Kerahmatan Islam dalam Konteks Pluralitas Umat Islam

Kerahmatan Islam dalam Konteks Pluralitas Umat Islam

Ma’had Aly – Indonesia dikenal sebagai negara multikultural. Beragam suku, ras, budaya dan agama menyatu dalam bingkai Negara Kasatuan Republik Indonesia (NKRI). Perbedaan yang dikelola dengan baik akan menimbulkan kemajuan suatu bangsa. Namun sebaliknya, perbedaan yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan konflik, perseteruan, bahkan kekerasan. Dalam hal ini agama sering kali menjadi kambing hitam ketika terjadinya suatu konflik di suatu negara.

Baru hari-hari ini terjadi serangan bom bunuh diri di Gereja Katedral Makasar, hari Minggu (28/3). Ini menunjukan bahwa perbedaan yang menjadi khas Indonesia belum dijaga dan dirawat dengan baik. Masih banyak peristiwa yang merugikan rakyat Indonesia. Mirisnya para pelaku radikalisme, terorisme, kebanyakan dari penganut agama Islam, padahal perlu diketahui bahwa Islam adalah agama kasih sayang. Kerahmatan Islam tidak hanya dianugrahkan untuk muslim saja tapi juga diberikan kepada non-muslim. Syekh Mutawalli dalam kitabnya Tafsir asy-Sya’rawi mengatakan: 

فمن رحمة السول بغير المؤمنين ان ينصف المظلوم منهم وأن يرد عليه حقه

Termasuk kasih sayang Rasulullah SAW terhadap orang-orang non muslim adalah membela golongan mereka yang tertindas dan mengembalikan hak-haknya (Mutawalli asy-Sya’rawiy, Tafsir asy-Sya’rawiy {CD: al-Maktabah asy-Syamiullah}. Jilid I hal. 6878).

Dengan memahami doktrin kerahmatan Islam secara universal ini jelaslah bahwa agama Islam adalah agama yang menyerukan kedamaian, persatuan, menjaga kehormatan nyawa manusia, menciptakan aman, dan menghindari peperangan. Allah SWT berfirman:

ياأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱدْخُلُوا۟ فِى ٱلسِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam kedamaian secara keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan adalah musuh nyata bagimu”. (QS. Al-Baqarah: 208)

Imam Fakhruddin ar-Raziy dalam Mafatih al-Ghaib menafsirkan kata as-silm dengan makna damai, meninggalkan peperangan dan konflik. sehingga penjelasaanya adalah: hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam kedamaian secara keseluruhan, bersatu dalam menolong agama, dan menanggung penderitaanya. Dan janganlah kamu turuti langkah syaithan, dengan mendorongmu mencari dunia dan konflik dengan sesame manusia. (Fakhruddin ar-Raziy, Mafatih al-Ghaib, {CD: al-Maktabah asy-Syamillah}, jilid V hal 351).

Pengertian ini sangat selaras dengan arti Islam secara harfiyah yang berarti damai, aman, selamat, atau tentram. Ayat ini menunjukan tentang spirit kedamaian dan menolak secara tegas terjadinya konflik atau permusuhan di antara manusia. Dalam ayat lain, Nabi Ibrahim AS dalam doanya juga sangat mengharapkan terwujudnya kedamaian dan ketentraman bagi negrinya. Bahkan doa ini dipanjatkan sebelum meminta nikmat yang lainnya. Hal ini menunjukan bahwa kedamaian, keamanan, dalam suatu negeri merupakan nikmat besar yang diberikan oleh Allah SWT di mana kemaslahatan dunia dan akhirat tidak akan didapat tanpa adanya kedamaian di suatu negeri. 

Dalam hal ini kita diperintahakan untuk selalu berbuat baik kepada sesama manusia tanpa memandang suku, ras, budaya dan agama. Karena dengan kebaikan akhlaklah kedamaian, persatuan akan terwujud. Rasulullah SAW bersabda:

إنما بعثت لأتمما مكارم الأ خلاق 

“Aku diutus Tuhan untuk menyempurnakan moralitas kemanusian yang luhur”. (HR. al-Baihaqiy).

Atas dasar inilah Nabi Muhammad SAW menolak dengan tegas cara-cara kekerasan, kekejaman, dan sama sekalipun tidak pernah melakukannya. Suatu ketika Nabi pernah didatangi oleh Shahabat dan dia meminta kepada Rasulullah supaya mengutuk orang musyrik, namun Nabi menolaknya karena Nabi diutus bukan untuk mengutuk, melaknat akan tetapi diutus sebagai rahmat bagi alam semesta. Syekh Nawawi al-Bantani, ulama Nusantara yang terkenal menyatakan di dalam kitabnya al-Futuhat al-Madaniyyah bahwa:

قال رسول الله لايدخل الجنة الا رحيم قيل : يارسول الله كلنا نرحم قال : ليس أن يرحم أحدكم صاحبه إنما الرحمة أن يرحم الناس ( رواه البزار) . فعليك برحمة الخلق أجمع فإنه عبيد الله وإن عصوا.  

Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan masuk surge kecuali orang yang menyayangi” para Shahabat berkata: “Duhai Nabi, kami sudah saling menyayangi”. Nabi menjawab, “Ya tetap bukan hanya menyayangi temannya, melainkan menyayangi semua manusia”. (HR. al-Bazzar).

Maka dari sinilah Nabi meminta umatnya untuk menyayangi semua ciptaan Allah. Jangankan berbeda agama, beda jenis pun harus disayangi seperti hewan dan tumbuhan. Walaupun seorang pendosa sekalipun tetap harus disayangi karena mereka adalah ciptaan tuhan. (Muhammad bin Umar Nawawiy al-Bantani, al-Futuhat al-Madaniyyah fi asy-Sy’ab al-Imaniyyah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tth) hal 186).

Metode penyebaran agama Islam secara damai telah direstui oleh Allah SWT, sebagaimana dalam Alquran:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya” (QS. Ali Imran :159)

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah telah memberikan rasa kasih sayang terhadap Nabi Muhammad SAW, sekaligus menegaskan bahwa metode atau cara mengajak orang lain itu tidak perlu adanya paksaan, kekerasan karena dengan cara seperti itu tidak akan menghasilkan apa-apa, justru akan menimbulkan perpecahan dan permusuhan. 

Sejauh yang ditelusuri dari kehidupan Nabi, fakta-fakta historis memberikan pemahaman bahwa prinsip kedamaian telah menjadi sikap dan perilaku Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman dalam Alquran:

وإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (QS. Al-Qalam: 4)

Di antara bukti kongkret yang menunjukan bahwa Islam sebagai agama Rahmatan lil Alamin telah terimplementasi secara nyata dalam kehidupan Nabi adalah sebagai berikut:

  1. Piagam Madinah

Piagam Madinah merupakan sebuah konstitusi yang dikeluarkan oleh Nabi tentang perjanjian-perjanjian yang disepakati antara muslim dengan non-muslim. Piagam ini merupakan perjanjian konstitusional tentang hak asasi manusia universal yang pertama kali di dunia. Piagam ini memuat kesepakatan dan perjanjian bersama dalam membangun masyarakat toleran, adil, dan beradab. Poin-poinnya secara eksplisit membawa semangat untuk melindungi hak-jak asasi manusia, menjamin kebebasan bergagama, dan menyatukan semua golongan, tanpa membedakan agama, suku, ras, demi mewujudkan peradaban yang luhur dan menebarkan rahmat kepada semesta alam.

