WWW.MAHADALYJAKARTA.COM- Lembah Waddan merupakan sebuah tempat yang menghubungkan dunia luar dengan Makkah. Di tempat tersebut tinggallah sebuah suku bernama Suku Ghifar. Kafilah ini hidup dari uang setoran yang diberikan oleh kafilah-kafilah Quraisy yang hendak melakukan perdagangan dari Syria dan Makkah. Terkadang, ketika mereka tidak mendapatkan apa yang diinginkan maka mereka akan mengambil harta tersebut secara paksa yaitu dengan cara merampok.
Bani Ghifar merupakan kabilah yang lihai dalam merampok bahkan mereka tidak tertandingi dalam hal itu. Orang-orang Ghifar sangat terkenal dengan sikap sewenang-wenangnya, mereka melakukan kejahatan tanpa pandang bulu sehingga celakalah orang yang tersesat dan bertemu dengan kabilah ini. Mereka adalah penguasa malam dan kegelapan.
Sahabat tersebut adalah Jundud bin Junadah atau lebih dikenal dengan Abu Dzar al-Ghifari, pelayan Rasulullah ﷺ. Ia merupakan orang yang cerdas, pemberani, dan luas wawasan berpikirnya. Ia juga senang belajar berbagai macam aspek yang menurutnya mengandung banyak manfaat dan menghindari hal-hal yang menurutnya tidak memiliki nilai kemanfaatan sama sekali. Tidak diketahui dengan pasti kapan Abu Dzar lahir. Sejarah hanya mencatat, ia lahir dan tinggal di dekat jalur kafilah Makkah, Syria. Ia pun termasuk salah satu sahabat Nabi yang paling awal masuk Islam (Assabiqunal Awwalun).
- Awal Mula Keislaman Abu Dzar Al-Ghifari
Dada Abu Dzar terasa sesak saat menyaksikan kaum-kaumnya menyembah patung-patung mati. Abu Dzar menentang akidah bangsa Arab yang rusak ini dan ia selalu berharap akan datangnya nabi baru yang akan mengisi hati dan akalnya dengan cahaya kebenaran serta mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya.
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwasanya ia berkata, Abu Dzar berkata: “Aku seorang laki-laki dari Suku Ghifar. Suatu ketika berita tentang seseorang yang muncul di Makkah dan mengaku sebagai nabi telah sampai kepada kami. Lalu aku berkata kepada saudaraku, “berangkatlah menemui orang itu dan berbicaralah dengannya, lalu ceritakan kepadaku perihalnya.” Ia pun berangkat lalu bertemu dengan Nabi ﷺ, kemudian pulang. Aku bertanya kepadanya, “apa berita yang kau bawa?” ia berkata, demi Allah! Sungguh aku telah melihat seorang laki-laki yang mengajak kepada kebaikan dan melarang kejahatan.’ Aku berkata lagi kepadanya, “berita yang kau bawa belum memuaskanku.” Maka aku pun mengambil tas dan tongkat kemudian berangkat ke Makkah.
Kemudian Abu Dzar tiba di Makkah secara diam-diam karena khawatir akan kejahatan penduduknya, ia telah mendengar kemarahan Quraisy dalam membela tuhan-tuhan mereka dan menyiksa orang-orang yang mengaku sebagai pengikut Nabi Muhammad. Oleh sebab itu, ia enggan bertanya tentang Muhammad pada siapa pun, karena ia sendiri tidak tahu apakah orang yang ia tanyakan nanti termasuk pendukung atau musuh Muhammad Saw. Singkat cerita, Abu Dzar pun bertemu dengan Ali dan ia menceritakan maksud kedatangannya ke kota ini. Setelah mendengar cerita Abu Dzar, Ali pun menuntun Abu Dzar untuk bertemu Rasulullah. Abu Dzar pun bertemu dengan Rasulullah. “Lalu aku berkata kepada beliau, ”jelaskan kepadaku tentang Islam!” Lalu beliau menjelaskannya, maka seketika itu juga aku masuk Islam.
Dari Ibnu Abbas, dari Abu Dzar, ia berkata, “aku tinggal bersama Rasulullah ﷺ di Makkah, lalu beliau mengajariku tentang Islam dan membacakan kepadaku sebagian dari Al-Qur’an”. Aku berkata, “ya Rasulullah, aku ingin menampakkan keislamanku.” Rasulullah ﷺ menjawab, “aku khawatir kau dibunuh.” Aku berkata, “aku harus melakukannya meskipun aku dibunuh”. Beliau diam. Maka aku pun mendapati orang-orang Quraisy saat mereka duduk berbincang-bincang di Masjid. Lalu aku berkata, “aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah”. Orang-orang itu kaget lalu berdiri dan memukulku hingga mereka meninggalkanku. Mereka menganggap telah membunuhku. Setelah sadar, aku menemui Rasulullah ﷺ. Setelah melihat keadaanku, beliau berkata kepadaku, “Bukankah aku sudah melarangmu?” Aku berkata, “ya Rasulullah , ada kebutuhan jiwaku yang harus aku penuhi. Lalu aku tinggal bersama Rasulullah ﷺ. Setelah itu beliau bersabda, “tinggallah bersama kaummu. Apabila kamu telah mendengar berita tentang kemenanganku maka datanglah kepadaku.”
