Sayyidah Fatimah Az-Zahra dengan Segala Keistimewaannya

Sayyidah Fatimah Az-Zahra dengan Segala Keistimewaannya

MAHADALYJAKARTA.COM – Tidakkah kamu mengenal siapa ayahandanya, siapa ibundanya, siapa suaminya, dan siapa anak-anaknya?. Pribadinya menghimpun segala kebaikan dan kemuliaan, serta berasal dari keturunan paling mulia. Setiap orang yang membicarakannya pasti bertanya-tanya, siapakah ia sebenarnya, apa keistimewaannya sehingga ia dijadikan wanita pemimpin surga. Diantara keistimewaan yang ia miliki: Berasal dari keluarga yang mulia, wanita yang terdidik, ahli ibadah, punya rasa malu yang tinggi, sederhana, pekerja keras dan sebagainya. 

Pertama, dari segi nasab tentu Sayyidah Fatimah berasal dari keluarga yang mulia.  Ayahnya menjadi makhluk terbaik di sisi Allah SWT, penutup para Nabi dan Rasul, ialah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf Al-Qurasyiyah Al-Hasyimiyah. Ibunya, Sayyidah Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab Al-Quraisyiyah Al-Sa’diah adalah seorang wanita suci yang terhindar dari sifat-sifat kejahiliyahan, seorang pengusaha sukses dan ummul mukminin (ibunya orang-orang mukmin). Suaminya menjadi Amirul mukminin, pemuda terbaik, pintunya ilmu dan salah satu sahabat yang dijanjikan masuk surga, sepupu Rasulullah SAW dialah Ali bin Abu Thalib. Dua orang anaknya Hasan dan Husain adalah pemimpin para pemuda di surga. Pamannya, Hamzah bin Abdul Muthalib adalah pemuka para syuhada. 

Baca Juga:

Fatimah binti Asad: Sosok Ibu Penyayang yang Memiliki Cahaya Surga

Dari pasangan mulia, terpandang, dan banyak kebaikan ini (Nabi Muhammad dan Khadijah) terlahirlah Sayyidah Fatimah. Ia dilahirkan setelah satu tahun kenabian, pada saat  Nabi berusia 41 tahun. Sebagian riwayat mengatakan 5 tahun sebelum kenabian, ketika Rasulullah SAW berusia 35 tahun. Rasulullah SAW memberi nama Fatimah karena Allah SWT telah mengharamkan baginya neraka. Dari Abu Ja’far Al-Baqir, ia berkata, “Ketika Fatimah lahir, Allah menurunkan wahyu melalui malaikat kepada Nabi Muhammad SAW. Lalu malaikat mengucapkan dengan lisan Rasulullah SAW, sehingga beliau menamainya Fatimah.”

Kedua, Sayyidah Fatimah adalah wanita yang terdidik. Bagaimana tidak?. Beliau terlahir dari dua orang tua yang mumpuni dalam ilmu pengetahuan. Sayyidah Fatimah belajar al-Qur’an langsung dari Rasulullah SAW. Ia juga banyak meriwayatkan hadis dari beliau, meskipun tidak banyak dari kitab-kitab hadis yang meriwayatkan hadis darinya. Hal ini disebabkan karena Sayyidah Fatimah tidak berumur panjang pasca wafatnya Rasulullah SAW. Meski demikian, kecerdasan dan kealiman Sayyidah Fatimah terlihat dari setiap perilaku maupun sikapnya, baik ketika masih tinggal di Makkah maupun setelah hijrah ke Madinah. Rasulullah SAW berkata, “Sungguh Aku telah mengistimewakanmu (Fatimah) dengan ilmu dan aku menjauhkanmu untuk disentuh (api neraka).” Lalu Abu Ja’far berkata, “Demi Allah, Allah telah mengistimewakan Fatimah dengan ilmu dan menjaganya di hari diambilnya perjanjian terhadap ruh.”

