Uncategorized

Relevansi Hijrah Nabi dengan Sejarah Kolonial di Indonesia

MAHADALYJAKARTA.COM – Peristiwa Hijrah Nabi Muhammad dari kota Makkah ke kota Madinah menjadi momentum penting dalam sejarah Islam. Umat Islam mulai meninggalkan kota kelahiran untuk hijrah setelah 13 tahun dari diutusnya Nabi Muhammad sebagai Rasul oleh Allah. Peristiwa hijrah ini didasari oleh kehidupan Nabi Muhammad bersama kaum Muslimin lainnya di Makkah yang mendapat berbagai ancaman dan boikot dari orang-orang kafir Quraisy.

Dikisahkan bahwasannya orang-orang kafir Quraisyjuga sempat membunuh Nabi, tetapi selalu gagal. Bahkan terdapat sayembara yang menyatakan bahwa barang siapa diantara merekayang dapat membunuh Nabi, akan diberi hadiah 100 ekor unta. Sayembara ini didasarkan karen kebencian kaum kafir Quraisy terhadap Nabi yang dianggap sebagai orang yang membawa agama baru, memecah belah persatuan dan memisahkan hubungan erat kekeluargaan.

Menyadari tidak bisa melidungi para sahabat dari penderitaan, Nabi Muhmmad memerintahkan hijrah untuk menghindari fitnah dan menyelamatkan agama Allah. Hijarah Nabi sebagaiman ditegaskan dalam al-Qur’an Q.S al-Baqarah ayat 218:

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙ اُولٰۤىِٕكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Kata hijrah berasal dari kata hajara yang berarti berpindah. Bisa juga diartikan sebagai perintah meninggalkan keburukan dan kemaksiatan. Secara historis, hijrah Nabi sebagai langkah awal strategis bagi kebangkitan Islam dan umatnya. Dengan tujuan Nabi menjaga agama dan martabat kemanusiaan dari penindasan.

Secara historis, hijrah Nabi Muhammad selaras dengan sejarah penjajahan kolonial yang ada di Indonesia. Secara umum, kondisi sosial masyarakat Indonesia tidak terlepas dari kondisi yang mengalami penjajahan. Kondisi tersebut mempersulit para ulama dalam mengajarkan agama Islam. Masa kolonial mejadikan masyarakat Indonesia semakin terpuruk, ditambah lagi dengan dipersulitnya orang-orang yang mau belajar agama. Sehingga kondisi ini banyak pesantren yang diboikot dan dihancurkan. Tidak jarang bahkan banyak ulama yang dijarah dan dibunuh oleh orang-orang kolonial.

Baca juga

Syekh Sayyid Utsman Betawi: Ulama Kontroversial Masa Kolonial Belanda

Sejak abad 12 hingga 16 M, dunia Islam sedang berada dalam kekuasaan kolonial yang mengakibatkan umat Islam berada dalam dunia Intelektual yang nyaris terjun bebas dan redup. Di sisi lain, materi keilmuan dengan berbagai metodologinya mulai terlena dan ternina bobokan dengan ajaran-ajaran yang tidak sesuai agama. Fenomena dan kondisi ini membuat para ulama pada masa itu hijrah di Timur Tengah.

Dengan kegigihan, keseriusan dan ketekunan, para ulama Indonesia rela hijrah dan meninggalkan tanah kelahiran demi mengembangkan ilmu dan memperluas dakwahnya. Tidak jarang dari mereka yang menetap dan menghabiskan waktunya di tanah baru mereka. Cara ini sebagai salah satu strategi menjaga keutuhan ilmu agama dari belenggu kolonial dan imperialisme penjajahan.

Revitalisasi ajaran Nabi terus berlanjut, para ulama Indonesia banyak yang hijrah dan belajar agama kepada ulama yang sudah berdomisili disana. Semisal KH. Hasyim As’ari dan KH. Achmad Dahlan yang mengembangkan ilmu agamanya di Haramain. Mereka belajar kepada ulama-ulama Indonesia yang sudah menetap di Haramain. Semisal belajar kepada Syekh Mahfudz At-Tarmasi, Imam Nawawi al-Bantani dan ulama yang lain. Dengan bekal ilmu hasil dari hijrah, mereka kembali ke Indonesia untuk menyerukan kembali ajaran Islam dan membentuk organisasi sebagai perlawanan imperialisme penjajahan. Meskioun banyak ulama yang tidak kembali di Indonesia, akan tetapi banyak kontribusi nya melalui karya dan murid-muridnya. Sehingga terbentuk jaringan ulama lintas internasional.

Baca juga

Perjuangan dan Sejarah Berdirinya Nahdlatul Ulama

Alhasil, tujuan utama dari hijrah tidak mungkin dicapai kalau peristiwa itu dipahami hanya sebagai rekayasa Allah sendiri. Akan tetapi, dengan mengungkpkan aspek historisnya secara objektif, pasti akan membuahkan sejumlah hikmah kehidupan dalam membangun peradaban komunitas muslim, paling tidak sebagai awal kebangkitan Islam dan umat Islam.

Banyak hikmah yang dapat kita ambil dari peristiwa hijrah Nabi kemudian diikuti oleh ulama-ulama Indonesia. Antara lain yakni: hijrah dari kekufuran didasari dengan iman yang benar kepada Allah, langkah awal membela dan menegakkan nilai-nilai tauhid kepada Allah dan hijrah mendidik kepada manusia bahwa untuk mencapai kesuksesan yang besar, memerlukan pengorbanan pula yang besar.

Sumber Bacaan :

  1. Fiqh Sirah an-Nabawiyah, Syekh Said Ramadhan al-Buthi.
  2. Sirah an-Nabawiyah, Ibnu Hisyam.
  3. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara, Prof. Dt. Azyumardi Azra.

Kontributor : Robiihul Imam Fiddaroini, Semester VIII

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *