Muslimah Meraih Cita: Kisah Sayyidah Aisyah Ra Sang Intelek Muslimah

Muslimah Meraih Cita: Kisah Sayyidah Aisyah Ra Sang Intelek Muslimah

“Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih menguasai Alquran, lebih tau yang wajib, halal, haram, lebih paham sastra, tradisi, dan silsilah keturunan Arab, daripada Aisyah ra.” 

(Hisyam bin Urwah)

Berbicara Muslimah berarti bicara soal perempuan. Dewasa ini, banyak orang yang beranggapan bahwa Islam membatasi setiap gerak-gerik Muslimah. Seringkali timbul masalah disekitar pembagian peran dalam kehidupan. Di mana kaum laki-laki sering dianggap lebih dominan dalam memainkan berbagai peran dalam masyarakat. Sementara perempuan memperoleh peran yang terbatas dalam berbagai sektor tertentu. Adanya pembagian peran ini dipengaruhi oleh berbagai nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat, tidak terkecuali penafsiran ajaran-ajaran agama. Istilah imam dalam Islam seringkali dijadikan patokan umat Islam untuk meng-klaim bahwa perempuan selalu berjalan di belakang laki-laki. Hal ini menyebabkan akses perempuan dalam hal meraih apa yang ia inginkan sangat kurang sekali.

Dalam konteks ini, muncul banyak sekali pertanyaan besar dalam benak seorang Muslimah. Salah satunya, apakah seorang Muslimah boleh mempunyai cita-cita? Toh, nanti setelah menikah semua kendali istri ada pada suami. Lalu, buat apa seorang Muslimah mempunyai cita-cita? Begitulah kira-kira. Bukankah dari sini tampak sekali bahwa Islam sangat membatasi perempuan. Bukankah hal semacam itu akan menimbulkan keterbelakangan sosial pada diri Muslimah. Lalu, di mana peran Muslimah dalam memajukan Islam di dunia ini? 

Dalam hal ini, mari kita bercermin kepada tokoh perempuan-perempuan hebat di zaman Rasulullah SAW. Di mana sejarah membuktikan banyak tokoh Muslimah yang memiliki peran dan posisi strategis dalam perkembangan Islam. Bahkan mereka para Muslimah telah memiliki posisi yang cukup untuk diperhitungkan dan mengukir sejarah. Di antara tokoh Muslimah di zaman Nabi SAW yang terkenal dengan kecerdasan intelektualnya adalah Aisyah binti Abu Bakar ra. Beliau memiliki kisah yang sangat menarik yang mampu menjawab segala pertanyaan-pertanyaan serta kegundahan hati para perempuan terkait nasibnya sebagai seorang Muslimah di dunia ini. Bagaimana kita sebagai seorang Muslimah menyikapi peran dalam modernisasi Islam sesuai tuntunan agama yang diridhai Allah SWT. 

Sayyidah Aisyah Ra merupakan satu-satunya istri yang masih perawan ketika dinikahi Rasulullah SAW. Beliau dinikahi Rasulullah pada usia enam tahun dan memulai kehidupan rumah tangganya pada usia sembilan tahun. Hal ini membuktikan bahwa Sayyidah Aisyah sebagai perempuan yang terjaga kehormatannya sejak beliau masih kecil. Beliau merupakan putri dari pasangan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra dan Ummu Ruman binti Amir. Walaupun Sayyidah Aisyah menikah pada usia yang sangat belia, namun bukan berarti masa kanak-kanaknya terenggut. Jika dilihat dari usia yang masih sangat muda bagi seorang pengantin, maka tidak mengherankan jika Aisyah kecil masih suka bermain dengan teman-teman sebayanya walaupun sudah menikah. Dan Rasulullah pun sangat menghargai dan memahami mudanya usia Aisyah, sehingga beliau tidak keberatan sama sakali atas kegemaran Aisyah untuk bermain layaknya anak-anak pada umumnya. 

Setelah memasuki usia sembilan tahun, Aisyah ra diajak oleh Rasulullah SAW untuk tinggal bersama di ‘Rumah Kenabian’, sebuah tempat yang banyak diturunkan wahyu ilahi dan dibacakan di dalamnya Alquran siang dan malam. Selama tinggal bersama Rasulullah, beliau pandai sekali mengurus rumah dan tahu apa yang wajib di lakukan seorang istri. Aisyah ra juga sosok perempuan yang sangat taat dan patuh terhadap suaminya. Atas siafatnya itulah Rasulullah SAW sangat mencintai Aisyah ra sehingga keberkahan dan keharmonisan selalu menaungi rumah tangga mereka.

Selain itu, Sayyidah Aisyah juga terkenal memiliki kecerdasan akan pengetahuan intelektual dalam dunia Islam. Bahkan kecerdasan beliau sudah sangat nampak dari beliau kecil. Pemikiran beliau terlihat sangat berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Hal ini tampak pada perilaku dan cara beliau berbicara yang sarat akan makna. Jadi tidak jarang banyak yang menyebut beliau memiliki pemikiran dewasa sebelum waktunya. Seperti yang kita ketahui betapa beliau hapal dan ingat betul  segala peristiwa yang dialaminya semasa kanak-kanak. Bagaimana Aisyah ra bisa memahami hadits-hadits Rasulullah SAW yang mudah baginya, kemudian meriwayatkannya, bahkan mampu menyimpulkan hukum dan cabang-cabang fikih dari hadits tersebut. Beliau juga mampu menjelaskan hikmah-hikmah dan maslahat dari peristiwa-peristiwa yang dialaminya saat masih kecil. Sampai-sampai dalam keadaan bermain pun, jika mendengar ayat Al-qur’an dibacakan, Sayyidah Aisyah mampu mengingatnya. 

