Perang Mu’tah: Operasi Militer Paling Berdarah Semasa Hidup Nabi Muhammad Saw

Perang Mu’tah: Operasi Militer Paling Berdarah Semasa Hidup Nabi Muhammad Saw

MAHADALYJAKARTA.COM – Perang Mu’tah adalah perang yang legendaris karena dalam pertempuran ini pasukan muslim menghadapi musuh yang jumlahnya 70 kali lipat dari jumlah mereka, artinya satu orang muslim harus berhadapan dengan 70 orang kafir. Peristiwa ini merupakan penghancuran kekaisaran Romawi. Mu’tah merupakan nama sebuah kampung di dataran rendah provinsi Balqa’ Kerajaan Syam. Jarak antara tempat tersebut dengan Baitul Maqdis sekitar dua hari perjalanan. Perang Mu’tah terjadi pada bulan Jumadil Ula tahun 8 H bertepatan dengan bulan Agustus atau September tahun 629 M.

Penyebab peperangan ini bermula ketika Rasulullah Saw mengutus al-Harits bin Umair al-Azdi guna menyampaikan surat beliau kepada penguasa Bushra. Kemudian dia dihadang oleh seorang penguasa yang mendapat mandat dari Kaisar Byzantium yaitu Syurahbil bin Amr al-Ghassani, al-Harits diborgol kemudian dihadapkan kepada kaisar yang kemudian menebas lehernya.  Pembunuhan terhadap Sahabat Nabi tersebut merupakan sebuah pengumuman dari Byzantium. Setelah peristiwa tersebut, perang terus berlangsung antara Byzantium dengan umat Islam hampir selama 1000 tahun sampai nantinya berakhir dengan kemenangan Sultan Muhammad al-Fatih yang berhasil menduduki Konstantinopel tahun 1453  M. 

Pembunuhan delegasi dan duta merupakan bentuk kriminal paling keji, sehingga ketika berita tersebut sampai kepada Rasulullah Saw, kemudian beliau menyiapkan pasukan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid sebanyak 3000 prajurit. Ini adalah pasukan Islam terbesar, belum pernah terkumpul kekuatan seperti itu sebelumnya kecuali yang terjadi dalam Perang Ahzab. Rasulullah Saw pun mengirimkan pasukan tersebut menuju Desa Mu’tah yang merupakan bagian dari wilayah Ghasasinah. Setelah mendengar bahwa Rasulullah Saw menyiapkan pasukan untuk memerangi Ghasasinah, maka penguasa Ghasasinah pun menyiapkan 100.000 prajurit. Penguasa Ghasasinah  meminta bantuan pasukan dari Heraclius sebagai Kaisar Byzantium, kemudian Heraclius mengirimkan pasukan bantuan sebanyak 100.000 prajurit. Jumlah pasukan mereka pada saat itu sebanyak 200.000 prajurit dibawah kepemimpinan saudara Heraclius yaitu Teodore. Begitu mendengar tentang banyaknya jumlah pasukan Byzantium, para sahabat juga mulai berpikir untuk meminta pasukan bantuan kepada Rasulullah Saw karena tentu saja jumlah pasukan muslim pada saat itu tidak cukup banyak untuk menandingi pasukan Byzantium. Percakapan para sahabat terhenti sejenak ketika salah seorang pasukan kaum muslimin yaitu Abdullah bin Rawahah, dia menolak usulan tersebut dan membangkitkan semangat pasukan seraya berkata “Wahai kaumku! Demi Allah sungguh yang kalian benci itulah justru tujuan kalian bepergian yaitu mencari syahadah (mati syahid). Kita tidaklah memerangi manusia karena jumlah, kekuatan dan banyaknya jumlah mereka. Tidaklah kita memerangi mereka kecuali karena agama Islam yang dengannya Allah Swt telah memuliakan kita. Maka berangkatlah, sesungguhnya ini adalah dua kebaikan, kebaikan atau mati syahid.” Para sahabat pun bergembira mendengar kata-kata tersebut dan mereka bertekad untuk memerangi Kekaisaran Romawi Byzantium.

Baca Juga:

Tragedi Melawan Musuh dalam Perang Mu’tah

Pasukan Muslim bukan hanya kalah dalam jumlah prajurit, namun tentu saja pasukan Romawi dilengkapi dengan persenjataan lengkap dengan teknologi persenjataan paling modern dan masih diperkuat lagi dengan jubah perang yang paling kuat pada masanya. Sedangkan pasukan muslim tidak memiliki persenjataan modern selengkap pasukan Romawi. Meskipun demikian, pasukan Muslim tidak gentar mereka membuat pos militer di Mu’tah. Umat Islam membagi pasukan menjadi tiga bagian. Pasukan kiri, pasukan kanan dan pasukan tengah. Pasukan tengah saat itu dipimpin oleh Zaid bin Haritsah di belakang pasukan Zaid bin Hartisah ada Ja’far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah yang siap menopang dan mendukung pasukan tengah. Hal itu sudah ditetapkan oleh Nabi Muammad Saw bahwasannya jika bendera pasukan muslim sudah jatuh dari tangan Zaid bin Haritsah, maka Ja’far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah harus bersiap-siap menerima bendera tersebut dan melanjutkan pertempuran. Sementara itu Khalid bin Walid menjadi prajurit yang berada didalam pasukan tengah. 

Sedangkan Teodor dia membagi pasukan menjadi pasukan kiri, pasukan kanan dan pasukan tengah. Teodor memimpin sendiri pasukan tengah Byzantium. Ketika Theodor menyaksikan jumlah pasukan muslim yang sangat sedikit maka Theodor pun tertawa dan dia berpikir bahwa perang itu akan menjadi perang yang sangat mudah, namun ternyata perang yang disangka mudah oleh Theodore, berlangsung selama satu pekan. Ketika pasukan muslim melihat besarnya pasukan Romawi sebagian dari mereka merasa ragu, kemudian salah satu prajurit muslim Tsabit bin Arqam berkata kemenangan itu bukan karena jumlah, kemenangan itu hanya dari Allah Swt dan kalian bisa mengambil pelajaran dari Perang Badar. Para sahabat pun bertakbir dan menjadi bersemangat untuk memulai peperangan, mereka pun telah siap untuk mati di jalan Allah Swt. Keesokan harinya Zaid bin Haritsah memutuskan untuk melakukan serangan mendadak terhadap pasukan Romawi. 

Pasukan Muslim melakukan penyerangan dengan penuh semangat, pasukan Romawi saat itu belum siap untuk menghadapi serangan. Maka mereka menggunakan semua senjata dan pedang yang mereka punya untuk melindungi diri mereka, namun serangan mendadak yang dilakukan pasukan muslim sungguh sangat dahsyat dan diluar dugaan pasukan Romawi. Serangan mendadak tersebut menyebabkan kerugian sangat besar didalam pasukan Romawi dan juga menimbulkan kekacauan yang sangat parah di dalam barisan pasukan Romawi. Maka seketika ejekan Theodor terhadap sedikitnya jumlah pasukan muslim segera berubah menjadi sebuah ketakutan dan kecemasan yang begitu besar di dalam hati pasukan Romawi. Pasukan muslim berhasil menghabisi seluruh barisan depan pasukan Romawi di waktu-waktu awal dari peperangan. Hal itu tentu saja mengagetkan pasukan Romawi, saat itu barulah pasukan Romawi menyadari bahwa pasukan yang mereka hadapi memang berjumlah sedikit tapi mereka bukan pasukan biasa. Ketika hari sudah mulai gelap pasukan Romawi pun mundur, Theodor takut apabila pasukan Romawi seluruhnya dihabisi oleh pasukan muslim. Karena itu Theodor memutuskan menarik mundur pasukannya sejenak untuk beristirahat dan bersiap-siap pertempuran di hari selanjutnya. Pasukan Romawi pun kembali ke markas mereka dan saat itu mereka telah mengetahui bahwa yang mereka hadapi adalah sebuah pasukan yang memiliki mentalitas yang luar biasa dan berjuang dengan seluruh jiwa raga mereka.

