Perjalanan Rohani dan Perintah Sholat

Perjalanan Rohani dan Perintah Sholat

MAHADALYJAKARTA.COM – Isra’ Mi’raj merupakan salah satu mukjizat luar biasa yang dialami oleh Rasulullah SAW berupa dua perjalanan yang hanya ditempuh dalam semalam. Terjadi pada malam 27 Rajab pada tahun 10 kenabian dan diangkat menjadi Rasul SAW. Sehingga setiap tahunnya Isra’ Mi’raj diperingati oleh umat Islam pada bulan Rajab.

Isra’ Mi’raj mempunyai makna yang berbeda. Isra’ merupakan perjalanan Rasulullah SAW. bersama Malaikat Jibril dari Masjidil Haram ke Baitul Maqdis. Sedangkan Mi’raj merupakan perjalanan Rasulullah SAW dari Baitul Maqdis ke langit dalam waktu semalam dan pada malam itu pula Rasulullah SAW. Mendapat perintah langsung dari Allah SWT yaitu, shalat lima waktu. Mengenai hal ini disebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu pada firman Allah SWT:

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ {1}

Artinya: “Maha Suci Allah SWT, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, yang telah Kami berkahi sekelilingnya, supaya Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. Al-Isra’ [17]: 1)

Baca Juga:

Isra’ Mi’raj: Perjalanan Sang Revolusioner Islam ke Sidratul Muntaha

Disebutkan dalam Tafsir Jalalain, bahwa Dia (Allah SWT) melimpahkan nikmat-Nya kepadanya (Muhammad) dengan memperjalankannya di suatu malam. Di dalam perjalanan tersebut diantaranya Nabi Muhammad SAW bertemu dengan para nabi, naik ke langit bersama malaikat Jibril menyaksikan keajaiban-keajaiban alam dan bermunajat kepada Allah SWT.

Sebelum peristiwa tersebut, Rasulullah SAW dibawa oleh para malaikat. Para malaikat tersebut membawa Rasulullah SAW menuju sumur zamzam dengan maksud membersihkan hati beliau agar kembali seperti dulu pada saat beliau masih kecil. Setelah dada Rasulullah SAW. Dibelah oleh Malaikat Jibril, hati beliau langsung di ambil dan di basuh dengan air zamzam sebanyak tiga kali di dalam sebuah mangkuk dengan tujuan untuk membuang sebagian setan yang ada di hati Rasulullah SAW dan memurnikannya dengan rasa keimanan yang begitu tebal terhadap Allah SWT.

Setelah itu, Rasulullah SAW memulai perjalanannya bersama Malaikat Jibril dengan mengendarai Buraq untuk menuju ke Masjidil Aqsa. Buraq memiliki tubuh lebih besar dari keledai, tapi lebih kecil dari kuda atau unta dan terlihat begitu gagah dan kuat untuk dinaiki. Ketika Rasulullah SAW ingin naik ke punggungnya, beliau merasa kesulitan karena Buraq tidak menundukkan tubuhnya. Melihat hal tersebut, Malaikat Jibril langsung mendekati Buraq dan menepuk punggungnya lalu berkata, “Tidakkah engkau merasa malu kepadanya? Sesungguhnya tidak ada satu makhluk pun lebih mulia di mata Allah SWT. daripada dia.”

Setelah mendengar teguran dari Malaikat Jibril, Buraq langsung menundukkan punggungnya sehingga dapat dinaiki dengan mudah oleh Rasulullah SAW. Melesatlah Buraq membawa Rasulullah SAW dan Malaikat Jibril menuju Yerusalem (Masjidil Aqsa). Di suatu tempat, Malaikat Jibril menghentikan laju Buraq dan menyuruh Rasulullah SAW turun untuk melaksanakan shalat dua rakaat. Tempat tersebut adalah Yatsrib (Madinah).

Imam Muslim meriwayatkan:

Syaiban bin Salamah, dari Tsabit al-Banani, dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW. bercerita:

Dibawakan kepadaku Buraq sejenis hewan yang berwarna putih, tubuhnya lebih besar daripada keledai dan lebih kecil daripada bagal (hewan hasil persilangan antara keledai dan kuda) yang Langkah kakinya sejauh mata memandang. Aku pun mengendarainya hingga tiba di Baitul Maqdis. Buraq itu aku tambatkan (ikat) dengan tali yang digunakan oleh para Nabi (untuk menambatkan hewan tunggangan mereka).

Kemudian aku masuk ke Masjidil Aqsha dan kudirikan shalat dua rakaat di sana. Setelah shalat aku keluar, lalu Malaikat Jibril membawakan kehadapanku segelas arak (khamar) dan segelas susu. Aku lantas memilih susu. Kemudian Malaikat Jibril berkata, “Engkau telah memilih fitrah.”

Ibnu Qayyim berkata, “Menurut riwayat yang shahih bahwa Rasulullah SAW. diisra’kan dengan jasadnya dari Masjidil Haram menuju Baitul Maqdis dengan mengendarai al-Buraq, ditemani oleh Malaikat Jibril. Lalu beliau singgah di sana dan melaksanakan shalat bersama para Nabi sebagai Imam, lalu mengikat al-Buraq dengan tali pada gelang pintu masjid.”

Baca Juga:

Isra’ Mi’raj, Peristiwa Pelipur Lara Rasulullah saw

Pada malam itu, Rasulullah SAW dimi’rajkan dari Baitul Maqdis menuju langit dunia untuk menerima perintah-Nya dan juga melihat kebesaran-Nya yang lain. Dalam perjalanan tersebut Rasulullah SAW dipertemukan dengan roh para nabi terdahulu dari langit pertama sampai langit ketujuh. Di langit pertama Rasulullah SAW bertemu dengan bapaknya manusia, yaitu Nabi Adam AS Rasulullah SAW memberi salam kepadanya lalu dia menyambutnya dan menjawab salam tersebut.

Setelah di langit pertama Rasulullah SAW dimi’rajkan menuju langit kedua. Di langit kedua Rasulullah SAW bertemu dengan Nabi Isa AS, yaitu anak dari Siti Maryam (Wanita suci yang taat pada agama). Di sana Rasulullah SAW juga bertemu dengan anak dari bibinya sendiri, yaitu Nabi Yahya AS Rasulullah SAW menjumpai Nabi Isa AS dan Nabi Yahya AS lalu memberinya salam. Keduanya menyambut beliau dan menjawab salam tersebut.

Setelah di langit kedua Rasulullah SAW dimi’rajkan menuju langit ketiga. Di langit ketiga Rasulullah SAW bertemu dengan nabi yang wajahnya sangat tampan, yaitu Nabi Yusuf AS. Rasulullah SAW memberi salam kepadanya lalu dia menyambutnya dan menjawab salam tersebut.

Setelah di langit ketiga Rasulullah SAW dimi’rajkan menuju langit keempat. Di langit keempat Rasulullah SAW bertemu dengan nabi yang selalu Allah SWT tinggikan tempatnya dan meluhurkannya, yaitu Nabi Idris AS Rasulullah SAW memberi salam kepadanya lalu dia menyambutnya dan menjawab salam tersebut.

Setelah di langit keempat Rasulullah SA. dimi’rajkan menuju langit kelima. Di langit kelima Rasulullah SAW bertemu dengan nabi yang paling dicintai oleh kalangan bangsa Israil, yaitu Nabi Harun AS. Rasulullah SAW memberi salam kepadanya lalu dia menyambutnya dan menjawab salam tersebut.

Setelah di langit kelima Rasulullah SAW. dimi’rajkan menuju langit keenam. Di langit keenam Rasulullah SAW bertemu dengan Nabi Musa AS. Rasulullah SAW memberi salam kepadanya lalu dia menyambutnya dan menjawab salam tersebut. Tatkala beliau berlalu, Nabi Musa AS menangis. Ketika Rasulullah SAW. bertanya kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Nabi Musa menjawab, “Aku menangis sebab ada seseorang yang lebih muda diutus setelahku. Akan tetapi umatnya lebih banyak yang masuk surga daripada umatku.”

Nabi Musa AS menangis bukan sebab iri. Akan tetapi, Nabi Musa AS menangis sebab merasa menyesal tidak bisa meraih pahala yang seharusnya bisa mengangkat derajatnya di sisi Allah SWT.

Setelah di langit keenam Rasulullah SAW dimi’rajkan menuju langit ketujuh. Di langit ketujuh Rasulullah SAW bertemu dengan bapak para nabi yaitu, Nabi Ibrahim AS. Rasulullah SAW memberi salam kepadanya lalu dia menyambutnya dan menjawab salam tersebut. Waktu itu beliau sedang menyandarkan punggungnya di Baitul Ma’mur. Sebuah  tempat yang setiap harinya dimasuki 70.000 malaikat untuk beribadah yang tidak pernah mengunjunginya lagi sesudahnya (70 ribu malaikat yang masuk ke Baitul Ma’mur setiap harinya selalu pendatang baru). Hal ini menujukkan ketaatan para malaikat dalam beribadah kepada tuhan-Nya.

Setelah di langit ketujuh Rasulullah SAW. dinaikkan menuju Sidratul Muntaha dimana Malaikat Jibril selaku pendampingnya tidak diperkenankan memasukinya. Dinamakan Sidratul Muntaha disebabkan karena puncak segala sesuatu apa yang naik dari bumi dan segala sesuatu apa yang turun dari langit. Asalnya yang turun dan naik tersebut berada di Sidratul Muntaha. Pohon tersebut berada di atas langit ketujuh, di sebelah kanan ‘Arasy, dengan daun-daun seperti kuping gajah dan buah-buahnya seperti kendi besar. Mengenai hal ini disebutkan dalam riwayat shahih, yaitu hadis dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Nabi SAW. bersabda:

وَرُفِعَتْ لِي سِدْرَةُ المُنْتَهَى، فَإِذَا نَبِقُهَا كَأَنَّهُ قِلاَلُ هَجَرَ وَوَرَقُهَا  كَأَنَّهُ آذَانُ الفُيُولِ فِي أَصْلِهَا أَرْبَعَةُ أَنْهَارٍ نَهْرَانِ بَاطِنَانِ، وَنَهْرَانِ ظَاهِرَانِ، فَسَأَلْتُ جِبْرِيلَ، فَقَالَ: أَمَّا البَاطِنَانِ: فَفِي الجَنَّةِ، وَأَمَّا الظَّاهِرَانِ: النِّيلُ وَالفُرَاتُ

Artinya, “Aku melihat Shidratul Muntaha di langit ketujuh. Buahnya sebagaimana kendi daerah Hajar, dan daunnya sebagaimana telinga gajah. Di akarnya ada empat sungai, dua sungai luar dan dua sungai dalam. Kemudian aku bertanya, “Wahai Jibril, apakah keduanya ini?” Jibril menjawab, “Adapun dua sungai dalam itu ada di surga dan dua sungai luar itu adalah Nil dan Eufrat. (HR. Bukhari)

Di sana pula Rasulullah SAW mendapat perintah shalat lima puluh waktu dalam sehari. Rasulullah SAW diusulkan oleh Nabi Musa AS bahwa jumlah tersebut terlalu besar sehingga disarankan untuk meminta keringanan. Setibanya di Sidratul Muntaha, Rasulullah SAW diberi keringanan oleh Allah SWT menjadi lima waktu dalam sehari yang wajib diamalkan. Akan tetapi, keutamaan dan keugunggulannya menandingi lima puluh waktu.

Disebutkan dalam Maulid Barzanji, bahwa Allah SWT mewajibkan kepadanya dan kepada umatnya untuk melakukan shalat lima puluh kali (waktu). Kemudian turunlah kemurahan Allah SWT, akhirnya dikurangi hingga hanya tinggal lima kali (waktu) yang wajib diamalkan. Namun, pahalanya tidak berkurang dari pahala shalat lima puluh kali (waktu), sebagaimana apa yang telah dikehendaki dan dihukumkan Allah SWT pada zaman azali dahulu kala.

Setelah perjalanan tersebut, Rasulullah SAW segera kembali ke Mekkah tepat pada itu juga dan menceritakan kisah Isra’ Mi’raj-nya. Namun, kisannya tidak diterima langsung oleh pengikutnya meskipun Rasulullah SAW. sudah memberikan berbagai bukti. Abu Bakar langsung membenarkan peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW.

Pada momen ini, Abu Bakar dijuluki sebagai ash-Shiddiq (Orang yang selalu membenarkan Rasulullah saw.). Karena dia (Abu Bakar) membenarkan peristiwa Isra’ Mi’raj manakala orang-orang mendustakannya. Hingga saat ini, Isra’ Mi’raj diperingati sebagai hari besar umat Islam di seluruh penjuru dunia.

Referensi:

Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain, Terj. Maktabah Az-Zaen, Jakarta: Sinar Baru Algensindo, 2021.

Ridwan Abqary, 99 Kisah Menakjubkan Dalam Al-Qur’an, Bandung: PT Mizan Bunaya Kreativa, 2009. 

Ibnu Hajar Al-Asqalani dan Imam As-Suyuti, Al-Isra’ Wal-Mi’raj, Terj. Aryah Noor Amarsyah, Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2008.

Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum, Terj. Hanif Yahya, Jakarta: Darul Haq, 2021.

Ja’far Al-Barazanji, Maulidul Barazanji, Terj. Abu Ahmad Naijeh, Surabaya: Mutiara Ilmu, 2009.

Kontributor: Danial M, Semester III

Editor: Dalimah NH

Leave a Reply