Hisyam Ibn Urwah berkata, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih menguasai Al-qur’an, lebih tau yang wajib, halal, haram, lebih paham sastra, tradisi, dan silsilah keturunan Arab, daripada Aisyah ra.” Pernyataan Hisyam tersebut mampu menjadi bukti betapa pandai dan cerdasnya Aisyah sehingga mampu menguasai berbagai macam bidang ilmu pengetahuan. Di antaranya; Bidang kedokteran, sejarah, sastra, khitobah, hadits, dan tafsir Al-qur’an. Hal ini pula yang menyebabkan Rasulullah SAW sangat senang jika berbincang lama dengan Aisyah ra, karena retorikanya yang indah dan cara berpikirnya yang tajam dan kritis sehinga mampu menjawab segala pertanyaan-pertanyan yang terlontar dari lisan Rasulullah SAW dengan sangat lugas dan menyenangkan. Di samping itu, Sayyidah Aisyah juga terkenal sebagai perempuan yang sangat rajin, lebih-lebih jika hendak bertemu dengan Rasulullah SAW. Beliau selalu berhias dan berusaha terlihat menyenangkan di hadapan Rasulullah SAW. Hingga cinta yang dimiliki Rasulullah SAW selalu bertambah berkali-kali lipat setiap waktunya.

Sepeninggal Rasulullah SAW, Aisyah ra menghabiskan waktunya untuk meluruskan pendapat orang-orang tentang kaum perempuan. Selain itu, beliau juga meneruskan dakwah beliau dengan membuka ‘Madrasah Aisyah’ tempat para sahabat mencari tahu kehidupan Rasulullah SAW yang tidak diketahui para sahabat-sahabatnya. Berkat kepandaian dan kecerdasannya dalam berbagai bidang ilmu, sehingga banyak sekali para pencari ilmu yang datang untuk belajar dengan Sayyidah Aisyah. Beliau meneruskan dakwah sang suami dengan menjadi guru para sahabat hingga para tabi’in, di antaranya; Abu Musa al-Asy’ari, Abu Hurairah, Urwah Ibn Zubair, dan masih banyak lagi.

Sayyidah Aisyah ra adalah wanita istimewa, teladan intelektual bagi Muslimah di seluruh dunia. Beliau banyak memberikan kontribusi nyata pada perkembangan keilmuan Islam. Sayyidah Aisyah ra hadir sebagai bukti bahwa perempuan juga mampu berjalan beriringan dengan laki-laki bahkan mendahuluinya. Dari Sayyidah Aisyah ini juga bisa kita simpulkan bahwa Islam tidak pernah membatasi apalagi melarang Muslimah untuk selalu berkarya dan meraih cita-citanya. Islam hanya memberi panduan kepada Muslimah yang ingin berkarya agar mereka tidak lupa dengan peran mereka sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya kelak. Perempuan adalah ‘Rahim Kehidupan’ tempat asal manusia berawal, dan dari perempuan juga darah akan mengalir untuk anak-anaknya kelak. Oleh karena itu, Muslimah tidak boleh melupakan kodrat dan fitrah sebagai seorang istri dan seorang ibu. Selalu sertakan suami dalam keadaan apapun, karena pada hakikatnya suami adalah pemimpin bagi keluarga, sehingga istri akan selalu butuh akan ridha dan izin suami ketika akan melakukan sesuatu. Dan jangan lupa ‘Al-Ummu Madrasatul ‘ula’, kalimat masyhur yang menjadi tendensi bahwa Muslimah harus memiliki intelektualitas yang tinggi sebagai modal mendidik anak-anaknya kelak supaya tumbuh dan menjadi anak yang sholih dan sholihah yang berguna di masyarakat dan juga agamanya. Melalui kisah ini penting adanya kesadaran bahwa Muslimah juga harus berusaha untuk mengembangkan diri, menambah wawasan, dan mengasah intelektualitas mereka seperti halnya yang dilakukan Ummul Mu’minin Aisyah ra.

Referensi: 

An-Nadawi, Sulaiman. 2016. Aisyah R.A. : Wanita Terhebat Dalam Islam. Jakarta: Qisthi Press.

Badawilah, Ahmad bin Salim. 2009. Kisah Istri Agung: ‘Aisyah. Trjm. Atik Fikri Ilyas, Ali Ghufran. Jakarta: Nakhlah Pustaka.

Thahmaz, Abdul hamid. Tahun 2017. Sayyidah ‘Aisyah: Ibu dan Guru Umat Muslim. Depok: Fathan Prima Media.

Al-Asymawi, Abdurrahman bin Shalih. 2019. Aisyah: Wanita Cerdas yang Dicintai Rasulullah SAW. Jakarta: Bee Media Pustaka.

Puyu, Darsul S. 2013. Perempuan, Anda tidak dibenci Nabi Muhammad SAW. Makassar: Alauddin University Press.

Tidjani, Aisyah. 2016. Aishah Binti Bakr r.a. Wanita Istimewa yang Melampaui Zamannya. DIROSAT Jurnal Studi Islam, vol. 1.

Kontributor: Winda Khoerun Nisa, Semester IV

Leave a Reply