Ketiga, Sayyidah Fatimah juga dikenal sebagai wanita yang ahli ibadah. Bahkan ia diberi laqob (julukan) Az-Zahra dan Al-Batul. Az-Zahra berarti berkulit putih, wajahnya cerah dan bercahaya, persis seperti ayahnya. Sedangkan laqab Al-Batul disebabkan karena ibadahnya yang tak kunjung putus, baik dari segi perbuatan ataupun perkataannya. Selain diberi laqab ia juga memiliki kunyah Ummu Abiha, sebab Sayyidah Fatimah mengambil peran sebagaimana sosok ibu yang selalu mendampingi dan melayani ayahnya. 

Baca Juga:

Pesona Fatimah az-Zahra, Sang Putri Jelita Rasulullah saw

Keempat, Sayyidah Fatimah menjadi satu-satunya jalur penghubung keturunan Rasul hingga akhir zaman. Dalam sejarah telah dijelaskan bahwa semua anak laki-laki Rasulullah SAW itu wafat di masa kecil, kecuali anak-anak perempuannya dan hanya dari Sayyidah Fatimahlah terlahir keturunan ahlul bait ini, yaitu dari Sayyidina Hasan dan Husain.

Kelima, mewarisi akhlak Rasulullah SAW. Perawakan dan sifat Fatimah sangat mirip dengan Rasulullah SAW, baik dalam bentuk fisik, penampilan, tata krama, watak, tabiat, ketenangan, kesopanan, karakter, cara bicara, tutur kata, cara berjalan, cara duduk, serta semua perilaku Rasulullah SAW yang mulia. Dari Ummul Mukminin Aisyah RA, Ia berkata, “Aku tidak mendapati seorang pun yang mirip dengan Rasulullah SAW dalam tutur kata, cara bicara dan cara duduknya melebihi Fatimah.“ Dalam riwayat lain, Aisyah berkata, “Aku tidak mendapati seorang pun yang mirip dengan Rasulullah SAW dalam bertata krama, sikap dan karakternya, juga cara berdiri dan duduknya melebihi Fatimah binti Rasulullah SAW”. (At-Tirmidzi).

Keenam, pemberani, tegas, dan tinggi rasa malunya. Hendaknya seorang muslimah memiliki sifat pemberani dan berpendirian tinggi seperti yang tercermin dalam diri Sayyidah Fatimah dalam sebuah peristiwa yang menimpa Rasulullah SAW. Ketika Rasulullah SAW sedang melaksanakan shalat, ia dilempari dengan kotoran dan jeroan binatang yang sudah disembelih tepat di saat beliau sedang sujud. Mendapati kabar tersebut, Sayyidah Fatimah bergegas menyusul ayahnya untuk membersihkan kotoran yang ada di tubuhnya. Sayyidah Fatimah kemudian mendatangi para pemuka Quraisy yang bersikap pengecut itu. Dengan penuh keberanian Sayyidah Fatimah mengutuk dan menentang perbuatan mereka. Mereka terdiam membisu tanpa membantah kalimat-kalimat yang meluncur dari mulut  Sayyidah Fatimah, tangan mereka terpaku diam seakan-akan Sayyidah Fatimah menabur abu panas tepat di hidung mereka. Hal ini menunjukan selain dikenal mulia di tengah kaumnya, ia juga berani berterus terang dan tak gentar ketika mengutuk perbuatan para pemuka Quraisy yang ada di hadapannya.