  1. Peristiwa Hudaibiyah

Peristiwa ini cukup memberika ketegangan umat Islam dan kafir Quraisy. Namun Rasul lebih mengedepankan perdamaian. Peristiwa ini bermula saat para shahabat hendak melaksanakan ibadah umrah akan tetapi orang-orang kafir Quraisy nekah tidak rela dan menghalang-halangi umat Islam. Pada saat itu Rasulullah tidak menginginkan adanya peperangan sehingga lebih baik mengalah dan memilih berunding dengan menghasilkan beberapa keputusan di antaranya:

  • Dari kedua belah pihak, yakni dari kaum kafir Quraisy dan dari kaum dari Nabi Muhammad SAW, sepakat dan setuju atas diadakannya gencatan senjata. Di mana gencatan senjata ini yang kemudian akan dilaksanakan selama kurang lebih 10 tahun.
  • Kemudian, setiap orang yang ada di Mekkah akan diberikan kebebasan. Kebebasan yang dimaksud di sini yaitu digunakan untuk bergabung dan juga kemudian untuk mengadakan sebuah perjanjian baik itu dengan Nabi Muhammad SAW dan kepada kaum Kafir Quraisy.
  • Untuk setiap orang yang berasal dari pengikut kaum kafir Quraisy yang menyeberang dan pindah ke kaum Muslimin, yang mana apabila berpindah tanpa ada izin yang berasal dari wali dari kaum kafir Quraisy, maka orang tersebut akan dilakukan pengembalian kepada kaum kafir Quraisy. Sementara, jika ada seorang yang berasal dari kaum Nabi Muhammad SAW yang bergabung dengan kaum kafir Quraisy meskipun tanpa seizin dari walinya, maka tidak akan bisa dikembalikan.
  • Perjanjian terakhir, pada saat tahun pelaksanaan perjanjian Hudaibiyah ini, Nabi Muhammad SAW dan kaumnya harus segera kembali ke Madinah. Kemudian untuk tahun selanjutnya, Nabi Muhammad SAW dan kaumnya bisa diizinkan untuk melakukan ibadah haji yang kemudian diberikan syarat untuk tempat tinggal di daerah kota Mekkah.

Dilihat dari poin-poinnya memang perjanjian ini cukup merugikan umat Islam sehingga terjadi beberapa penolakan di kalangan shahabat, namun Rasul menerima ini demi tercapainya suatu perdamaian dan demi menghindari pertikaian dan pertumpahan darah. 

  1. Peristiwa Fath Makkah (Pembebasan Kota Mekkah)

Fath Makkah merupakan peristiwa monumental yang muncul dalam sejarah umat Islam tentang kedamaian yang menjadi ajaran agama Islam. Meskipun dalam keadaan punya kekuatan, Nabi tidak menjadikan peristiwa ini sebagai bentuk momen untuk melakukan penindasan, pembaikotan, pengusiran terhadap kafir Mekkah yang memusuhinya. Justru Nabi membebaskan mereka, dengan mengatakan ini adalah hari kasih sayang.

Dari paparan di atas maka jelaslah bahwa Islam bukan ajaran yang keras dan menyampingkan golongan lainnya akan tetapi Islam adalah agama kasih sayang, menyebarkan kedamaian dan menyerukan persatuan oleh karena itu maka jangan salahkan Islam jika ada oknum muslim yang melakukan tindakan radikali dan kekerasan, karena itu buka termasuk dari ajaran agama Islam.

Referensi

Ar-Raziy, Fakhruddin. Tth.  Mafatih al-Ghaib. CD: al-Maktabah asy-Syamillah.

Muhammad bin Umar Nawawiy al-Bantani. Tth. al-Futuhat al-Madaniyyah fi asy-Sy’ab al-Imaniyyah. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah.

Asy-Sya’rawiy, Mutawalli. Tth. Tafsir asy-Sya’rawiy. CD: al-Maktabah asy-Syamiullah.

As-Siba’i, Musthafa. 2019. Sirah Nabawiyah Durus al-Ibar. Terj. Shalihin Rasyid. Solo. PT ERA ADICITRA INTERMEDIA.

Al-Mubarakfuri, Shafiyurrahman. 2013. Al-Rahiq al-Makhtum. Riyadh: Montada al-Taqhofa

Hisyam, Ibnu. 1981. Sirah an-Nabawiyyah. Beirut. Daar al-Fikr.

Kontributor: Mohamad Anwar, Semester VI

Leave a Reply