Ustadz Labib Afif: “Proses Transfer Keilmuan Serta Pentingnya Spirit Guru Bagi Santri”

Ustadz Labib Afif: “Proses Transfer Keilmuan Serta Pentingnya Spirit Guru Bagi Santri”

MAHADALYJAKARTA.COM – Allah SWT adalah satu-satunya pemilik ilmu pengetahuan dan Ia yang memberikan ilmu itu kepada manusia, bisa berupa ilham atau melalui Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW sendiri menyampaikan ilmu tersebut melalui empat metode yaitu, metode khithabah (metode penyampaian), muhawarah (pertanyaan), ijabu al-mas’alah (menjawab permasalahan) dan metode halaqah (sistem pengajian yang pesertanya duduk membentuk sebuah lingkaran).

“Setelah Rasulullah SAW mengajarkan ilmu ini pada para sahabatnya, mereka berangkat ke Yaman dan tempat lainnya di seluruh penjuru dunia untuk menyebarkan ilmu. Kemudian dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan seterusnya,” jelas ustadz Labib dalam acara Masa Ta’aruf Mahasantri (MasTaMa) yang bertemakan, “Ijadu al-Muarrikhin fi Zamani al-Muta’akhirin,” di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta, Minggu, (03/09/23).

“Semua sahabat yang mendakwahkan ilmu mudah diterima oleh masyarakat setempat karena yang mereka bawa bukanlah ilmu tapi spirit gurunya. Sehingga setiap pesantren memiliki karakteristik masing-masing dan setiap karaktersitik itu ada pada syekhnya, misalnya jika kiainya senang memakai serban hijau maka santrinya akan memakai serban yang sama.

“Karena santri yang sukses bukan santri yang hanya membawa ilmu gurunya, tapi yang membawa spirit gurunya. Spirit yang dimaksud di sini adalah metodologi yang diajarkan guru di pondok kalian dulu, yang akan kalian gunakan di tengah masyarakat. Karena sepuluh ilmu tanpa spirit guru kalah dengan satu ilmu yang diiringi spirit guru,” ujar ustadz alumnus Al-Ahgaff, Yaman itu.

Tidak ada pembedaan antara ilmu agama dengan ilmu non agama karena sejatinya ilmu hanyalah sebuah wasail. Sebagaimana dalam sebuah kaidah Ushul Fikih lil wasail hukmu al-maqasid artinya wasilah-wasilah itu hukumnya sebagaimana maksudnya.

“Misalnya ilmu itu diumpamakan dengan sebilah pisau maka hukum pisau ini sesuai dengan penggunaannya. Jika ia digunakan untuk mengupas apel lalu diberikan pada orangtua sebagai hidmah maka hukumnya wajib dan mendapat pahala karena berbakti pada kedua orangtua itu hukumnya wajib. Akan tetapi jika pisau itu digunakan untuk menusuk orang maka hukum pisau berubah menjadi haram karena menusuk atau menyakiti hukumnya haram,” papar ustadz asal Lamongan itu.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Ta’lim Muta’allim yang berbunyi, Kam min amalin yatashawwaru bi shurati ad-dunya fa yashiru min ‘amali al-akhirah bi husni an-niyah wa kam min ‘amalin yatashowwaru bi shurati al-akhirah fa yashiru min ‘amali ad-dunya bi su’ an-niyah, artinya banyak sekali amal-amal yang wujudnya menyerupai amal dunia tetapi sebenarnya merupakan amal akhirat karena bagusnya niat dan tidak sedikit amal yang wujudnya seperti amal akhirat kemudian menjadi amal dunia karena jeleknya niat, begitu juga dengan ilmu.

Pewarta: Robiah, Seer V

Leave a Reply