Syekh Muhammad Suu’ud Al-Jidhi: Pentingnya Memahami Sirah Nabawiah dalam Beristinbat

Syekh Muhammad Suu’ud Al-Jidhi: Pentingnya Memahami Sirah Nabawiah dalam Beristinbat

Nabi Muhammad saw. menjadi tokoh teladan bagi umat manusia, khususnya umat Islam sendiri. Kita bisa meneladan Nabi Muhammad saw. melalui kitab-kitab Sirah Nabawiah.

“Sunah menjadi sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur’an. Dan, sebagian besar hukum fikih diambil dari sunah. Kebanyakan sunah ada pada sirah sehingga kita harus benar-benar memahami Sirah Nabi Muhammad saw.,” papar Syekh Muhammad Suu’ud Al-Jidhi dalam Muhadharah Ammah yang bertema, Pengaruh Sejarah Dalam Istinbat Hukum Fikih di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta, Sabtu, 05/11/22.

Jika dilihat dari segi definisinya, sunah menurut Ulama Ushuliyyin adalah ucapan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad saw. Sedangkan menurut Ulama Ushuluddin, sunah adalah ma nusiba ila an-Nabi artinya setiap yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. dan itu terbagi menjadi dua yaitu tashrih (bisa dijadikan hukum) serta ghairu tashrih (tidak bisa dijadikan hukum).

Misalnya, suatu ketika para sahabat sedang berkumpul, tiba-tiba Nabi Muhammad saw. datang dan para sahabat pun berdiri. Namun, Nabi Muhammad saw. melarang hal tersebut. Keesokannya, Nabi Muhammad saw. datang lagi saat para sahabat sedang berkumpul dan mereka tidak berdiri karena sebelumnya Nabi Muhammad saw. melarang, tetapi Hasan bin Tsabit tetap berdiri. Ketika ditanya kenapa ia melakukan hal itu, ia menjawab dengan maksud memuliakan Nabi Muhammad saw. sebagai orang yang paling mulia. Kejadian inilah yang dijadikan dalil para santri berdiri ketika menyambut kiai atau habaib.

“Sirah adalah diskursus Ilmu Riwayah, tetapi kita harus tahu Ilmu Dirayah juga. Para ahli sejarah harus tahu dan memahami hadis-hadis riwayat yang Sahih, Hasan, atau Daif,” imbuh Syekh asal Yaman tersebut.

Di akhir Muhadharah Ammah, Syekh Muhammad Suu’ud Al-Jidhi menegaskan bahwa, “Sunah harus didasari cinta kepada Nabi Muhammad saw. dan orang yang mengikutinya dengan rasa cinta maka akan mendapatkan pahala.”

Contohnya, Nabi Muhammad saw. sangat menyukai buah dubba (labu) maka para sahabat berusaha dengan keras mencari buah ini untuk dimakan. Nah, apabila niatnya untuk mengikuti Nabi Muhammad saw. dengan cinta maka ia akan mendapatkan pahala.

Syekh juga memberi nasihat kepada para mahasantri agar senantiasa semangat dan menghindari rasa malas. Senantiasa senang murajaah (mengulang hafalan) supaya melekat di kepala dan di dalam dada. Karena  Al-Ilmu fi ar-ra’si la fi al-kurrasah (Ilmu itu ada di kepala bukan pada buku tulis).

Dengan adanya Muhadharah Ammah ini, diharapkan mampu mendorong para mahasantri Ma’had Aly Jakarta agar selalu memahami sirah-sirah Nabi Muhammad saw. dengan baik sehingga mampu beristinbat (menetapkan hukum) fikih yang mumpuni.

Kontributor: Robiah, Semester III

Editor: Isa Saburai

Leave a Reply