MAHADALYJAKARTA – Dalam buku NU Vis a Vis Negara karya Andre Feillard, kesaksian Kiai Masjkur yang merupakan intelektual NU kala itu dan juga Menteri Agama RI ke-6 setelah Indonesia merdeka. Merekam transkip wawancara dengan beberapa penggagas dasar negara Indonesia. Di rumah Muhammad Yamin, para pendiri bangsa berkumpul dan berdiskusi tentang perumusan serta definisi Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Kiai Masjkur mencatat, orang-orang yang terlibat adalah Soekarno, Wahid Hasyim, Kahar Muzakir, dan Muhammad Yamin.
Pancasila sejatinya adalah payung bersama yang menaungi anak bangsa Indonesia. Sebab beragam suku, budaya, dan bahasa yang dilindungi di bawah payung teduh Pancasila. Kemerdekaan atas penjajah bukanlah berdasarkan jerih payah satu kelompok atau golongan saja, bukan juga satu agama yang memperjuangkan Indonesia.
Nabi Muhammad saw. sendiri yang telah memberi contoh untuk mengelola dan memakmurkan bumi, terlebih untuk negaranya sendiri, tempat tinggalnya, daerah kelahirannya. Maka lumrah jika Nabi Muhammad saw. paling marah kepada orang-orang yang berusaha merusak kedamaian dan keharmonisan negaranya.
Tidak hanya itu, Nabi Muhammad saw. juga mencontohkan hidup berbaur di tengah-tengah masyarakat nonmuslim, ahli kitab, Yahudi, Nasrani, bahkan kaum Pagan. Beliau mengajari untuk tidak gampang gegabah menghakimi siapa pun yang berbeda. Membangun interaksi dan hidup membaur dengan mereka memang tidak dilarang oleh kitab suci Al-Qur’an. Nabi Muhammad saw. pernah bersabda, “Saya mencintai Arab karena saya orang Arab”. Sebuah aforisme yang perlu kita sadari, betapa pentingnya cinta tanah air, patriotisme, dan nasionalisme.
Allah Swt. telah memberikan kita sebuah anugerah yang tak terkira, berupa kebhinekaan. Anugerah yang menjadikan kita untuk selalu lapang dada menerima perbedaan dan tetap bersatu menjaga keutuhan negara. Ada fakta menarik mengenai kebhinekaan yang sama-sama kita rawat dalam bingkai keindonesiaan ini. Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah bukanlah misi kenabian (nubuwwah) itu sendiri. Justru misi kenabian yang sebenarnya adalah menghapus kesukuan juga budaya Arab Jahiliyah yang cenderung tribalistik dan etnosentris. Pasca Khulafaur Rasyidin, dinasti-dinasti datang dengan membawa bangsa kesukuan yang sangat kental dan menyombongkan kesukuan tersebut. Sebuah fakta yang dengan jelas memperlihatkan kemunduran.
Dalam dinamika perjalanan bangsa ini, Pancasila sudah teruji menjadi satu-satunya ideologi yang paling cocok dengan karakter dan kepribadian bangsa Indonesia. Senada dengan spirit elgatarianisme Nabi Muhammad saw. yang ingin mengayomi setiap pemeluk agama dan menghapus kesukuan juga budaya Arab Jahiliyah, sehingga Pancasila menjadi ideologi yang masih relevan bagi bangsa Indonesia.
Sementara subtansi ajaran agama menjadi ruh yang mengilhami nilai-niai luhur Pancasila. Apabila dicermati, sila-sila yang ada di Pancasila pada hakikatnya merupakan substansi ajaran agama itu sendiri. Nilai Ketauhidan, Kemanusiaan, Persatuan (ukhuwah), Kerakyatan, Musyawarah, serta keadilan.
Merawat dan menjaga Pancasila seutuhnya memerlukan pengorbanan serta jiwa kenegarawanan yang ada. Rakyat tentu membutuhkan komitmen kesungguhan pada setiap penyelenggara negara, baik unsur eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, agar dapat memberikan keteladanan dalam mencintai dan mengamalkan Pancasila.
Jika dibilang kesesuaian Pancasila dengan agama, maka Pancasila sudah sangat sesuai. Karena dalam konteks berbangsa dan bernegara, beragama secara substansi tentu perlu untuk dijalankan, alih-alih bertindak dengan label formalitas agama belaka.
Perdebatan mengenai hubungan Pancasila dengan agama sudah lama selesai di republik ini. Pancasila bertindak sebagai falsafah berbangsa yang baik dengan berpegang teguh pada kemaslahatan umum. Maka sistem yang di dalamnya muncul ketertiban, kedisiplinan, menjalankan kebijakan secara adil yang proporsional.
Sejarah mencatat, ideologi komunis ingin menggeser kedudukan Pancasila, bangsa kita tak menerimanya. Justru komunisme menjadi tragedi berdarah-darah paling kelam di belantika sejarah bangsa Indonesia. Demikian juga dengan ideologi khilafah yang hendak mengusung negara Islam kala itu, tidak mampu mengambil hati rakyat Indonesia. Ideologi khilafah tumbang dan tak mampu tumbuh di Indonesia.
Hingga kini, Pancasila masih kokoh menjadi falsafah kehidupan bangsa. Pancasila menjadi simpul pemersatu serta rumah bagi kemajemukan bangsa Indonesia. Mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sama halnya kita merawat semangat kerukunan dan perdamaian. Sebab Nabi Muhammad saw. tidak menganjurkan kita mementingkan satu golongan saja dan pancasila mengusung falsafah tersebut.(//)
Kontributor: Achmad Dhani, Semester 6
Penyunting Bahasa: Isa Saburai