Meniti Jejak Kebaikan: Inspirasi dari Kehidupan Abdullah bin Umar

Meniti Jejak Kebaikan: Inspirasi dari Kehidupan Abdullah bin Umar

MAHADALYJAKARTA.COM- Tidaklah agama Islam sampai ke kita, kecuali dengan perantara para sahabat nabi radhiyallahu ‘anhum, para tabi’in, para ulama, orang-orang saleh. Kontribusi mereka dalam perkembangan Islam sangatlah besar. Terutama para sahabat yang hidup sezaman dengan Rasulullah, Ibnu Abi Hatim rahimahullahu mengatakan:

فأما أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم، فهم الذين شهدوا الوحي والتنزيل، وعرفوا التفسير والتأويل، وهم الذين اختارهم الله عز وجل لصحبة نبيه صلى الله عليه وسلم ونُصرته وإقامة دينه، وإظهار حقه، فرضِيهم له صحابةً، وجعلهم لنا أعلامًا وقدوة، فحفِظوا عنه صلى الله عليه وسلم ما بلغهم عن الله عز وجل، وما سنَّ وشرع، وحكم وقضى، وندب وأمر ونهى، وحظر وأدب، وعوه وأتْقنوه، ففقِهوا في الدين، وعلموا أمر الله ونهيه ومراده بمعاينة رسول الله صلى الله عليه وسلم، ومشاهدتهم منه تفسير الكتاب وتأويله، وتلقُّفهم منه واستنباطهم عنه، فشرَّفهم الله عز وجل بما منَّ عليهم وأكرمهم به من وضعه إياهم موضع القدوة، فنفى عنهم الشك والكذب والغلط والريبة والغمز، وسماهم عدول الأمة

“Adapun sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, merekalah yang menyaksikan turunnya wahyu, paham tentang tafsirnya, dan mereka dipilih oleh Allah untuk menemani Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, menolong-Nya, menegakkan agama-Nya, dan menampakkan kebenaran-Nya. Allah ridai mereka untuk membersamai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Allah jadikan mereka sebagai teladan bagi kita. Mereka turut memelihara apa yang nabi sampaikan dari Allah azza wa jalla, tentang sunnah, syariat, hukum, ketetapan, anjuran, perintah, larangan, peringatan dan azab. Mereka hafalkan dan jaga benar-benar. Mereka memahami agama. Mereka mengetahui perintah Allah, larangan-Nya, dan maksudnya dengan bimbingan langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka menyaksikan penjelasan dan tafsir Al-Qur’an. Mereka belajar langsung kepada Nabi dan belajar bagaimana menggali hukum darinya. Allah muliakan mereka dengan karunia-Nya dan jadikan mereka suri tauladan. Dan tidaklah tersemat dalam diri mereka ragu, dusta, dan gamang. Itulah sebab mereka disebut dengan umat yang adil.” 

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mempelajari kehidupan para sahabat nabi sebagai langkah awal meneladani akhlak dan keimanan mereka. Salah satu sahabat yang sering disebut dalam buku-buku hadis adalah Ibnu Umar (Abdullah bin Umar) radhiyallahu ‘anhu. Bagaimana kehidupan beliau? Mari kita simak, semoga kita dapat mengambil banyak pelajaran darinya.

Namanya adalah Abdullah bin Umar bin al-Khattab bin Nufail bin Abdil Uzza bin Riyah bin Abdillah bin Qurth bin Razah bin Ady bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr. Ibunya bernama Zainab binti Madz’un. Kuniyah Abdullah bin Umar adalah Abu Abdirrahman. 

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang tahun kelahiran Abdullah bin Umar. Sebagian berpendapat bahwa beliau lahir setahun sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat sebagai Rasul di kota Mekah, sementara ulama lainnya berpendapat bahwa beliau lahir sepuluh tahun sebelum turunnya perintah hijrah ke kota Madinah. Abdullah bin Umar masuk Islam bersama bapaknya, Umar bin al-Khattab, ketika beliau belum memasuki usia baligh. Beliau kemudian berhijrah bersama bapaknya ke kota Madinah saat umurnya mencapai sepuluh tahun.

Abdullah bin Umar termasuk sahabat yang ahli ibadah dan sudah dikenal dengan sifat ini sejak masih muda. Beliau termasuk al-Abadillah al-Arba’ah, yaitu kelompok sahabat yang dikenal sebagai pemberi fatwa sejak usia muda. Selain Abdullah bin Umar, tiga lainnya adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Zubair, dan Abdullah bin Amr bin al-Ash.

Selain dikenal sebagai al-Abadilah, Abdullah bin Umar juga terkenal sebagai sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis. Beliau meriwayatkan 2.630 hadis, menjadikannya orang kedua yang paling banyak meriwayatkan hadis Nabi setelah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Sejak kecil, Abdullah sangat mengidolakan dan mencintai Rasulullah. Dia memperhatikan setiap tingkah laku Nabi Muhammad dan mengikuti setiap gerak-geriknya.