Ketujuh, rasa malu menjadi salah satu sifat yang mendominasi dalam diri Sayyidah Fatimah. Dikutip dari buku Fatimah Az-Zahra Radhiallahu ‘Anha yang ditulis oleh Abdus Sattar Asy-Syaikh diceritakan, di saat kondisi rumah tangga Fatimah terasa sangat berat dan di saat bersamaan pula tersiar kabar bahwa Rasulullah SAW baru saja mendapatkan beberapa budak,  Ali bin Abu Thalib pun meminta agar istrinya meminta seorang pelayan kepada Rasulullah. Tujuannya tidak lain agar beban rumah tangga keduanya sedikit berkurang. Setelah memberanikan diri, Sayyidah Fatimah pun melangkahkan kaki ke rumah ayahnya. Akan tetapi, rasa malu yang kuat justru menahan lidahnya untuk mengatakan keperluannya, tak ada sepatah katapun yang terucap, padahal ia hanya akan bicara kepada ayahnya sendiri, Rasulullah SAW sosok yang sangat pemurah. Selang hanya beberapa waktu Sayyidah Fatimah kembali ke rumahnya tanpa sempat mengutarakan maksud kedatangannya ke rumah Rasulullah SAW. 

Sebagai wanita muslimah hendaklah kita memiliki rasa malu yang tinggi. Apalagi di era sekarang, Banyak dari kaum perempuan yang hilang rasa malunya. Dengan anggun dan lemah gemulai mereka mempertontonkan diri dan aurat mereka. Mereka lebih fokus mendandani fisik dan penampilan dari pada akhlak dan pikirannya. Hal-hal ini dapat merusak citra seorang muslimah dan juga mengundang komentar-komentar yang tidak pantas. Padahal perilaku yang ditampilkan oleh para muslimah pada masa Nubuwah dan Khulafaur Rasyidin adalah teladan terbaik yang mengajarkan seperti apa itu rasa malu, dan bagaimana seharusnya seorang wanita harus menjaga kehormatan dan kesuciannya. 

Kedelapan, pekerja keras dan pola hidup yang sederhana. Menjadi anak seorang Nabi tidak menjadikan Sayyidah Fatimah menjadi gadis yang manja dan berpangku tangan, ia menjadi gadis sekaligus istri yang pekerja keras. Hal ini tercermin dalam kesibukannya membuat roti, mulai dari menumbuk gandum, menggiling, mengayak, mengadon sampai memasaknya dengan tungku. Selain itu Sayyidah Fatimah harus membersihkan rumah dan merawat anak-anaknya. Ia mengerjakan pekerjaan rumah hanya seorang diri, sebab Ali yang bekerja seadanya tak kuat mengupah pembantu, sebab penghasilannya tak hanya cukup untuk hidup sekadarnya. Hal ini tidak disebabkan Ali adalah laki-laki miskin yang enggan bekerja, tapi karena kesibukannya yang mengurusi berbagai jihad perang di jalan Allah SWT, menjadi da’i, dan lainnya. Begitu juga Sayyidah Fatimah yang memilih hidup sederhana daripada bergelimang harta, karena ia lebih menginginkan kehidupan akhirat yang lebih abadi.

Sifat-sifat yang mulia, penuh kebaikan, banyak keutamaan, jiwa yang suci, akhlak yang terpuji serta sosok yang kuat dalam beribadah yang ada di dalam diri Sayyidah Fatimah tentu berkat asuhan langsung dari ayahnya, Rasulullah SAW dan ibunya Khadijah, juga seringnya beliau ikut serta dalam perjalanan dakwah yang dilakukan Rasulullah SAW. 

Referensi:

Al-Mubarakfury, Shafiyyurahman, Ar-Rahiq al-Makhtum Sirah Nabawiyah (Pustaka Al-Kautsar, 2012).

Azizi, Abbas, Namaz wa ‘Ibadah Fatimah Az-Zahra Salamullah ‘alaih, Terj. Ghazali, Ahmad (Jakarta: Zahra, 2021).

Irham, Masturi dan Majid, Abdul, Untaian Mutiara Kehidupan Putri Rasulullah (Kalam dan Ulama Nusantara, 2022).

Sattar, Abdus, Fatimah Az-Zahra (Solo: Insan Kamil, 2021). 

Tiffani, Ahliya, Mudzakarah Wanita (Uwais Inspirasi Indonesia, 2019).

Kontributor: Yulianti Amanda Lidia Putri, Semester III

Editor: Dalimah NH

Leave a Reply