Kemudian Abu Dzar pulang menemui keluarga dan kaumnya, lalu ia menceritakan tentang Nabi yang baru diutus oleh Allah untuk mengajak manusia kepada jalan yang benar yaitu agar menyembah Allah semata dan membimbing mereka dengan akhlak yang mulia. Setelah itu, satu persatu dari kaumnya masuk Islam. Abu Dzar pun tidak hanya mengajak kabilahnya saja namun ia pun mulai mengajak kabilah lain yaitu Suku Aslam dan memancarkan pelita Islam di sana.
- Pemimpin Gerakan Hidup Sederhana
Kekuasaan dan harta kekayaan menjadi persoalan pertama bagi Abu Dzar untuk mengajak kaumnya hidup dalam kesederhanaan karena, kebanyakan orang terlena dengan dua patokan tersebut. Abu Dzar ingin masyarakat hidup sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar segala bentuk godaan hidup dan berbagai fitnah masih bisa terkendali dengan sangat baik. Pada masa itu tidak ada lagi penyimpangan yang mengharuskan Abu Dzar untuk menentang dengan teriakan yang lantang dan celaan yang pedas. Pada masa kekhalifahan Amirul mukminin Umar pun berlangsung sama. Ia memerintahkan seluruh pemimpin dan para pembesar Islam di seluruh penjuru bumi untuk bersikap zuhud, menjauhi kemewahan dan menegakkan keadilan. Namun, ketika khalifah yang agung dan adil itu hendak meninggalkan dunia maka seakan celah kebebasan telah terbuka. Kepergiannya melahirkan reaksi-reaksi penolakan yang tidak bisa dihindari di kalangan masyarakat muslim.
Fitnah- fitnah tersebut pun mulai bermunculan dan berkembang di masa khalifah Usman bin Affan. Suatu hari khalifah memanggil Abu Dzar untuk kembali ke Madinah. Abu Dzar pun segera memenuhi panggilan itu, namun Abu Dzar kembali melihat kondisi yang membuat hatinya cemas. Ia melihat manusia kini lebih condong pada dunia, begitu pun sebaliknya orang-orang merasa sesak dengan kekerasan hati Abu Dzar yang tidak pernah bosan mengingatkan mereka dengan kata-katanya yang pedas.
Kemudian khalifah menyarankan Abu Dzar untuk tinggal di Rabadzah, sebuah desa kecil yang masih berada di wilayah Madinah. Abu Dzar pun menyetujuinya dan segera berangkat kesana. Di sana Abu Dzar hidup jauh dari manusia, zuhud terhadap kekayaan, tidak iri melihat harta benda yang ada pada orang lain, berpegang pada cara hidup Rasulullah dan kedua sahabatnya, Abu Bakar dan Umar yang mulia. Abu Dzar lebih mengutamakan kehidupan akhirat yang kekal daripada kehidupan dunia yang fana.
- Empat Pesan Rasulullah Kepada Abu Dzar Al-Ghifari
Disebutkan dalam kitab Nashaihul Ibad, karangan Syekh Muhammad bin Umar Nawawi al-Bantani (Imam Nawawi), diriwayatkan dari Rasulullah Saw, sesungguhnya beliau pernah bersabda kepada Jundud Bin Junadah yang bergelar Abu Dzar al-Ghifari.
“Wahai Abu Dzar, perbaharuilah kapalmu karena lautan dalam. Bawalah bekal sempurna karena perjalananmu jauh. Peringanlah beban karena rintangan-rintangannya berat sekali. Ikhlaskanlah beban karena sesungguhnya Allah, Maha meneliti Maha melihat.”
Perbaharui di sini dalam arti memperbaiki niat. Adapun perjalanan jauh di sini dimaksudkan dengan perjalanan menuju akhirat. Sedangkan beban muatan adalah beban pertanggungjawaban urusan duniawi. Justru perjalanan menuju akhirat diumpamakan dengan laut yang dalam, perjalanan jauh dan bukit terjal, karena sama-sama banyak kesulitan dan rintangannya. Ikhlaskan amal, karena sesungguhnya Allah Swt., yang Maha teliti, yaitu meneliti secara cermat perbuatan baik dan buruk. Wallahu a’lam bis showab.
Referensi:
Al-Basya, Abdurrahman Raf’at, Sosok Para sahabat Nabi ﷺ, terj. Abdulkadir Mahdamy, Jakarta: Qisth Press, 2005.
Al-Ishfahani, Abu Nu’aim, Hilyatul Auliya wa Thabaqatul Ashfiya jilid I. Jakarta: Pustaka Azzam, 2012.
Muhammad Khalid, Khalid, Biografi 60 sahabat Rasulullah ﷺ, terj. Kaserun A.S, Jakarta: Qisthi press, 2015.
Nawawi, Muhammad al-Bantani, Nashoih al-‘Ibad, Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 2020.
Yahya, dkk, Sirah Nabawiyah Perjalanan Hidup Rasul yang Agung Muhammad Saw Dari Kelahiran Hingga Detik-Detik Terakhir, Jakarta: Darul Haq, 2001.
Kontributor: Dhea Rima Fatmawati, Semester III
Editor: Yayu