“Suatu ketika Rasulullah pernah menunaikan salat di suatu tempat, maka Ibnu Umar juga menunaikan salat di tempat yang sama. Suatu ketika, Rasulullah berdoa sambil berdiri, maka Ibnu Umar pun berdoa sambil berdiri.” Istri Rasulullah, Aisyah, juga melihat kesungguhan Ibnu Umar. Beliau pernah mengatakan, “tidak seorang pun yang mengikuti jejak-jejak nabi di tempat-tempat persinggahan beliau sebagaimana Ibnu Umar.”

Dari kebiasaannya memperhatikan dan mengikuti jejak Nabi Muhammad, Ibnu Umar menjadi salah satu sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis. Abdullah bin Umar, atau Ibnu Umar, adalah sahabat Nabi Muhammad saw yang terkenal sebagai periwayat hadis terbanyak kedua. Setiap hadis yang diriwayatkannya disampaikan dengan hati-hati. Ibnu Umar hanya meriwayatkan hadis dari Rasulullah jika dia hafal setiap katanya dengan baik.

Dalam memberikan fatwa pun, Abdullah bin Umar sangat berhati-hati. Dia hanya akan memberikan pendapat jika benar-benar memahami persoalan tersebut. Bahkan, Abdullah pernah menolak tawaran Khalifah Usman bin Affan karena takut tidak dapat memutuskan perkara dengan baik, yang dapat menghalanginya masuk surga. Suatu waktu, Abdullah bermimpi, dan adiknya, Hafshah, menceritakan mimpi tersebut kepada Rasulullah. Sang Nabi memberikan tanggapan, “laki-laki terbaik adalah Abdullah jika dia rajin salat malam dan memperbanyaknya.”

Ucapan Rasulullah itu membawa dampak besar pada Abdullah, yang tak pernah meninggalkan salat malam sejak itu. Dia semakin tekun dalam beribadah kepada Allah. Abdullah juga dikenal sebagai orang yang gemar berbagi. Ilmu dan amal memang dua hal yang berbeda. Seseorang mungkin memiliki pemahaman yang dalam tentang kebaikan, namun belum tentu mengamalkannya.

Dalam kitab Hilyah al-Auliyâ wa Thabaqat al-Ashfiyâ’, Imam Abu Na’im al-Ashbahânî (330-430 H) mencatat dua riwayat tentang Sayyidina Abdullah bin Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Berikut riwayatnya:

حدثنا أحمد بن محمد بن سنان،حدثنا محمد بن إسحاق السراج،حدثنا عمرو بن زرارة، حدثنا أبو عبيدة الحداد عن عبد الله بن أبي عثمان، قال: كان عبد الله بن عمر أعتق جاريته التي يقال لها: رميثة، وقال: إني سمعت الله عز وجل يقول في كتابه: لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّي تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّوْنَ (آل عمران: ٩٢)، وإني والله إن كنت لأحبك في الدنيا، إذهبي فأنت حرة لوجه الله عز وجل

Ahmad bin Muhammad bin Sinan bercerita kepada kami, bercerita Muhammad bin Ishaq al-Siraj, bercerita ‘Amr bin Zurarah, bercerita Abu ‘Ubaidah al-Hadad dari Abdullah bin Abu ‘Utsman, ia berkata:

“Abdullah bin Umar telah memerdekakan budak perempuannya yang bernama Rumaitsah. Ia berkata: ‘Sesungguhnya aku mendengar Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam kitab-Nya (QS. Ali Imran: 92): Kalian sekali-kali tidak akan sampai pada kebajikan (sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai. Demi Allah, aku mencintaimu di dunia, maka pergilah, kau adalah perempuan merdeka karena Allah ‘Azza wa Jalla’.”  Riwayat yang kedua:

حدثنا القاضي أبو أحمد محمد بن أحمد بن إبراهيم، حدثنا جعفر بن محمد بن عتيب، حدثنا محمد بن سعيد بن يزيد بن إبراهيم، حدثنا أبو عاصم عن ملك بن مغول عن إبراهيم بن مهاجر عن مجاهد عن ابن عمر-رضي الله عنه-قال: لما نزلت (لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّي تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّوْنَ) دعا ابن عمر-رضي الله عنه-جارية له فأعتقها

Al-Qadhi Abu Ahmad Muhammad bin Ahmad bin Ibrahim bercerita kepada kami, bercerita Ja’far bin Muhammad bin ‘Atib, bercerita Muhammad bin Sa’id bin Yazid bin Ibrahim, bercerita Abu ‘Ashim dari Malik bin Mughawwal, dari Ibrahim bin Muhajir, dari Mujahid, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

“Ketika turun ayat, Kalian sekali-kali tidak akan sampai pada kebajikan (sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai, Ibnu Umar memanggil budak perempuannya, kemudian memerdekakannya.” 

Pernahkah kalimat semacam, “aku paham ayat Al-Qur’an ini, dan aku mengamalkannya,” menerjang masuk ke dalam pikiran kita dan berupaya untuk mengamalkannya? Tentu, memahami Al-Qur’an tidak semudah memahami novel. Diperlukan ragam perangkat pengetahuan pendukung untuk memahaminya. 

