menyelamatkan nyawanya. 

Abdurrahman bin Auf menerima permintaan Umayyah dan bersedia melindunginya. Ketika mereka dalam perjalanan hendak menuju tempat para tawanan, Bilal melihat Umayyah. Ia pun berteriak, “Inilah gembong kekafiran, Umayyah bin Khalaf! Bilal mengangkat pedangnya hendak menebas kepala yang penuh dengan tipu daya dan kesombongan itu. Akan tetapi, Abdurrahman berkata, “Hai Bilal, ia adalah tawananku!”

Bilal berfikir bahwa dirinya seorang diri tidak akan mampu mendobrak perlindungan yang diberikan oleh saudara seagamanya, Abdurrahman bin Auf. Karena itu, ia berteriak sekeras-kerasnya kepada kaum Muslimin, “Wahai para tentara Allah, itulah ia gembong kekafiran, Umayyah bin Khalaf! Sungguh aku tidak akan selamat jika ia selamat. 

Datanglah sekelompok kaum Muslimin yang dari pedang-pedang mereka tercium aroma kematian. Mereka mengepung Umayyah dan putranya, yang ikut berperang bersama kaum Quraisy, sementara Abdurrahman bin Auf tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan, ia pun tidak mampu melindungi baju besinya yang terkoyak oleh desakan kaum Muslimin.

Bilal memandangi jasad Umayyah yang tersungkur di bawah tebasan pedang-pedang kaum Muslimin. Setelah itu, ia bergegas pergi meninggalkan jasad itu sambil berteriak keras: “Ahad…Ahad…”

Penulis sedikit memberikan kesimpulan mengenai tokoh Bilal bin Rabbah: “Umayyah memiliki utang pada masa lalu dengan seorang hamba Allah yang kini telah tiba saatnya untuk membayar utang itu. Sungguh Allah tidak pernah tidur. Bagaimana engkau memperlakukan seseorang maka seperti itu pula orang lain akan memperlakukanmu.”

Referensi: Khalid, Muhammad Khalid, Biografi 60 Sahabat Rasulullah Saw, Jakarta: Qisthi Press, 2015.

Kontributor: Hairil Luzy, Semester V

Editor: Yayu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *