Ma’had Aly – Indonesia kini memiliki Satuan Pendidikan Keagamaan Islam pada jenjang pendidikan tinggi yang sering kita sebut dengan nama Ma’had Aly. Hal ini lantaran keberadaannya telah diresmikan oleh Mentri Agama Republik Indonesia dengan ditandatanginya peraturan Nomor 71 tahun 2015 tentang Ma’had Aly oleh Mentri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
“Secara Historis kita sudah mengetahui bahwa keberadaan Ma’had Aly sudah mendapat pengakuan secara formal dari Negara melalui PMA (Peraturan Mentri Agama) no 71 tahun 2015,” papar KH Nur Hannan dalam Kegiatan Rakernas Assosiasi Ma’had Aly Indonesia di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta, Kamis (22/12).
Melanjutkan pemaparannya, sejak ditetapkannya UU Pesantren dan PMA (Peraturan Mentri Agama) no 32 tentang Ma’had Aly, kini praktis keberadaan Ma’had Aly seperti kembali lagi pada titik awal. Di mana pada tahun 2015 sudah tertera peraturan yang mengatur Ma’had Aly. Peraturan turunannya salah satunya adalah SK Dirgen tentang skala nasional Ma’had Aly yang di dalamnya memuat peraturan-peraturan. Sementara setelah ditetapkannya UU tentang pesantren dan PMA no 32 tentang Ma’had Aly, maka peraturan sebelumnya sudah dinyatakan tidak berlaku lagi.
Selain itu, KH Hanan juga memaparkan kembali bahwa UU penyelenggara Ma’had Aly secara teknis belum sepenuhnya diatur secara detail pada UU tentang pesantren dan PMA no 32 tentang Ma’had Aly. Artinya, UU dan PMA ini masih membutuhkan regulasi untuk mengatur secara jelas penyelenggaraan Ma’had Aly yang meliputi standar kurikulum, standar dosen dan tenaga kependidikan. Sehingga Asosiasi Ma’had Aly Indonesia sepakat melalui rapat pengurus untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan dalam rangka untuk merumuskan kebutuhan-kebutuhan regulasi sebagai turunan dari UU Pesantren dan PMA tentang Ma’had Aly.
“Selain tantangan regulasi yang belum tuntas Ma’had Aly juga masih punya tantangan internal yang menjadi tanggung jawab kita bersama.” Imbuh Kiyai asal Jombang itu.
Di akhir acara, KH Hanan juga menyebutkan beberapa hasil penelitian kementrian agama pada tahun 2018 yang merupakan tantangan Ma’had Aly diantaranya :
- Bahwa penyelenggaraan Ma’had Aly saat itu, masih ditemukan belum memenuhi standar Ma’had Aly sebagaimana yang dicantumkan dalam UU untuk mengukur penyelenggaraan Ma’had Aly yang dimuat pada SK Dirgen no 7 114 tahun 2017 tentang standar nasional Ma’had Aly. Dengan menggunakan SK Dirgen ini dapat ditemukan penyelenggaraan Ma’had Aly dari 35 hanya 25 Ma’had Aly yang diteliti.
- Masih ditemukannya beberapa Ma’had Aly yang lebih mengutamakan kuantitas dalam menerima mahasantri daripada kualitas. Sehingga dapat ditemukan dibeberapa Ma’had Aly yang belum memenuhi kompetensi membaca kitab yang sesuai dnegan stnadar kitab yang telah ditentukan seperti Fiqh Fathul Qarib, Tafsir Jalalain, Hadist Bulugul Maram dll. Hal ini menjadi sebuah tantangan internal bagi pengelola Ma’had Aly, pengasuh, mudir maupun piminan pondok pesantren.
- Ditemukannya kualisifikasi dosen yang mengajar di Ma’had Aly masih belum memenuhi standar yang sudah ditentukan.
- Kurikulum Ma’had Aly yang beragam. Hal ini bisa kita temukan dibeberapa Ma’had Aly yang masih memakai mata kuliah setara dengan mata pelajaran kelas ‘ulya. Seharusnya hal ini tidak terjadi karena Ma’had Aly mempunyai standar sendiri yang sudah ditetapkan dalam UU Pesantren.
Dalam hal ini, KH Nur Hannan mengajak kepada seluruh para pengelola Ma’had Aly untuk terus meningkatkan kualitas Ma’had Aly. Sehingga keberadaan Ma’had Aly betul-betul sejajar, tidak hanya sekedar angan harapan ataupun konsep. Tetapi, kita bisa membuktikan bahwa keberadaan Ma’had Aly dapat memiliki kesetaraan dan kesejajaran terhadap perguruan tinggi yang lainnya.
Pewarta : Rinanda Salsabila, Semester V