ArtikelSejarah

Islam di Jerman : Sejarah Dan Bentuk Agama (Aliran)

MAHADALYJAKARTA.COM—Meskipun Islam di Eropa bukan sesuatu yang baru, keberadaan muslim di Jerman masih menarik untuk diteliti. Dinamika umat Islam, baik dari sisi internal maupun eksternal, sangat menarik perhatian. Dari sisi internal, muslim di Jerman berasal dari berbagai etnis di Asia dan Afrika, sehingga menimbulkan tantangan besar bagi mereka untuk bersatu dan berintegrasi. Dari sisi eksternal, secara historis Islam bukan agama asli di Eropa, sehingga Islam perlu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi di Eropa. Tradisi dan budaya Yahudi-Kristen telah menjadi bagian dari Jerman dan Eropa secara umum. 

Islam menjadi agama terbesar kedua di Jerman, sekaligus menjadikan Jerman sebagai negara Islam terbesar kedua di Eropa setelah Prancis. Sekitar 5,5 juta pemeluk Islam menetap di negara tersebut dan hampir 3 juta di antaranya merupakan warga negara Jerman. Muslim mencapai 6,6 persen dari total populasi Jerman. Islam menempati posisi kedua sebagai komunitas terbesar setelah kelompok gereja-gereja Kristen yang lebih besar yaitu 45 juta. Angka tersebut merupakan data yang dipublikasikan Konferensi Islam Jerman (DIK) pada 2023, merujuk pada penelitian kehidupan musllim di Jerman (Muslimisches Leben in Deutschland) pada 2020. 

SEJARAH 

Perkenalan antara Jerman dan Islam bermula dari masa Khalifah Harun Al-Rasyid pada abad ke-8. Terdapat berbagai sumber menyebutkan bahwa Charlemagne pemimpin yang berasal dari suku Germanic saat itu menjalin hubungan diplomatik dengan penguasa Abbasiyah ini pada tahun 797 atau 801. Sebagaimana dikutip dari History of The Arabs (2006) yang ditulis Philip K. Hitti, Raja Charlemagne punya kepentingan menghadapi Bizantium yang tidak bersahabat. Oleh karena itu, ia menganggap Al-Rasyid adalah sekutu potensial untuk menghadapinya.

Sementara itu, Khalifah Abbasiyah tersebut ingin memanfaatkan Charlemagne menghadapi pesaingnya, Dinasti Umayyah. Perlu diketahui bahwa lawan politiknya tersebut sudah berhasil membangun negara di Spanyol. Interaksi antara Charlemagne dan Harun diketahui dari pertukaran duta dan hadiah. Kadang kala disebut para utusan raja agung dari Barat itu kembali dengan membawa hadiah mewah dari Khalifah Al-Rasyid, baik pakaian atau rempah-rempah. 

Sejarah Islam di Jerman juga tak terlepas dari hubungan Jerman dan Turki (Dinasti  Ottoman). Pada 1683 terjadi pengepungan Wina yang dilakukan oleh pasukan Ottoman terhadap tentara Austria dan Polandia di Ibu Kota Habsburg, Wina. Ini merupakan pengepungan yang kedua setelah pertama kali terjadi pada 1529. Saat pengepungan kedua dilancarkan, pasukan pimpinan dan Lorraine dan John Sobieski dari Polandia mampu mengalahkan pasukan Ottoman. Atas kekalahan itu, banyak pasukan Ottoman yang beragama Islam ditawan dan dikirim ke Jerman. Itulah yang kemudian menjadi cikal bakal dari keberadaan Islam di Jerman. 

Gelombang berikutnya dari kedatangan umat Islam terjadi pada abad ke-18 ketika Raja Friedrich Wilhelm I dari Kerajaan Prusia menjalin hubungan kerja sama dengan Dinasti  Ottoman dalam bidang militer. Ottoman mengirim sejumlah tentara ke Prusia untuk belajar tentang strategi militer. Sebagai bentuk kehormatan kepada tentara muslim Turki, pada tahun 1732, Raja Friedrich Wilhelm I membangun sebuah masjid di Potsdam, kota di Bundesland Brandenburg, sebagai tempat ibadah bagi mereka.  

