Ratu Kalinyamat: Pemimpin Perempuan dari Jepara

Ratu Kalinyamat: Pemimpin Perempuan dari Jepara

MAHADALYJAKARTA.COM – Jepara merupakan salah satu kota yang terletak di ujung Utara pulau Jawa, tepatnya di Jawa Tengah. “The World Carving Center”, itulah julukan yang dimiliki oleh kota tersebut. Tak lain karena hasil ukiran kayu yang terkenal keindahannya. Bukan hanya dalam negeri saja, bahkan banyak negara-negara lain menganggap Jepara sebagai kawasan terpadu penghasil mebel dan ukiran. Bahkan kesenian ukir ini menjadi napas kehidupan bagi masyarakat di sana. Kota Jepara juga dikenal banyak melahirkan tokoh pahlawan perempuan, di antaranya ialah; Raden Ajeng Kartini, Ratu Shima, dan Ratu Kalinyamat.

Kota Jepara dulu pernah dipimpin oleh seorang perempuan bernama Ratu Kalinyamat. Beliau termasuk salah seorang yang kala itu cukup memperhatikan seni ukir. Masa kekuasaannya dimulai pada tahun 1549 M. Lalu, siapakah sebenarnya Ratu Kalinyamat itu? Mari kita bahas lebih lanjut mengenai sosok tersebut.

Ratu Kalinyamat memiliki nama asli Retna Kencana, perempuan yang berparas elok nan anggun ini dikenal sebagai seorang patriot, ahli seni, serta ahli strategi perang. Ratu Kalinyamat merupakan putri dari Sultan Trenggana dan Ratu Pembayun yang memerintah di Kesultanan Demak Bintara (1521-1528 M.), ia juga memiliki tiga saudara, yakni Raden Mukmin (Sunan Prawata), Ratu Mas Cempaka, serta Pangeran Timur.

Ratu Kalinyamat kemudian diperistri oleh Pangeran Hadiri (Hadlirin) atau Pangeran Kalinyamat; putra Sultan Mughayat Syah dari Kesultanan Aceh Darussalam (1514-1528 M.). Bila diruntut dari garis kakek, Ratu Kalinyamat merupakan cucu dari Raden Fatah atau cicit dari Bhre Kertabumi (Raja Majapahit). Sementara bila ditilik dari garis nenek, Ratu Kalinyamat merupakan cicit dari Sunan Ampel (Putra Sunan Malik Ibrahim dari Campa). Dengan demikian, Ratu Kalinyamat memiliki darah perpaduan Majapahit dan Campa.

Baca Juga Gigihnya Ratu Kalinyamat Melawan Penjajahan Portugis

Para sejarawan menyebutkan bahwasannya pernikahan antara Ratu Kalinyamat dan Pangeran Hadiri ini didasarkan atas kepentingan politik. Yang mana saat itu, Kesultanan Demak Bintara dan Kesultanan Aceh Darussalam sama-sama melakukan pertentangan terhadap Portugis di Malaka.

Ratu Kalinyamat resmi menjadi Ratu Jepara setelah kematian Arya Penangsang. Penobatannya ini ditandai dengan sengkalan “Trus Karya Tataning Bumi” yang diperhitungkan sama dengan tanggal 12 Rabiul Awal (10 April 1549 M.). Di bawah kekuasaannya ini, Ratu Kalinyamat berhasil membawa Kerajaan Kalinyamat menuju puncak kejayaan. Ia tak hanya fokus pada politik, sektor ekonomi, kebudayaan, dan hubungan Internasional saja, tetapi juga memperhatikan sektor pertahanan serta keamanan dengan memperkuat armada perangnya.

Oleh karena itu, Ratu Kalinyamat pun bersedia membantu pasukan Kesultanan Johor, orang-orang Haitu, dan Kesultanan Aceh Darussalam dalam melawan Portugis. Diceritakan bahwasannya Ratu Kalinyamat mengirim pasukannya untuk menggempur Portugis yang kala itu menguasai Malaka hingga dua kali, yaitu pada tahun 1551 – 1574 M. Berkat keberaniannya tersebut, seorang penulis berkebangsaan Portugis yang bernama Diego De Conto menjuluki Ratu Kalinyamat sebagai “Rainha de Japara Senhora Poderosa e Rica de Kranige Dame” yang artinya Ratu Jepara seorang perempuan kaya dan mempunyai kekuasaan besar, seorang perempuan pemberani. Adapun beberapa prestasi yang telah ditorehkan, yaitu;

1# Berhasil mengantarkan bandar perniagaan yang telah dirintis sejak 1478 M. oleh Raden Fatah hingga Sultan Trenggono menjadi pusat bandar Internasional.

2# Berhasil membangun kekuatan militer yang tangguh. Armada lautnya memiliki ratusan kapal dengan ribuan prajurit.

3# Berhasil merintis industri perkapalan di Kalinyamat.

4# Berhasil merintis kerajinan ukir bahkan sampai melibatkan ahli ukir Cina yakni Sungging Badar Duwung yang buktinya dapat ditemukan pada dinding Masjid Mantingan Jepara.

Selain memajukan perekonomian masyarakat melalui seni ukir, Ratu Kalinyamat juga memberikan perhatian besar pada bidang militer terlebih angkatan laut. Ratu Kalinyamat berhasil menjadikan sektor tersebut sebagai sumber penghidupan masyarakatnya. Ia merupakan sosok perempuan yang tak hanya berperan dalam mengatasi kemelutnya Kesultanan Demak, tetapi juga berhasil dalam memimpin dan memajukan Jepara kala itu.

Ratu Kalinyamat merupakan seorang muslimah yang berjiwa nasionalis tinggi, berprestasi, serta berjiwa tangguh. Hadirnya sosok Ratu Kalinyamat di panggung sejarah Indonesia menjadi bukti bahwasannya seorang perempuan itu mampu memainkan peranan penting, seperti politik, ekonomi, dan lain-lain. Semoga kita semua mampu meneladani kisah perjuangan, keberanian, serta semangat Ratu Kalinyamat dalam menjaga keutuhan negara.

Pada tahun 1579 M. Ratu Kalinyamat meninggal dunia. Makamnya berada di dekat makam Pangeran Kalinyamat, yaitu di Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara. Diceritakan bahwasannya Ratu Kalinyamat tidak memiliki keturunan, tetapi ia mengasuh tiga orang anak dari saudaranya, yaitu; Pangeran Timur Rangga, Arya Pangiri, serta Pangeran Arya Jepara. Pada akhirnya, Arya Pangirilah yang menggantikan menjadi Raja di Kalinyamat. Pada masa inilah Kalinyamat mengalami kehancuran, karena pada saat itu Arya Pangiri sedang berada di Banten lantaran ayahnya–Sultan Maulana Yusuf, meninggal dunia sehingga peristiwa tersebut dimanfaatkan oleh pasukan Panembahan Senopati dari Mataram menyerang Jepara.(//)

REFERENSI:

Sri Wintala Achmad, Melacak Gerakan Perlawanan dan Laku Spiritualitas Ratu Kalinyamat, Yogyakarta: Araska, 2020.

Chusnul Hayati, dkk, Peranan Ratu Kalinyamat di Jepara Pada Abad XVI, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2000.

Murtadho Hadi, Ratu Kalinyamat, Yogyakarta: Pustaka Sastra LkiS, 2010.

Herry Purnomo, dkk, Menunggang Badai: Untaian Kehidupan, Tradisi, dan Kreasi Aktor Mebel Jepara, Bogor: Cifor, 2010.

Azhari Akmal Tarigan, Jari Diri HMI-WATI Menggagas Nilai-Nilai Dasar KOHATI (NDK), Medan: CV Merdeka Kreasi Group, 2021.

Muhlis Abdullah, Huru-Hara Majapahit dan Berdirinya Kerajaan Islam di Jawa, Jakarta: Araska Publisher, 2020.

Sumber Gambar: Wikimedia Commons

Kontributor: Larasati Nurul Islami, Semester 6

Penyunting Bahasa: Isa Saburai

Leave a Reply