Dalam riwayat di atas tadi, dikisahkan ketika ayat 92 dari Surah Ali Imran turun, Sayyidina Abdullah bin Umar bergegas memerdekakan budak perempuannya. Ia berkata, “demi Allah, aku mencintaimu di dunia, maka pergilah, kau adalah perempuan merdeka karena Allah ‘Azza wa Jalla.”

Sebagaimana firman Allah (QS. Ali Imran: 92), “Kalian sekali-kali tidak akan sampai pada kebajikan (sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai.” Sayyidina Abdullah bin Umar mengamalkannya dengan cara menafkahkan sebagian harta yang paling dicintainya, yaitu budak perempuannya. Ia memerdekakannya karena Allah.

Jika seseorang masih terikat pada harta yang dicintainya dalam berbuat baik, ia tidak akan mencapai kebajikan yang sempurna, dan kasih sayangnya tidak akan merata. Karena di sinilah kita melatih diri, dan di sinilah kita menghilangkan prasangka, yaitu dengan sungguh-sungguh memahami dan mengamalkan firman-Nya.

Melatih diri berarti mengubah pola pikir dan perasaan kita yang selama ini mungkin terpola pada anggapan bahwa sedekah hanya berarti memberikan uang receh atau uang kecil. Tanpa disadari, cara berpikir dan perasaan kita terbiasa dengan pola tersebut. Misalnya, setiap kali kita pergi ke masjid, kita cenderung memasukkan uang kecil ke kotak amal. Namun, pada suatu titik, setelah membaca ayat yang mengingatkan, kita memaksa diri untuk memberikan uang yang lebih berharga dari yang biasanya kita simpan di saku. Awalnya, kita mungkin merasa berat hati dan penuh penyesalan setelah melakukannya. Rasa berat dan penyesalan itu mungkin bertahan beberapa hari. Namun, jika kita melakukannya secara teratur, perlahan-lahan rasa berat tersebut akan menjadi lebih ringan dari sebelumnya. Kita akan merasa lebih terbiasa dan akrab dengan tindakan tersebut. Ini menunjukkan bahwa kita telah berhasil naik ke level yang lebih tinggi dalam berbuat kebajikan.

Sebagai makhluk terbaik, kita diberi akal yang mampu dengan mudah memahami perbedaan antara kebaikan dan keburukan. Kita menyadari bahwa memberi tempat duduk kepada orang tua di kendaraan umum adalah tindakan baik, namun terkadang kita masih mengabaikannya. Kita juga mengetahui bahwa membuang puntung rokok sembarangan adalah perilaku buruk, namun seringkali kita masih melakukannya.

Artinya, pemahaman kita tentang kebaikan dan keburukan belum tentu membuat kita menjadi individu yang bertindak. Terkadang kita masih stagnan, hanya memahami tanpa melaksanakan apa yang kita pahami. Dalam hal ini, kita perlu meneladani kisah Abdullah bin Umar dan mengambil hikmahnya. Kita perlu melatih diri untuk terbiasa berbuat baik dan menghindari keburukan.

Di sisi lain, kisah tersebut juga mengandung pesan tentang kedermawanan yang sangat menantang. Menyerahkan atau melepaskan sesuatu yang kita sangat sukai merupakan ujian yang berat bagi siapapun. Dalam proses ini, kita diuji oleh dua hal: perasaan berat setelah melepaskan sesuatu yang disayangi, dan bekas-bekasnya, yaitu lamanya penyesalan karena kehilangan yang kita cintai.

Dalam situasi ini, kita dihadapkan pada tantangan untuk mengatasi kecintaan kita terhadap dunia. Kita harus menghadapi hawa nafsu kita secara langsung, sehingga secara bertahap kecintaan kita terhadap dunia dapat berubah. Awalnya mungkin sulit untuk mengendalikannya, namun seiring waktu, kita dapat mengendalikannya lebih baik. Rasa berat akan berkurang ketika kita konsisten dalam berbuat baik, dan tindakan tersebut akan menjadi lebih ringan dan nyaman dilakukan.

Pertanyaannya, apakah kita pernah mencoba? Mari kita melakukan introspeksi terhadap diri kita masing-masing! Semoga dari kisah Abdullah bin Umar ini, kita dapat mengambil banyak hikmah dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Wallahu a’lam

Referensi                                                                                                                                              

Khalid, Muhammad Khalid, Biografi 60 Sahabat Rasulullah, Jakarta: Qisthi Pres, 2015.

Setiawan, Nurhayati, Abdullah bin Umar Bagaikan Sebuah Gunung Mulia, Bandung: Titian Ilmu, 2007.

Sarbini, Nurdin Apud, Kisah Sahabat Cilik Rasulullah; Abdullah Bin Umar, Jakarta: Perisai Qur’an, 2016.

Sya’ban, Hilmi ’Ali, Seri Sahabat Nabi, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004.

Wardana, Eka, Sahabat Nabi Untuk Balita, Bandung: Syamil Kid, 2005.

Kontributor: Martaubat Rezeki, Semester II

Editor: Siti Yayu Magtufah

Leave a Reply