Gelombang terakhir yang datang ke Jerman berasal dari kawasan Timur Tengah dan Afrika antara tahun 2010-2016. Konflik berkepanjangan di Timur Tengah dan Afrika seperti Arab Spring dan kekacauan yang ditimbulkan oleh ISIS, menyebabkan banyak imigran dan pencari suaka politik mencari perlindungan di negara-negara maju di Eropa Barat, seperti Belanda, Norwegia, Austria, dan Jerman, membuka pintu mereka untuk menerima imigran dari negara-negara konflik tersebut. Di Jerman, Angela Merkel menerima lebih dari 1 juta migran, mayoritas di antaranya adalah muslim, dengan tangan terbuka. Kebijakan kemanusian ini mendapat kritik dari berbagai politisi di negara-negara Uni Eropa yang lebih makmur. Sebagian khawatir bahwa jumlah muslim akan terus bertambah.

BENTUK AGAMA (ALIRAN)

Muslim di Jerman terdiri dari berbagai mazhab dan aliran. Sekitar 65% dari seluruh umat Islam di Jerman merupakan penganut Sunni, 12% Syiah-Alawiyah, 7% Syiah-Yazidiyah, 2% Syiah-Turki, 1,7% Ahmadiyah, 0,3% Ibadi, 0,1% Mistik, dan 4,0% aliran lainnya termasuk Syiah Imamiyah dan Ismailiyah. 

Komunitas Syiah Alawiyah merupakan komunitas agama yang menyatukan berbagai ajaran dari Islam, Kristen, dan Shamanisme. Aliran ini sebagian besar berasal dari daerah Turki, dengan pengikut yang berkisar antara 10-30% dari populasi Turki. Adapun Syiah Ismailiyah terkonsentrasi di sejumlah kota seperti Essen, Frankfurt, Munich, dan Hamburg. Essen menjadi pusat Syiah Ismailiyah yang dianut oleh para imigran dan keturunan Afganistan. Di kota tersebut, mereka mendirikan masjid jamaah Khana sebagai tempat ibadah dan merayakan hari-hari besar agama Islam Syiah. Selain itu, terdapat juga madrasah Baitul Ilmi sebagai lembaga pendidikan bagi anak-anak mereka. Sebagaimana banyak berkembang di berbagai negara, Salafi juga tumbuh dan berkembang di Jerman. Data menunjukan bahwa pengikut Salafi di Jerman meningkat dari sekitar 3.800 pada tahun 2011 menjadi 10.300 pada tahun 2017. Menurut Badan Federal  untuk Pendidikan Kewarganegaraan (Bundeszentrale fur Politische Bildung), gerakan Salafi berpusat di wilayah Frankfurt Rhine-Main, North Rhine-Westphalia, dan Berlin.

Saat ini, umat Islam di Jerman memiliki 2500 masjid, dengan 140 di antaranya dilengkapi dengan kubah dan menara. Masjid-masjid ini dibangun atas inisiatif umat Islam sendiri dengan bantuan dari pemerintah daerah.

Meskipun umat Islam sangat beragam dari sisi etnis, mazhab, dan aliran, secara umum dapat dikatakan bahwa mereka cenderung berkelompok berdasarkan etnis dan mazhab. Hal ini terlihat jelas karena adanya organisasi Islam dan masjid yang umumnya didirikan oleh komunitas berdasarkan etnis dan mazhab mereka. 

REFERENSI 

Buku 

  • Irfan Firdaus. 2009. “Peradaban Islam Turki Modern: Dari Westernisasi hingga Sekularisasi” dalam Siti Maryam dkk. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: LESFI.  
  • Joel  S.  Fetzer  &  J.  Christopher  Soper. 2005. “Muslims  and  the  State  in  Britain,  France  and Germany”.  Cambridge University Press: Cambridge. 

Jurnal 

  • Raden Muhammad Tarhan, Syamsudduha Saleh, Abd Rahim Yunus. “ Sejarah Islam di Jerman “ Journal Of Social Science Research Volume 4 Nomor 4Tahun 2024 Page 13363-13374 E-ISSN 2807-4238 and P-ISSN 2807-4246
  • Kettani, Houssain,   Muslim Population in Europe: 1950 –2020 dalam International Journal of Environmental Science and Development, Vol. 1, No. 2, June

ARTIKEL 

 

Kontributor: Pimus Raja A. Maulanda

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *