Penemu Gua Safarwadi

Penemu Gua Safarwadi

Ma’had Aly – Safarwadi adalah nama yang berasal dari kata bahasa Srab yaitu safar yang artinya jalan dan wadi adalah lembah/jurang. Safarwadi adalah jalan yang berada di atas jurang, sesuai dengan letaknya di antara dua bukit di pinggir kali. Safarwadi juga dikenal sebagai nama Pamijahan, tempat bersejarah yang di dalamnya terdapat makam Syekh Abdul Muhyi dan peninggalan beliau. Nama Pamijahan pula di ambil dalam bahasa sunda yaitu laksana ikan akan bertelur. Maka dari itu nama Safarwadi dikenal dengan nama Pamijahan sebab mempunyai arti atau titik persamaan dengan tempat ikan akan bertelur (pamijahan). Pamijahan berarti pemujaan tetapi bukan berarti memuja orang yang sudah meninggal.

Khaerussalam menyebutkan dalam bukunya bahwa Syekh Abdul Muhyi lahir di Mataram sekitar pada tahun 1650 M/1071 H dan di kenal sebagai seorang wali. Dari seorang ibu yang bernama Nyai Raden Ajeng Tanganijah sebagai dari keturunan dari Saidina Husein Bin Saidina Ali dan Fatimah Bin Rasullalah saw. Ulama tarekat Syattariah, penyebar agama Islam di Jawa Barat bagian selatan. Adapun ayahnya bernama Sembah Labe Wartakusumah putra dari keturunan Raja Galuh/Gresik. Di sanalah beliau mendapatkan pendidikan, baik dari orang tuanya maupun dari kalangan ulama lainnya yang ada di Ampel.

Pada saat berumur 19 tahun, Syaikh Abdul Muhyi ke Kuala Aceh untuk menimba ilmu kepada Syaikh Abdul Ra’uf Bin Abdul Jabar Bin Abdul Qodir Bagdad, seorang ulama sufi dan guru tarekat Syattariah. Syeikh Abdur Rauf Singkel adalah ulama Aceh yang berupaya mendamaikan ajaran martabat alam tujuh yang dikenal di Aceh sebagai paham wahdatul wujud atau wujudiyyah (panteisme dalam Islam) dengan paham sunah. Meskipun begitu Syekh Abdur Rauf Singkili tetap menolak paham wujudiyyah yang menganggap adanya penyatuan antara Tuhan dan hamba. Ajaran inilah yang kemudian dibawa Syekh Abdul Muhyi ke Jawa.

Tidak terkisah bagaimana perjalanan pendidikan beliau tetapi beliau menimba ilmu di Aceh kurang lebih 8 tahun, yaitu dari tahun 1090-1098 H atau 1669-1677 M. Setelah itu bersama teman-teman seperguruannya, ia dibawa oleh gurunya ke Baghdad dan kemudian ke Mekah untuk lebih memperdalam ilmu pengetahuan agama dan menunaikan ibadah haji. Setelah menunaikan ibadah haji, Syeikh Haji Abdul Muhyi kembali ke Ampel. Setelah menikah, ia meninggalkan Ampel dan mulai melakukan pengembaraan ke arah barat bersama istri dan orang tuanya. Mereka kemudian tiba di Darma, termasuk daerah Kuningan, Jawa Barat. Atas permintaan masyarakat muslim setempat, ia menetap di sana selama tujuh tahun (1678-1685) untuk mendidik masyarakat dengan ajaran Islam. Setelah itu ia kembali mengembara dan sampai ke daerah Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. Ia mentap di Pameungpeuk slama 1 tahun (1685-1686) untuk menyebarkan agama Islam di kalangan penduduk yang ketika itu masih menganut agama Hindu. Pada tahun 1986 ayahnya meninggal dunia dan dimakamkan di kampung Dukuh, di tepi Kali Cikangan. Beberapa hari setelah pemakaman ayahnya, ia melanjutkan pengembaraannya hingga ke daerah Batuwangi. Ia bermukim beberapa waktu di sana atas permintaan masyarakat. Setelah itu ia ke Lebaksiuh, tidak jauh dari Batuwangi. Lagi-lagi atas permintaan masyarakat ia bermukim di sana selama 4 tahun (1686-1690). Pada masa empat tahun itu ia berjasa mengislamkan penduduk yang sebelumnya menganut agama Hindu. Menurut cerita rakyat, keberhasilannya dalam melakukan dakwah Islam terutama karena kekeramatannya yang mampu mengalahkan aliran hitam. Di sini Syekh Haji Abdul Muhyi mendirikan masjid tempat ia memberikan pengajian untuk mendidik para kader yang dapat membantunya menyebarkan agama Islam lebih jauh ke bagian selatan Jawa Barat. Setelah empat tahun menetap di Lebaksiuh, ia lebih memilih bermukim di dalam gua yang sekarang dikenal sebagai Gua Safar Wadi di Pamijahan, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Setelah mencari gua yang di amanatkan oleh gurunya akhirnya iya melanjutkan meneruskan menyebarkan agama islam di pulau Jawa tepatnya di Jawa Barat. Dan beliau membangun pesantren dan masjid sebagai ladang menyebarkan agama Islam, akhirnya menyebar ke daerah Tasikmalaya, masuk ke daerah Ciamis yang dahulu pernah menjadi kerajaan Galuh, Ciamis, Cirebon.

Oleh : Ulyah Z., Semester IV

This Post Has 2 Comments

  1. Sofa marwati

    ??

  2. Faisal

    Nice

Leave a Reply to Faisal Cancel reply