Menikahi Pembesar Suku, Strategi Dakwah Jitu

Menikahi Pembesar Suku, Strategi Dakwah Jitu

MAHADALYJAKARTA.COM – Di dalam Islam, pernikahan itu bukan hanya berbicara tentang hubungan pria dan wanita yang diakui sah secara agama dan hukum negara, dan bukan hanya berbicara kebutuhan biologis laki-laki dan perempuan saja, tetapi pernikahan dalam Islam sangat erat kaitannya dengan kondisi jiwa manusia, kerohanian (lahir dan batin), nilai-nilai kemanusian, dan adanya suatu kebenaran.

Berbicara mengenai pernikahan,  menikah merupakan salah satu cara atau strategi dakwah yang digunakan untuk menyebarluaskan agama Islam. Hal ini juga pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw yang menikah dengan Juwairiyah binti Al-Harits bin Abu Dhirar bin Hubaib al-Khuza’iyyah.

Dikisahkan di dalam Kitab-kitab Sirah, pada tahun keenam Hijriah (pendapat lain mengatakan tahun kelima Hijriah), tepatnya pada bulan Sya’ban, tersiar berita di Madinah bahwa Harits bin Abi Dirar, kepala suku Bani Musthaliq, sedang mengumpulkan senjata dan pasukan untuk menyerang Madinah. Rasulullah Saw merespon dengan menyiapkan pasukan berkekuatan tujuh ratus pejuang dan tiga puluh pasukan berkuda dan keluar untuk menghadapi mereka di tanah mereka sendiri. Kaum muslimin yang dipimpin langsung oleh Rasulullah Saw bergerak ke arah mereka hingga sampai di salah satu mata air yang bernama Muraisi di wilayah Qadid.

Awalnya, Rasulullah Saw menyerukan kepada orang- orang dari Bani Musthaliq untuk memeluk agama Islam. Akan tetapi, mereka menolak ajakan tersebut dan memilih berperang. Pertempuran sengit pun terjadi. Kaum muslimin berhasil memenangkan pertempuran dan mendapatkan banyak rampasan perang dan tawanan. Di antara tawanan tersebut terdapat Juwairiyah yang merupakan putri dari Harits bin Abi Dhirar, kepala suku Bani Musthaliq. Setelah menjadi tawanan kaum muslimin, Juwairiyah mendatangi Rasulullah Saw dan mengadukan kemalangan yang menimpanya, terutama tentang suaminya yang terbunuh dalam peperangan dan menanyakan tentang pembebasannya.

Kemudian, Juwairiyah berkata, “Ya Rasulullah, aku Juwairiyah binti al-Harits, pemimpin kaumnya. Sekarang. aku tengah berada dalam kekuasaan Tsabit bin Qais. la membebaniku dengan sembilan keping emas, padahal aku sangat menginginkan kebebasanku.” Lalu, Rasulullah Saw. bertanya, “Apakah kamu menginginkan sesuatu yang lebih dari itu?” “Apakah gerangan itu?” Juwairiyah balik bertanya. Rasulullah Saw. menjawab, “Aku penuhi permintaanmu dalam membayar sembilan keping emas dan aku akan menikahimu.” Juwairiyah cukup terkejut mendengar perkataan Rasulullah Saw. tersebut. Dirinya seakan tidak percaya manusia mulia itu akan menikahinya. Melihat ketulusan Rasulullah Saw. untuk menikahinya, Juwairiyah pun tidak dapat menolaknya.

Ketika para sahabat mengetahui bahwa Rasulullah Saw menikah dengan Juwairiyah, mereka pun membebaskan dan memerdekakan wanita-wanita dan anak-anak yang telah ditawannya. Hal ini adalah solusi jitu Rasulullah Saw dalam menyelesaikan masalah yang mana sebelumnya Kabilah Bani Musthaliq ditawan dan dihinakan lalu diangkat kembali derajatnya setelah Rasulullah Saw menikah dengan Juwairiyyah.

Al-Baihaqi meriwayatkan dari Juwairiyah Radhiyallahu Anha yang berkata, “Tiga malam sebelum kedatangan Rasulullah Saw, aku bermimpi melihat sepertinya bulan berjalan dari Yatsrib (Madinah) hingga jatuh di pangkuanku. Aku tidak suka menceritakan mimpiku tersebut kepada siapa pun di antara manusia, hingga Rasulullah Saw tiba. Ketika kami tertawan, aku mengharapkan realisasi mimpiku tersebut, ternyata kemudian Rasulullah Saw  memerdekakan dan menikahiku.” Setelah itu, ayah Juwairiyah masuk Islam.

Sementara itu, dalam riwayat lain, yaitu dalam kitab al- Isti’ab dan al-Ishabah, disebutkan bahwa ketika Juwairiyah berada dalam tawanan kaum muslimin, ayahnya datang dan menemui Rasulullah Saw., lalu ia berkata, “Hai Muhammad, kamu memang berhasil menawan putriku. Ini kuberikan tebusannya kepadamu agar ia bebas. Putriku tidak layak dijadikan tawanan. Biarkan ia pergi.” Kemudian, Rasulullah Saw bersabda, “Bagaimana pendapatmu jika kupersilakan ia untuk memilih. Bukankah itu lebih baik?” Harits menjawab, “Baiklah!” Harits kemudian mendatangi Juwairiyah dan menyampaikan dua pilihan kepadanya. Ayahnya berkata, “Sesungguhnya engkau telah berbuat baik.” Ayah Juwairiyah lalu menemui Juwairiyah dan berkata kepadanya, “Orang ini (Rasulullah Saw) telah memberi pilihan kepadamu, oleh karena itu, engkau jangan mengecewakan kami. Juwairiyah berkata, “Sungguh aku memilih Allah dan Rasul-Nya.”

Rasulullah Saw. berbuat baik kepada Juwairiyah bukan semata karena wajahnya yang cantik, melainkan karena rasa kasih sayang beliau kepada wanita yang ditinggal mati suaminya itu dan ia telah menjadi tawanan rampasan perang kaum muslimin. Selain itu, pernikahan Rasulullah Saw. dengan Sayyidah Juwairiyah Ra. bertujuan menyebarkan dakwah dan mengislamkan Bani Musthaliq. Rasulullah Saw tidak memiliki keinginan menawan kaum perempuan, memperbudak orang merdeka, mengumpulkan harta, merendahkan orang yang mulia, dan menyebarkan kerusakan di muka bumi sebagaimana yang dilakukan oleh penjajah. Rasulullah Saw hanya datang untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan syirik menuju cahaya tauhid, dari kesesatan menuju petunjuk, dan membebaskan manusia dari peribadahan kepada selain Allah Swt.

Referensi:

Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi. Ketika Rasulullah Harus Berperang. Terj. Masturi Irham dan M. Asmui Taman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2017

Ukasyah Habibu Ahmad. The Golden Stories of Ummahatul Mukminin. Yogyakarta: Laksana. 2021

Mahmud Mahdi Al-Istanbuli dan Musthafa Abu Nashr Asy-Syilbi. Nisa’un Hauli Ar-Rasul wa Ar-Raddu ala Muftaroyati Al-Mustasyriqin. Terj. Ahmad Sarbaini, S. Ag. Al Hafizh, Kasimun, S. Ag., dan Mukhlisin Ibnu Abdurrohim. Jakarta: Hikam Pustaka. 2017

Ahmad Khalil Jam’ah, Syekh Muhammad bin Yusuf Ad Dimasyqi. Nisaul Anbiya fi Dhouil Qur’an wa Sunnah. Terj. Fadhli Bahri. Bekasi: PT Darul Falah. 2017

Prof. Dr. H. Abdul Rahman Ghazaly, M. A. Fiqh Munakahat. Jakarta: Prenadamedia Group. 2019

Kontributor: Muhammad Zainal Abidin, Semester VI

Leave a Reply