Meneladani Semangat Juang Abah Noer dalam Membangun Pesantren di Tengah Kota

Meneladani Semangat Juang Abah Noer dalam Membangun Pesantren di Tengah Kota

MAHADALYJAKARTA.COM – Perjuangan Abah Noer dalam mendirikan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta hingga memiliki 13 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia bukanlah hal yang mudah, apalagi Abah harus memulainya dari nol.

“Abah mendirikan Pondok Pesantren dari nol, dari benar-benar tidak punya apa-apa, tapi beliau menjadi orang yang luar biasa. Harapannya sama, nantinya ketika mahasantri pulang dari pesantren mereka menjadi orang yang berguna bagi masyarakat; menjadi kiai, umara seperti Abah,” ungkap Ustadz Ainun dalam acara kegiatan MasTaMa (Masa Ta’aruf Mahasantri), di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, Minggu, (03/08/23).

Jakarta sebagai Ibu kota memiliki godaan yang kuat, sehingga iman, tekad, dan zikir harus lebih kuat lagi. Jika tekad tidak kuat maka bersiaplah untuk tereleminasi. Karena kata Abah Yai godaan di Jakarta beda dengan di daerah-daerah karena memang setan-setannya juga kelas jendral.

“Teman-teman harus yakin bahwa Allah menempatkan kalian di sini agar menjadi orang-orang hebat seperti Abah Noer. Niatnya harus benar-benar dikukuhkan karena terbukti banyak alumni Asshididiqiyah yang menjadi orang-orang besar. Jangan sampai gemerlapnya Jakarta membuat teman-teman lupa pada tujuan awal,” jelas Photographer Asshiddiqiyah Media center itu.

Dalam kesempatan tersebut beliau juga menjelaskan bagaimana proses yang dihadapi untuk menempuh pendidikan S1 atau meraih gelar sarjana, mulai dari kebingunan biaya dan tempat kuliah.

“Saya mendapatkan tawaran kuliah sambil mesantren gratis (beasiswa) di Jakarta. Saya merasa senang, siapa sih yang nggak senang bisa kuliah sambal mondok gratis pula. Saya mulai berdiskusi dengan orangtua tapi awalnya mereka kaget karena lokasinya di Jakarta. yang bisa dikatakan ketika disebut nama Jakarta yang ada di benak adalah kerja dan uang. Tapi setelah disowankan saya diizinkan karena pengasuhnya berasal dari Banyuwangi,” tuturnya.

Ia juga merasa sangat bangga pada Mahasantri baru yang mampu meraih beasiswa Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) yang diselenggarakan oleh Kementrian Agama RI.

“Saya dulu juga mendapatkan beasiswa tapi tidak seperti teman-teman yang sekarang dibiayai oleh Kementrian Agama, sudah dapat tempat belajar, dibiayai dan mendapat uang saku lagi,” tutur pemuda asal Grobongan, Jawa Tengah itu.

Ia menutup materinya dengan closing statement yang sangat memukau dan menarik audiens yang isinya:

“Jika nama leluhurmu atau orangtua tercatat baik dalam sejarah kamu pasti akan berjuang habis-habisan untuk mempertahankan nama itu, jika nama leluhurmu tercatat buruk dalam sejarah maka kamu akan habiskan waktumu untuk mengubahnya, tapi jika nama leluhurmu tidak tercatat dalam sejarah maka kamulah yang akan membuat sejarah itu.”

Turut hadir juga dalam acara tersebut salah seorang alumnus Asshiddiqiyah Jakarta Muhammad Rahim Hidayatullah, yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif Forum Silaturrahmi Bangsa. Dalam kesempatan itu beliau menjelaskan bahwa Mahasantri harus bersungguh-sungguh dalam belajar agama sebagaimana firman Allah SWT yang artinya, “Tidak sepatutnya bagi seorang mukmin semuanya pergi ke medan perang. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan agama untuk memberi peringatan pada kaumnya apabila mereka telah kembali padanya, supaya mereka itu dapat menjaga diri.” Disamping itu beliau juga mengajak para Mahasantri agar membudidayakan diskusi dan meningkatkan kebersamaan agar terjalin kekompakan khususnya bagi para alumni.

Pewarta : Robiah

Leave a Reply