Malam itu pasukan Romawi akhirnya beristirahat sejenak hingga keesokan hari menjelang hari kedua. Pasukan muslim kembali melakukan serangan dadakan, pasukan muslim menyerang pasukan Romawi saat pasukan Romawi belum siap untuk menghadapi pertempuran. Serangan di hari kedua lebih dahsyat dan lebih ganas daripada di hari pertama sehingga banyak menghabisi pasukan Romawi. Ketika hari mulai gelap kedua pasukan pun kembali ke markas mereka masing-masing, di hari-hari selanjutnya pertempuran terus berlanjut. Kedua pasukan menunjukkan seluruh kekuatan mereka terjadi pertempuran yang sangat dahsyat antara keduanya. Pertempuran ini berlangsung terus-menerus selama enam hari. 

Di hari kelima, pasukan Romawi sudah mulai hilang kesabaran. Theodor sudah mulai mengetahui titik lemah pasukan muslim dan Theodor pun ingin menghabisi dan menyudahi peperangan dengan kemenangan. Dia memanfaatkan Jumlah pasukannya untuk berusaha menyerang sisi lemah pasukan muslim dan dia hendak menyudahi peperangan di hari keenam. Dari rentetan perang Mu’tah maka ketika fajar menyingsing pasukan Romawi melakukan penyerangan lebih dulu terhadap pasukan muslim dan terjadi peperangan yang sangat dahsyat antara kedua pasukan itu. Tanpa diduga panglima perang muslim saat itu Zaid bin Haritsah terkena tebasan pedang dan mati syahid, kematian Zaid bin Haritsah sebagai pemimpin pasukan dan juga pemegang bendera pasukan muslim akhirnya membuat para sahabat bersegera untuk mengambil bendera dan melanjutkan perjuangan. Maka Ja’far Bin Abu Thalib pun segera maju kedepan dan mengambil bendera pasukan muslim dan melanjutkan peperangan. Ja’far pun berusaha menembus barisan pasukan Romawi. 

Kematian Zaid bin Haritsah bukannya membuat pasukan muslim menjadi lemah dan takut, akan tetapi pasukan muslim malah semakin maju dan menerjang barisan pasukan Romawi. Sedikit demi sedikit pasukan Romawi mulai terdesak dan mundur. Akhirnya pasukan muslim berhasil menembus celah yang ada di barisan pasukan Romawi. Pasukan muslim pun semakin mendekat ke jantung pertahanan pasukan Romawi hingga akhirnya pasukan muslim sudah semakin dekat dengan para pemimpin pasukan Romawi. Saat itu Ja’far bin Abu Thalib sudah sangat dekat dengan Theodore, namun para prajurit Byzantium mengepung Jafar dengan pengepungan yang sangat ketat hingga akhirnya Ja’far pun terjatuh dari kudanya, setelah jatuh Ja’far membunuh kudanya agar tidak dimanfaatkan oleh pasukan Byzantium dalam pengepungan yang sangat sulit tersebut Jafar pun terkena tebasan pedang dan tangannya terputus. Ja’far yang kala itu memegang bendera umat Islam akhirnya memegang bendera dengan tangan kirinya dan tidak lama kemudian tangan kirinya juga terkena tebasan pedang dan bendera pasukan muslim pun terjatuh. Saat itu Ja’far tidak menyerah, dia mendekap bendera pasukan muslim dengan kedua kaki dan dadanya maka bendera pasukan muslim tetap berdiri meskipun kedua tangannya telah putus. Pada saat itu pasukan Romawi segera menerjang Ja’far bin Abi Thalib dengan pedang-pedang mereka. Maka Ja’far bin Abi Thalib pun diangkat ruhnya dan wafat sebagai Syahid. 

Baca Juga:

3 Strategi Jitu Khalid bin Walid di Mu’tah

Saat itu Rasulullah Saw sedang berada di Madinah dan tidak ikut berperang namun beliau dengan izin Allah Swt mendapatkan mukjizat, sehingga beliau mengetahui setiap hal yang terjadi di dalam perang dan beliau ikut memantau perkembangan yang terjadi. Saat Jafar wafat beliau pun langsung memberikan kabar kepada para sahabat nabi di Madinah bahwa Ja’far telah mati syahid. Rasulullah Saw  pun bersabda bahwa Allah Swt telah mengganti kedua tangannya dengan dua sayap di surga, karena itu Ja’far dijuluki dengan attoyar yang artinya Jafar yang bisa terbang. Setelah kematian Ja’far bin Abi Thalib, Abdullah bin Rawahah mengambil bendera pasukan muslim dan melanjutkan perjuangan sebagai pemimpin pasukan setelah kematian Ja’far. 

Abdullah bin Rawahah pun bergerak maju menghadapi pasukan musuh sambil berteriak memanggil-manggil al-jannah al-jannah yang artinya surga-surga di belakangnya pasukan muslim menyambut teriakan Abdullah bin Rawahah dengan gema takbir. Pasukan Byzantium dan gasasinah pun kaget lalu bergegas mengepung Abdullah bin Rawahah serta menembakkan anak panah dari berbagai penjuru kearah Abdullah bin Rawahah hingga akhirnya Abdullah Bin Rawahah dan kudanya tewas terbunuh. Tubuh Abdullah bin Rawahah dipenuhi dengan luka dan anak panah, dia pun diangkat ruhnya sebagai Syahid. Bendera pasukan muslim jatuh di hadapannya. Ini  merupakan mukjizat yang dimiliki Rasulullah Saw bahwa beliau dapat menceritakan secara rinci perkembangan yang terjadi di dalam perang Mu’tah. Rasulullah Saw bersabda “Zaid wafat kemudian bendera dipegang oleh Ja’far, Ja’far terbunuh kemudian bendera dipegang oleh Abdullah bin Rawahah, Abdullah bin Rawahah terbunuh kemudian bendera diserahkan kepada pedang yang merupakan salah satu pedang dari Pedang Allah Saifun min Suyufillah yaitu Khalid bin Walid.” Dari sinilah julukan Khalid bin Walid muncul karena dia disebut oleh Rasulullah Saw sebagai Pedang Allah Swt. 

Ketika bendera terjatuh dari tangan Abdullah bin Rawahah, bendera tersebut diambil oleh Tsabit bin Arqam, di hadapannya Tsabit melihat Khalid bin Walid, dia pun segera berlari menuju Khalid dan menyerahkan bendera kepemimpinan pasukan kepada Khalid bin Walid. Tsabit bin Arqom pun berkata “Demi kami ambillah bendera ini” Khalid bin Walid merasa ragu, dia malu menerima bendera tersebut sementara di sekelilingnya ada banyak sahabat yang begitu luar biasa menunjukkan keberanian dan kesabaran mereka di medan pertempuran, mereka juga sudah lebih dulu masuk Islam daripada Khalid bin Walid. Khalid pun menolak untuk mengambil alih para sahabat. Sebagian besar para sahabat mendesak Khalid untuk mengambil alih kepemimpinan, mereka bersepakat bahwa saat itu Khalid adalah orang yang paling pantas dan layak untuk memimpin pasukan meskipun Khalid saat itu baru masuk Islam selama tiga bulan.

 Khalid pun mengambil alih kepemimpinan pasukan muslim. Dia merencanakan sebuah rencana penarikan pasukan yang paling jenius dalam sejarah dunia yaitu memerintahkan pasukannya untuk melakukan penyerangan dengan kekuatan penuh, pasukan muslim pun melakukan penyerangan yang sangat dahsyat terhadap pasukan Romawi. Pasukan Romawi  kaget dengan semangat juang pasukan muslim yang meningkat secara drastis, mereka mulai tertekan dan mundur secara perlahan. Sedangkan Khutbah bin Qatadah Komandan pasukan kanan muslim maju menekan barisan pasukan Romawi yang ada di bagian kiri dan berhasil mendekati arah Malik bin Zavilla seorang penguasa Kerajaan Goa Cina. Malik pun tewas, hal ini membuat semangat juang pasukan Romawi menurun drastis, pasukan Romawi pun terdesak dan tertekan sedikit demi sedikit pasukan muslim mulai maju dan pasukan Romawi mulai diarahkan oleh Theodore untuk mundur agar pasukan Romawi tidak kacau balau. Khalid bin Walid pun berencana untuk memukul pasukan Romawi agar pasukan muslim dapat beristirahat dan pulang kembali ke Madinah dengan kerugian yang sedikit. Rencana Khalid bin Walid ialah pasukan muslim bertukar posisi, pasukan sayap kiri pindah ke sayap kanan dan pasukan dari setengah depan pindah ke tengah belakang dan begitu selanjutnya. Selain itu Khalid bin Walid juga memerintahkan pasukannya untuk membersihkan bekas-bekas darah dari pakaian mereka hal ini dilakukan agar pasukan Romawi menyangka bahwa pasukan-pasukan bantuan telah datang dan bawa jumlah pasukan muslim sudah bertambah. Sebagian pasukan juga diperintahkan untuk bersembunyi di atas bukit, dan turun dari atas bukit setelah peperangan dimulai untuk memberi kesan bahwa pasukan bantuan dari Madinah datang dan untuk menebarkan rasa takut di dalam hati pasukan Romawi. 

Setelah perang dimulai, pasukan yang bersembunyi di bukit pun turun, pasukan Romawi pun kaget dan mereka merasa bahwa pasukan bantuan umat muslim benar-benar telah datang. Khalid bin Walid dan pasukan Muslim kemudian melakukan penyerangan dengan kekuatan penuh pasukan Romawi yang melihat hal tersebut tentu saja menjadi takut dan merasa bahwa pasukan Romawi terancam kalah. Pasukan Muslim tidak henti-hentinya menyerbu pasukan Romawi sehingga Pasukan Romawi pun mulai merasa bahwa mereka akan kalah. Pada saat itu Khalid bin Walid memerintahkan pasukannya untuk mundur, pasukan Romawi kebingungan dengan keputusan Khalid pasukan Romawi berpikir bahwa tidak mungkin sebuah pasukan yang hampir memenangkan pertempuran mundur begitu saja dari medan perang. Pasukan Romawi pun tidak mengejar pasukan muslim mereka mengira bahwa gerakan mundur pasukan muslim hanyalah sebuah trik dan jebakan. Tidak ada satu orang pun pasukan Romawi mengejar pasukan muslim saat itu, kondisi Ini dimanfaatkan oleh Khalid bin Walid untuk bergerak mundur dan selanjutnya pasukan muslim pulang kembali ke Madinah.

Perang Mut’ah pun berakhir, Perang mu’tah memberikan kerugian yang sangat besar bagi pasukan Romawi, jumlah prajurit Romawi yang tewas dalam pertempuran Mu’tah diperkirakan sebanyak 3000 prajurit  sedangkan pasukan muslim tewas 12 orang yang syahid. Sebagian penduduk Madinah mengatakan bahwa pasukan Khalid bin Walid adalah pasukan yang kabur melarikan diri. Khalid pun meminta maaf kepada Rasulullah Saw karena  keputusannya itu mengundang murka dari Allah Swt dan nabiNya. Namun diluar dugaan Rasulullah Saw memuji keputusan Khalid karena berhasil menyelamatkan banyak nyawa pasukan muslim dan telah menunjukkan keberanian yang luar biasa bagi umat Islam. 

Referensi :

Ali Nurudin, Terjemah Kitab Tahdzib Surah Ibnu Hisyam, (Jakarta : Qisthi Press, 2019)

Hanif Yahya, Lc. et. al, Perjalanan Hidup Rasul Yang Agung Muhammad SAW Dari Kelahiran Hingga Detik-Detik Terakhir, Terjemah Kitab Arrahiq Al-Mahtum, (Jakarta, Darul Haq, 2022)

Tim FKI Sejarah Atsar, Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad SAW Lentera Kegelapan  Untuk Mengenal Pendidik Sejati Manusia, (Kediri, Pustaka Gerbang Lama, 2021)

Zainal Arifin, Terjemah Kitab Al-Mawsu’ah Al-Muyassarah Fi Al-Tarikh Al-Islami, (Jakarta, Pustaka Zaman, 2014)

Ibnu Hajar Al-Asqalani, Kitab Fathul Bari Jilid 7, (Mesir, Darul Wafa, 2018) 

Cecep Syamsul Hari, Tholib Anis, Terjemah Kitab Al-Tajrid Al-Shahih Li Ahadist Al-Jami’ Al-Sahih, (Bandung, Mizan Pustaka, 2008)

Riyadh Hasyim Hadi, Kitab As-Sirah An-Nabawiyah bi Riwayah Al-Bukhari, (Beirut, Daar Al-Kutub Al-Ilmiyah) Halaman 253

Abdurrosyad Shiddiq, Kelengkapan Tarikh Rasullah SAW, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2012)

Kontributor: Lula Chaerunnisa, Semester III

Editor: Dalimah NH

Leave a Reply