Uncategorized

Menyibak Untaian Kebrilianan Sayyidina Ali bin Abi Thalib

MAHADALYJAKARTA.COM – Dialah singa para pahlawan yang hidup dengan hati dan anggota badannya untuk Allah Swt. Dialah orang yang bertakwa, terdidik dalam taman Islam, dan disiram dengan air wahyu sehingga dia tumbuh menjadi sebuah bunga yang aroma harumnya memenuhi segala penjuru alam raya ini, bahkan kita masih terus menyebarkan perjalanan hidupnya yang harum sampai hari ini.

Angin akan senantiasa menebarkan aroma harumnya sepanjang zaman dan masa di seluruh penjuru dunia agar seluruhnya mengetahui bagaimana Rasulullah saw. mampu mendidik sahabat-sahabatnya sehingga menjadi bintang-bintang di langit dunia yang menerangi jalan manusia menuju Allah Swt. Bagaimana tidak demikian, Rasulullah saw. adalah seorang laki-laki yang langsung dididik oleh Al-Khaliq untuk mendidik umat dan generasi sepanjang masa dan zaman.

Dalam usia enam tahun, dia mulai hidup bersama Rasulullah saw. mengambil adab dari kedua tangannya, terpengaruh oleh kesuciannya, kebesaran jiwanya, kebersihan hati, dan tingkah lakunya. Dia adalah Ali bin Abi Thalib yang sibuk mendampingi Rasulullah saw. sepanjang hayat karena dia selalu dekat dengannya.

Tidak heran jika dia memiliki banyak keutamaan dan gelar yang didapatkan dari Rasulullah saw. Ali bin Abi Thalib berkata, “Rasulullah saw. pernah mengutusku ke Yaman maka aku berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah saw. engkau mengutusku kepada suatu kaum yang lebih tua daripada aku agar memutuskan perkara di antara mereka.’ Maka Rasulullah saw. bersabda: ‘Pergilah! Karena sesungguhnya Allah Swt. akan meneguhkan lisanmu dan membimbing hatimu’.”

BACA JUGA: Menguak Kisah Ali bin Abi Thalib

Ketika dia diangkat menjadi khalifah dan umat Islam membaiatnya, Ali bin Abi Thalib pergi ke masjid dengan mengenakan serban Rasulullah saw. dan juga memakai sandal Rasulullah saw. lalu dia naik mimbar dan duduk di atasnya, lantas berkata: “Ma’asyirannas … bertanyalah kepadaku sebelum kalian kehilanganku.” Inilah wadah ilmu, karena dia mempunyai ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang yang akan datang.

Sungguh hal yang wajar, jika dia bertindak demikian. Perkataannya tentu bukan sekadar omong kosong belaka, tetapi itu sebuah kenyataan dan bukti kesiapan Ali bin Abi Thalib untuk memberikan jawaban segala persoalan dan memberikan solusi yang tepat segala problem umat manusia.

Dialog Ketuhanan

Hal yang sudah familiar di kalangan umat Islam adalah bahwa dia memiliki banyak gelar, di antaranya yaitu Al-Hadi (petunjuk) dan Kassyaf al-Kurb (penyingkap kesulitan). Hal ini terbukti dalam dialognya dengan tokoh Nasrani yang pandai teologi dan hafal kitab Taurat (Perjanjian Lama) dan kitab Injil (Perjanjian Baru). Tokoh Nasrani tersebut berkata: “Tunjukkanlah kepadaku orang yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaanku.

“Tanyalah, wahai orang Nasrani! Demi yang membelah biji-bijian dan menciptakan makhluk, engkau tidak bertanya tentang yang lampau dan yang akan datang kecuali aku beritahu kamu tentangnya dari Rasulullah saw.” Kata Sayyidina Ali bin Abi Thalib.

Orang Nasrani itu berkata, “Beritahukan kepadaku apakah engkau beriman menurut Allah Swt. atau beriman menurut dirimu sendiri?”

Sayyidina Ali bin Abi Thalib menjawab, “Aku beriman menurut Allah Swt. sebagaimana aku beriman dalam keyakinanku.”

Orang Nasrani berkata kembali, “Allahu Akbar, ini ungkapan orang yang kokoh agamanya dan meyakini kebenaran keyakinannya.”

Lalu, orang Nasrani bertanya lagi, “Dengan apa kamu meyakini kebenaran nabimu?”

“Dengan tanda-tanda yang menakjubkan dan mukjizat-mukjizat yang jelas!” jawab Sayyidina Ali bin Abi Thalib.

“Inilah cara berdalil,” kata orang Nasrani dengan kagum.

“Beritahu kepadaku tentang Allah Swt. ada di mana sekarang?”Lanjutnya.

“Wahai orang Nasrani, sesungguhnya Allah Swt. jauh dari mana dan suci dari tempat. Dia sejak azal (tidak bermula) tidak bertempat dan sampai saat ini seperti itu. Tidak berubah dari satu keadaan ke keadaan lain.”

“Benar dan baik, wahai orang pandai, kamu menjawab secara ringkas tetapi padat,” ucap orang Nasrani.

“Beritahukan aku tentang Allah Swt. Apakah menurutmu Dia dapat dijangkau dengan indra, sehingga orang akan mencarinya menggunakan indra atau bagaimana cara mengetahuinya jika tidak mungkin dengan indra?” lanjutnya penasaran. 

“Yang Maha Raja dan Maha Kuasa, sangat suci untuk disifati dengan ukuran atau dijangkau oleh indra bahkan disamakan dengan manusia. Jalan untuk mengenalnya ialah dengan ciptaan-ciptaannya yang menakjubkan akal dan memberi petunjuk bagi orang-orang yang berpikir,” jelas Sayyidina Ali bin Abi Thalib.

“Kamu benar. Itulah yang hak. Banyak orang tersesat dalam kebodohan-kebodohan,” komentar orang Nasrani. Kemudian tokoh Nasrani tersebut dan para pengikutnya mendeklarasikan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah dan kamu adalah Washi Rasulullah saw.

Perseteruan Konsumen Roti

Ath-Thabrani juga meriwayatkan dari Zir bin Hubaisy, dia berkata: “Ada dua orang duduk sedang makan siang. Salah seorang di antaranya memegang lima potong roti dan seorang lagi memegang tiga potong roti. Tatkala mereka mulai akan makan tiba-tiba ada seorang laki-laki datang dan mengucapkan salam.” Kedua orang itu berkata: “Duduk dan makan sianglah.” Orang tadi duduk dan makan bersama kedua orang itu. Ketiganya makan dengan kadar yang sama dalam pembagian delapan potong roti tadi. Orang yang ikut makan tadi berdiri dan memberikan kepada mereka uang sebanyak delapan dirham. Dia berkata: “Ambillah uang itu sebagai ganti makanan yang saya makan tadi.” Kedua orang tadi mulai bertengkar. Orang yang memiliki lima roti berkata: “Engkau mendapat bagian lima dirham sedangkan engkau mendapat tiga.” Orang yang memiliki tiga potong roti itu berkata: “Saya tidak rela dengan cara pembagian ini kecuali jika dibagi menjadi dua bagian.”

Lalu keduanya mengajukan masalah ini kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Mereka mengisahkan kisah tadi. Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata, “Temanmu yang memiliki lima potong roti telah menawarkan kepadamu apa yang dia tawarkan. Dia memiliki roti lebih banyak dari kamu. Maka relalah kamu dengan tiga bagian dirham itu.” Namun, orang itu berkata: “Saya tidak rela kecuali dengan pembagian yang hak, benar dan jujur.” Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata, “Sebenarnya pembagian yang hak bagimu itu adalah mendapat satu dirham sedangkan dia harus mendapat tujuh dirham.” Orang itu berkata, “Subhanallah! Jika memang demikian adanya, maka perlihatkanlah kepada saya cara pembagian yang benar dan saya akan menerima dengan senang hati.”

Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata, “Bukankah delapan potong roti itu menjadi 24/3. Dan, kalian makan tiga orang. Tidak ada di antara kalian yang makan jauh lebih banyak atau lebih sedikit semuanya mendapat bagian yang sama. Kamu makan 8/3. Sedangkan yang kamu miliki adalah 9/3. Kawanmu juga makan 8/3 dan dia memiliki bagian 15/3. Sedangkan yang tujuh lagi sisa dari milik temanmu dimakan oleh pemilik dirham. Sedangkan dia hanya makan satu dari milikmu. Maka dengan demikian kamu pantas mendapat satu sedangkan temanmu pantas mendapat tujuh dirham. 

Wanita Hamil yang Akan Dirajam

Diriwayatkan dari Al-Husain, bahwa pada masa Khalifah Umar bin al-Khattab dihadapkan kepadanya perempuan hamil. Khalifah bertanya kepadanya tentang sebab kehamilannya. Perempuan itu mengaku telah berbuat serong. Lalu Khalifah Umar bin al-Khattab menyuruh agar dia dirajam. Kemudian Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata, ”Mengapa perempuan ini?” Dikatakan kepadanya bahwa dia akan dirajam. Lalu Sayyidina Ali bin Abi Thalib membawanya kembali menghadap khalifah. Khalifah Umar bin al-Khattab berkata,” Ya, orang ini mengaku telah berbuat serong dihadapanku.” 

Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata, “Anda berkuasa atasnya, tetapi Anda tidak berkuasa atas kandungannya. “Kemudian Sayyidina Ali bin Abi Thalib melanjutkan, “Barangkali Anda telah membentak dan menakut-nakutinya?” Khalifah Umar bin al-Khattab berkata, “Begitulah.” Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata, ”Tidakkah Anda mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Bagi orang yang mengaku setelah kecelakaan (bala’) tidak dikenakan atasnya had (hukuman). Sesungguhnya orang yang Anda ikat, tahan dan ancam tidak ada baginya pengakuan.” Maka Khalifah Umar bin al-Khattab membiarkan perempuan itu.

BACA JUGA: Menilik Keistimewaan Ali bin Abi Thalib Sebagai Menantu Nabi

Dari serpihan kebrilianan Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang telah diuraikan secara ringkas ini, baik dalam memberikan kebijakan maupun dalam menyikapi problem umat tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa beliau merupakan figur yang patut diteladani dari seluruh aspek kehidupannya setelah baginda Rasulullah saw. d lain sisi karena kedekatannnya dengan beliau (Rasulullah saw.) Mulai hidup bersama di rumah Rasulullah saw. sejak masa belia maka dia mengetahui kehidupan intern beliau. Mempelajari keadaan-keadaan dan akhlak-akhlak beliau dari dekat dan pastinya mendapatkan porsi yang lebih banyak dari sumbernya, terutama dari ranah keilmuan. Tetapi, tentunya tidak menafikan keberadaan para sahabat yang lainnya dan juga memiliki keutamaan dan keistimewaan tersediri. (//)

REFERENSI:

As-Suyuthi, Jalaludin. Tarikh Khulafa’, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiah. 2021.

Al-Mishri, Syaikh Mahmud. Sahabat-Sahabat Rasulullah, Jilid 1. Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2010.

Al-Hakimi, Muhammad Ridha. Mengungkap Untaian Kecerdasan Sayyidina Ali bin Abi-Thalib, Bandung: YPI Al-Jawad, 2002. 

Al-Quraibi, Ibrahim. Sejarah Lengkap Kehidupan Empat Khalifah Setelah Wafatnya Rasulullah saw. Jakarta: Qisthi Press, 2009. 

Andi Bastoni, Hepi. Sejarah Para Khalifah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008.

Kontributor: Muhammad Mas’ud, Semester VI

Penyunting Bahasa: Isa Saburai

5 thoughts on “Menyibak Untaian Kebrilianan Sayyidina Ali bin Abi Thalib

  • Membaca siroh sahabat nabi emang bikin bergetar ya, aku ada beberapa buku kisah Ali ini, selalu membuat merinding.

    Reply
  • Sayyidina Ali bin Abi Thalib sungguh figur yang patut diteladani dari seluruh aspek kehidupannya.

    Reply
  • Semoga kita dapat meneladani kisah-kisah sahabat Rasulullah agar dapat menjalani hidup yang baik dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar ya. Aamiin

    Reply
  • Masya Allah ya kalau baca sejarah sahabat nabi. rasanya lidah tidak berhenti memuji karena kagum dengan kepintaran dan kesholehan mereka. Semoga nanti akan banyak lagi generasi muda seperti ali yang membela Allah dan RasulNya.

    Reply
  • Rika Widiastuti Altair

    MasyaAllah, sungguh sifat dan sikap Sayyidina Ali bin Abi Thalib adalah contoh teladan yang patut kita pedomani. Semoga kita semua umat Rasulullah SAW bs menjadi sebaik-baiknya pribadi muslim.

    Reply

Leave a Reply to Naqiyyah Syam Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *